Kami sekeluarga mengunjungi sebuah rumah makan sederhana malam itu. Tak ada yang mencolok di rumah makan itu, tak ada yang aneh. Semuanya terlihat biasa-biasa saja. Kumelayangkan pandangan ke setiap sisi rumah makan itu. Rumah makan itu terkesan kuno. Tapi yang menarik perhatianku, di belakang rumah makan itu terpasang sebuah papan figura yang bertuliskan tulisan arab. Aku tidak terlalu menghiraukan tulisan itu.
Kami sekeluarga memesan makanan, tak lama kemudian makanan pesanan kami pun tiba. Aku yang sedang lapar, tak sabar untuk mencicipi pesananku. Ketika makan, tiba-tiba saja kerongkonganku terasa geli. Spontan kumuntahkan makanan itu. Tak ada orang yang memperhatikanku. Kemudian terasa ada sesuatu yang panjang dan tipis lentur di lidahku. Kukorek benda asing itu dari mulutku. Rupanya seheleai rambut hitam. Tak masalah. Aku pun mengeluarkan rambut itu. Tapi anehnya, ujung rambut itu seolah tak ada habis-habisnya hingga jari-jariku kelelahan menariknya.
Akhirnya rambut aneh itu keluar juga dari mulutku. Anehnya panjang rambut itu melebihi tinggi badanku sendiri. Aku jadi merinding. Suasana mencekam memenuhi sudut rumah makan ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Menakutkan! Ada yang tak beres dengan rumah makan aneh ini.
Lain lagi halnya dengan ayah. Ia tampak menusuk-nusuk sesuatu di piringnya. Gerakan tangannya berpindah-pindah, seolah-olah sasaran yang mau ditusuknya dengan garpu itu menghindar terus. Aku pun bertanya, “Ayah sedang apa sih?”
“Ini.. dagingnya kok menghindar terus setiap kali mau kutusuk dengan garpu?” herannya.
Aku kembali merinding. Karena aku sama sekali tak melihat apa-apa. Aku sama sekali tak melihat daging yang ayahku maksudkan itu!
Tiba-tiba saja adikku tersedak. Kumengalihkan pandanganku ke arahnya dengan ragu-ragu. Takut jika akan kembali menemukan keganjilan padanya. Dia sedang minum, tapi kulihat gelasnya sudah kosong. Tapi ia masih terus meminumnya dan hal yang ganjil pun kembali terjadi.
Dia minum minuman di gelas itu, tapi kok isi gelas yang kosong itu malah bertambah? Padahal dia sedang meminumnya, tapi seolah-olah gelas itu yang meminum isi perutnya. Keadaan menjadi sebaliknya ketika gelas itu sudah penuh dengan cairan berwarna merah darah.
“Hyah! Sudah habis,” komentar adikku. Kumenutup mulutku saking syoknya. Apanya yang sudah habis? Gelas yang mulanya kosong itu malah terisi penuh oleh darah dan nanah. Gelas itulah yang meminum cairan tubuh adikku. Apa dia tidak menyadarinya? Tapi aku terlalu syok untuk mengatakannya.
Sebaliknya yang terjadi ketika kumelirik kakak dan ibuku yang sedang menikmati santapannya. Mereka tampak tenang. Tak ada satu pun kejadian ganjil kulihat saat mereka berdua makan. Aku pun jadi bertanya-tanya, sebenarnya ada apa ini? Mengapa keganjilan itu hanya mengenai aku, ayah dan adikku?
Ibu yang seolah melihat kebingunganku itu tiba-tiba saja langsung berkomentar, “Kalian tahu tidak, mengapa rumah makan ini dinamakan Rumah Makan Doa?”
Kami saling berpandangan, kemudian menggeleng. Ibu kemudian menunjuk ke arah papan figura yang bertulisan arab itu. “Kalian tahu apa makna tulisan itu?”
"Allahumma baarik llanaa fiima razaqtanaa waqinaa adzaa ban-naar," kami sama-sama membaca tulisan itu.
“Itu doa sebelum makan yang artinya : Yaa Allah, berkatilah rezeki yang engkau berikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka,” kata ibuku. “Jadi sebelum makan tadi, kalian tak lupa baca doanya kan?”
Aku, ayah dan adikku jadi gelagapan karena lupa membaca doa sebelum makan. “Aduh, lupa,” kataku malu. Pantas saja saat makan kami bertiga ditimpa kejadian aneh. Rupanya kejadian aneh itu terjadi karena kami tidak membaca doa sebelum makan untuk meminta perlindungan pada Allah.
“Rumah makan ini memang sederhana, tapi keistimewaannya rumah makan ini benar-benar mengingatkan kita untuk senantiasa membaca doa. Di mana pun dan kapan pun itu. Jadi kalian jangan lupa lagi yah membaca doa sebelum makan,” nasihat ibu sambil tersenyum.
(1998)
0 komentar:
Posting Komentar