Belakangan ini, aku
jadi sering kali ditegur oleh Bu Guru. Padahal aku merasa tak ada kesalahan apa
pun yang kulakukan. Sudah dua hari ini beliau menegurku terus. Sangat tak
jelas! Aku jadi kesal dan membencinya! Apa sih maunya?!
“Aku benci guru itu!”
kalimat itu hampir terus kugumamkan hingga malam menjelang.
Tanpa sadar, ini sudah
tengah malam dan aku masih saja keluyuran di luar rumah. Semuanya karena
memikirkan betapa besar kebencianku pada guru itu. Itu semua membuatku stres.
Aku masih nongkrong di
warnet bersama teman-teman lainnya untuk menghibur diri. Untung saja mereka
sudah mau pulang dan aku pun menumpang di mobil temanku itu. Entah mengapa aku jadi ketakutan begini,
apalagi melihat hari yang menjelang larut malam begini. Kok bisa kebablasan
seperti ini, sih?
Aku ingin bisa segera
pulang ke rumah! Entah mengapa firasatku jadi tak enak begini. Jadi takut tak
jelas karena kemalaman. Di mobil kami bercanda ria, kecuali aku. Entah mengapa
aku jadi segugup ini dan terus memperhatikan jalan ke rumah. Tak sabar rasanya
untuk bisa segera sampai di rumah.
Akhirnya rumahku sudah
dekat juga. Aku diantarkan yang pertama oleh temanku itu karena dia kasihan.
Aku pun turun dari mobil itu setelah berterima kasih padanya dan mereka pun
melanjutkan perjalanan riang mereka. Aku turun di depan gang rumahku.
Begitu keluar dari
mobil, kupandangi jalan gang menuju rumahku. Namun jalannya kok gelap banget,
sih? Hampir tak ada orang di jalan, padahal biasanya masih ada orang lalu
lalang meski malam-malam seperti ini. Heran!
Tiba-tiba saja
kumelihat ada seorang kakek tua berpakaian kumal tengah melangkah masuk ke gang
itu. Nah tuh, akhirnya ada orang juga yang bisa kutemani jalan. Jadi lega juga
rasanya, fiuh!
Namun langkah si Kakek
yang tertatih-tatih seperti itu membuat hatiku iba dan ingin menolongnya
berjalan. Kasihan sekali ia! Aku ingin bisa mengantarnya ke rumahnya. Lagian
ngapain juga ia malam-malam begini masih berkeliaran seperti itu?
Baru saja hendak
kudekati ia, kutertegun sejenak. Firasatku jadi semakin tak enak, nih.
Kuterhenti di jalan. Benar juga, kenapa ada kakek-kakek yang masih berkeliaran
di luar malam-malam begini. Aku jadi merasa ada yang tak beres dengan kakek
itu. Tapi apa?
Apa iya kakek itu
manusia? Namun kugeleng-gelengkan kepalaku berusaha menepis prasangka buruk
itu. Apa sih yang kupikirkan barusan? Aku harus meluruskan niat menolong si
kakek.
Aku pun semakin
mendekat untuk menyapanya. Kupandangi kakek itu. Baju putihnya kotor, celana
panjangnya compang-camping. Apakah ia gelandangan dan bukan dari gang ini?
Kuberanikan diri untuk menyapanya dan … secara perlahan, ia kemudian menolehkan
wajahnya setelah berhenti melangkah.
Kuterkesiap begitu
melihat wajahnya yang sangat pucat. Apa yang terjadi padanya? Antara ketakutan
dan cemas, kuberusaha tersenyum padanya dan menyapanya, “Kakek tinggal di mana?
Mau kuantarkan pulang? Rumah Kakek di mana?”
Kakek itu meresponku
dengan sangat sopan dan suara adem, “Kakek bisa sendiri. Makasih ya, Nak.”
Kutersenyum tergagap
padanya. Karena firasatku semakin tak enak, akhirnya aku pamit dengan sopan dan
bergegas meninggalkannya. Sepertinya aku tak usah mencemaskannya karena
sepertinya ada yang aneh dengannya. Sebaiknya aku menjauh darinya dan segera
pulang.
Semakin masuk gang,
jalan malah semakin gelap. Aku jadi semakin cemas. Kumelangkah cepat-cepat.
Dari arah berlawanan, di kejauhan sana tiba-tiba saja kumelihat ada yang
melangkah mendekat. Kumemicingkan mata. Siapa, tuh?
Aku jadi sangat
ketakutan karena jalan sangat gelap dan dengan cahaya super minim. Bagaimana
kalau itu orang jahat yang akan mencelakakanku? Orang itu semakin mendekat.
Akhirnya karena ketakutan, aku malah berteriak, “Aaaaaaahhhh!!!”
Yang melangkah mendekat
itu, kemudian seolah berlari kencang menujuku. Melihat itu, akhirnya aku pun
berlari ketakutan tanpa arah yang jelas. Siapa itu? Aku jadi semakin ketakutan.
Mati aku!
Aku berbalik arah dan
malah bertemu lagi dengan kakek tadi yang belum berpindah jauh dari tempat
kutemui tadi. Hanya berdua dengan kakek peot ini menghadapi orang tak jelas
barusan?!
Tapi aku tak ada waktu
memapahnya jalan. Aku harus segera lari. Aku tak peduli dengan orang aneh itu.
Akhirnya aku terus berlari dan memasuki halaman sebuah masjid. Kuterkejut
begitu melihat mobil teman-temanku tadi terparkir di luar sana. Hah?! Kenapa
Serli dan lainnya masih di sini dan belum pulang-pulang juga?
Tak sabaran kumengecek
mereka di dalam dan melihat mereka tampak ketakutan di dalam sana. Kubergegas
menghampiri mereka, namun Serli tampak santai-santai saja. Apa yang terjadi ini
sebenarnya?
Namun sebelum
kumenanyakannya, di jendela masjid kumelihat orang tak jelas barusan berlari
memasuki halaman masjid. Gawat! Aku tak tahu jelas itu mahluk apaan dan juga
apa yang teman-temanku takutkan itu.
Akhirnya spontan saja
kumengambil Al Qur’an di rak buku dan membacanya kencang-kencang, padahal belum
jelas apakah orang itu sebangsa setan atau orang gila. Kubaca saja Al Qur’an
itu sekencang-kencangnya untuk menepis rasa takut ini.
Aku terus membaca ayat
suci itu dan seharusnya orang tak jelas tadi sudah mendobrak masuk ke dalam
masjid ini. Tapi ia tak kunjung datang juga, bukan? Aku terus mengaji hingga
tak lama kemudian kutersadar begitu suasana hening. Apa orang tak jelas itu
adalah setan karena seolah terusir oleh bacaan ayat suci ini?
Apakah aku sudah aman
sekarang? Kupandangi teman-temanku di belakang sana, mereka tampak kacau meski
ketakutan mereka sudah reda.
***
hy, readers! dukung dan saksikan terus ya karya genre horor karya THIRTEEN yang lainnya di aplikasi NOVELME, silakan diunduh dulu aplikasinya dan search judul UMURKU 13 TAHUN DAN KAMU? dijamin ceritanya lain daripada yang lain dengan ide cerita yang sangat berbeda daripada horor pada umumnya. makasih :=(D
0 komentar:
Posting Komentar