“Eve?! Halo, Eve?!”
Sementara itu, seorang
pemuda tengah kepanikan karena komunikasi jarak jauh mereka tiba-tiba saja
terputus. Dia mondar-mandir tak karuan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Sebenarnya apa yang
terjadi pada gadis itu? Kok tiba-tiba terputus begini? Jangan-jangan … ia dalam
bahaya, lagi! Duh, bagaimana ini? Sudah kuduga kalau seharusnya ia tak nekat
memastikannya!” keluhnya kepanikan. “Sebaiknya aku segera menyusulnya ke sana
sebelum ia kenapa-kenapa. Bagaimana pun, ia tetaplah seorang perempuan…”
***
Eve yang telah
dilumpuhkan barusan tampak tak berkutik. Para penjahat itu hanya mengerumuninya
tanpa tahu harus berbuat apa selain memandangi baik-baik wajah bidadarinya
setelah berbagai alat penyamarannya terlepas dari wajahnya seperti kacamata dan
topi.
Mata Eve yang
berkelopak tebal itu tampak terpejam, bibirnya yang polos berwarna
kemerahmudaan dan tampak imut, hidungnya yang mancung dan mungil, kulitnya yang
putih serta rambutnya yang dipotong pendek. Memang tampak tomboi, tapi tetap
saja tak bisa menghapuskan kecantikannya.
“Bagaimana ini?
Sepertinya ia sudah mati!” komentar salah seorang anak buah.
“Kamu, sih! Kenapa
menembaknya membabi buta seperti itu?!” rekannya menyalahkannya.
“Iya, nih! Sayang kan
kalau kita membunuh cewek cantik padahal ia belum memutuskan siapa yang akan
dipilihnya di antara kita-kita ini,” rekan yang lainnya malah mencandainya.
“Loh … loh, baguslah
kalau begitu. Dengan begitu kita aman, kan?” respon bosnya—si pria bercerutu
itu—meski tak sepenuh hati. “Kasihan
sekali gadis cantik ini kalau ia sampai mati!” pekik hati kecilnya yang tak
mampu dikeluarkannya.
Ia kemudian tampak
berpikir, cari-cari alasan. “Sial! Kalau begini caranya, kita tak bisa
mendapatkan informasi darinya. Bisa saja kan ada beberapa kawanannya memasuki
gedung ini untuk membekuk kita. Dia tak boleh mati secepat ini!”
“Terus bagaimana, Bos?
Lihat saja, ada noda darah menggenangi lantai begini. Apa Bos yakin ia bakalan
selamat?”
“Iya, Bos! Biarkan
sajalah gadis ini. Kita kan masih bisa menyelidiki kawanannya sendiri.”
“Tidak bisa! Pokoknya
gadis ini harus selamat!” Pria bercerutu itu lalu mendekatkan wajahnya ke wajah
Eve. “Minggir kalian semua! Kasih udara!”
Ia mengangkat wajah
Eve, kemudian mendekatkan bibirnya secara perlahan ke bibir Eve, sebagai modus.
Namun sebelum bibir hitam monyongnya mendarat, Eve langsung membuka matanya
kemudian dengan lincahnya menendang selangkangan pria itu sedahsyat-dahsyatnya.
“Arrrrrgghhhh!!”
Eve yang berhasil
melumpuhkan pria itu, bergegas bangkit hingga membuat para anak buah pria itu
syok. Eve kembali berlari sekencang-kencangnya dan segera menghilang ke
tikungan.
“Cepat kejar! Kejar
gadis itu, tolol!” raung si pria bercerutu tadi. “Jangan biarkan ia lolos!
Kalau sudah ketangkap, bawa dia ke hadapanku, biar kuberi gadis kecil itu
pelajaran!”
“Oke, Bos! Oke…”
Para anak buahnya pun
bergegas mengejar Eve ke tikungan sebelum kehilangan jejak.
***
Sementara itu, Judit
melangkah saking hati-hatinya begitu tiba di sebuah jalan tikus di bagian
terbawah gedung itu dan mendengar berbagai percakapan di atasnya meskipun samar.
“Hyup! Empat puluh lima
menit lagi, secara otomatis semuanya akan meledak!”
“Kita mengungsinya
nanti-nanti sajalah. Lima belas menit lagilah baru kita keluar.”
“Tak sabar lagi rasanya
target kita untuk meruntuhkan gedung pencakar langit musuh klien kita ini
hancur.”
“Ngomong-ngomong
komputer pengendalinya kamu pasang di mana?”
“Bom-nya sih ada di
mana-mana. Komputer pengendalinya ada di…”
Judit melebarkan
matanya. Jantungnya berdegup kencang. Nyawa ribuan orang tak berdosa ada di
tangannya sekarang, terutama nyawa rekannya tercinta—Eve!
***
HY! yuk tengok karya lain dari THIRTEEN di aplikasi NOVELME berikut. genre horor dengan nuansa dan ide cerita yang unik, lain daripada yang lain. silakan buktikan dengan membaca karya saya yang berjudul UMURKU 13 TAHUN DAN KAMU? dan rasakan bedanya!
0 komentar:
Posting Komentar