THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 13 Juni 2020

R.E.D - 3





“Eve?! Halo, Eve?!”
Sementara itu, seorang pemuda tengah kepanikan karena komunikasi jarak jauh mereka tiba-tiba saja terputus. Dia mondar-mandir tak karuan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis itu? Kok tiba-tiba terputus begini? Jangan-jangan … ia dalam bahaya, lagi! Duh, bagaimana ini? Sudah kuduga kalau seharusnya ia tak nekat memastikannya!” keluhnya kepanikan. “Sebaiknya aku segera menyusulnya ke sana sebelum ia kenapa-kenapa. Bagaimana pun, ia tetaplah seorang perempuan…”
***
Eve yang telah dilumpuhkan barusan tampak tak berkutik. Para penjahat itu hanya mengerumuninya tanpa tahu harus berbuat apa selain memandangi baik-baik wajah bidadarinya setelah berbagai alat penyamarannya terlepas dari wajahnya seperti kacamata dan topi.
Mata Eve yang berkelopak tebal itu tampak terpejam, bibirnya yang polos berwarna kemerahmudaan dan tampak imut, hidungnya yang mancung dan mungil, kulitnya yang putih serta rambutnya yang dipotong pendek. Memang tampak tomboi, tapi tetap saja tak bisa menghapuskan kecantikannya.
“Bagaimana ini? Sepertinya ia sudah mati!” komentar salah seorang anak buah.
“Kamu, sih! Kenapa menembaknya membabi buta seperti itu?!” rekannya menyalahkannya.
“Iya, nih! Sayang kan kalau kita membunuh cewek cantik padahal ia belum memutuskan siapa yang akan dipilihnya di antara kita-kita ini,” rekan yang lainnya malah mencandainya.
“Loh … loh, baguslah kalau begitu. Dengan begitu kita aman, kan?” respon bosnya—si pria bercerutu itu—meski tak sepenuh hati. “Kasihan sekali gadis cantik ini kalau ia sampai mati!” pekik hati kecilnya yang tak mampu dikeluarkannya.
Ia kemudian tampak berpikir, cari-cari alasan. “Sial! Kalau begini caranya, kita tak bisa mendapatkan informasi darinya. Bisa saja kan ada beberapa kawanannya memasuki gedung ini untuk membekuk kita. Dia tak boleh mati secepat ini!”
“Terus bagaimana, Bos? Lihat saja, ada noda darah menggenangi lantai begini. Apa Bos yakin ia bakalan selamat?”
“Iya, Bos! Biarkan sajalah gadis ini. Kita kan masih bisa menyelidiki kawanannya sendiri.”
“Tidak bisa! Pokoknya gadis ini harus selamat!” Pria bercerutu itu lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Eve. “Minggir kalian semua! Kasih udara!”
Ia mengangkat wajah Eve, kemudian mendekatkan bibirnya secara perlahan ke bibir Eve, sebagai modus. Namun sebelum bibir hitam monyongnya mendarat, Eve langsung membuka matanya kemudian dengan lincahnya menendang selangkangan pria itu sedahsyat-dahsyatnya.
“Arrrrrgghhhh!!”
Eve yang berhasil melumpuhkan pria itu, bergegas bangkit hingga membuat para anak buah pria itu syok. Eve kembali berlari sekencang-kencangnya dan segera menghilang ke tikungan.
“Cepat kejar! Kejar gadis itu, tolol!” raung si pria bercerutu tadi. “Jangan biarkan ia lolos! Kalau sudah ketangkap, bawa dia ke hadapanku, biar kuberi gadis kecil itu pelajaran!”
“Oke, Bos! Oke…”
Para anak buahnya pun bergegas mengejar Eve ke tikungan sebelum kehilangan jejak.
***
Sementara itu, Judit melangkah saking hati-hatinya begitu tiba di sebuah jalan tikus di bagian terbawah gedung itu dan mendengar berbagai percakapan di atasnya meskipun samar.
“Hyup! Empat puluh lima menit lagi, secara otomatis semuanya akan meledak!”
“Kita mengungsinya nanti-nanti sajalah. Lima belas menit lagilah baru kita keluar.”
“Tak sabar lagi rasanya target kita untuk meruntuhkan gedung pencakar langit musuh klien kita ini hancur.”
“Ngomong-ngomong komputer pengendalinya kamu pasang di mana?”
“Bom-nya sih ada di mana-mana. Komputer pengendalinya ada di…”
Judit melebarkan matanya. Jantungnya berdegup kencang. Nyawa ribuan orang tak berdosa ada di tangannya sekarang, terutama nyawa rekannya tercinta—Eve!

***


HY! yuk tengok karya lain dari THIRTEEN di aplikasi NOVELME berikut. genre horor dengan nuansa dan ide cerita yang unik, lain daripada yang lain. silakan buktikan dengan membaca karya saya yang berjudul UMURKU 13 TAHUN DAN KAMU? dan rasakan bedanya!

0 komentar: