Beberapa bulan kemudian…
Drap drap drap…
“Eyepatch! Eyepatch!” sorak gembira para penonton dari
tribun memberikan dukungan pada seorang pemanah yang tengah berlaga di panggung
sirkus dengan menyebutkan nama julukannya berulang kali.
Pemanah berusia belia dan berambut ungu itu memang
mengenakan penutup mata di mata kirinya. Tapi meskipun hanya mengandalkan satu
mata, tembakan panahnya tak pernah meleset. Ia hanya mengenakan penutup mata itu
saat pertunjukan memanahnya. Selain itu, ia tampil seperti pada umumnya orang
kebanyakan.
Anya memandang ujung anak panah yang diacungkan si pemanah
itu kepadanya bukannya dengan perasaan takut, tapi sepertinya dengan perasaan yang
berbunga-bunga.
Syut! Sang pemanah langsung membidikkan anak panah tersebut
ke sasaran dengan mantapnya. Sasarannya terbelah dua. Para penonton pun
bertepuk tangan. Tak semua orang bisa melakukan pertunjukan sirkus serumit itu.
Hanya Shue the Eyepatch
lah yang bisa melalukannya—begitulah nama sang pemanah tangguh berusia 17 tahun
itu. Ia didandani layaknya seorang pemanah tangguh di masa kerajaan. Sorot
matanya tajam seperti elang yang mampu menelan mangsanya bulat-bulat dan
kemampuan memanahnya pun di atas rata-rata.
Hampir setiap malam ia menunggangi kudanya yang didandan
elok pula, di sebuah lapangan besar sirkus itu untuk menampilkan sebuah
pertunjukan memanah. Sambil menunggangi kuda yang terus berlari mengelilingi
lapangan itu, ia ditantang untuk membidikkan anak panahnya ke sebuah papan.
Bukan hanya sekadar papan, tapi di papan itu ada relawan yang rela diikat
dengan sebuah apel yang berdiri di kepalanya. Anya adalah salah satu relawan yang
beruntung pada malam itu. Ujung anak panah tadi telah menancap di papan tepat
di atas kepalanya.
Anya tak menghiraukan anak panah di atas kepalanya itu.
Hatinya tak gentar sedikit pun ketika Shue membidikkan panah ke apel di atas
kepalanya. Hatinya berbunga-bunga karena sudah menjadi relawan di pertunjukan
memanah pemuda yang dikaguminya itu.
Beberapa staf kemudian melepaskan ikatan Anya. Anya
bagaikan terhipnotis oleh sosok Shue yang memesona. Tapi pemuda dingin itu sama
sekali tak pernah memedulikannya. Raut wajah es-nya selaras dengan hati
bekunya.
Usai pertunjukan, Shue segera beranjak memasuki kamarnya.
Anya ingin mencegatnya karena ingin mengobrol dengannya, tapi beberapa orang
gadis kemudian mengerumuni Shue untuk meminta tandatangan atau berfoto bersama,
bahkan Shue pun sampai dipeluk-peluk saking dieluk-elukkannya. Tapi ekspresi
wajah Shue tak berubah sedikit pun, tetap dingin.
Anya tertegun di tempat. Ia sama sekali tak ada ruang untuk
mengobrol secara leluasa dengan pemuda itu karena para penggemarnya selalu saja
datang mengerumuninya usai pertunjukan. Anya jadi merasa tak ada kesempatan
karena merasa minder ia tak secantik dan semodern gadis-gadis yang menjadi
penggemarnya itu. Ternyata penggemarnya Shue kebanyakan dari para gadis-gadis.
Anya merasa lebih baik ia mundur. Gadis-gadis itu tak tersaingi olehnya.
Temannya—Lili—segera menarik tangannya. “Anya, sudahlah!
Ayo kita segera pulang. Hari sudah larut. Besok kan kita shift pagi,” tegur Lili.
Anya terlihat kecewa. Lagi-lagi idenya agar bisa mengenal Shue
lebih dalam gagal. Ia sengaja berkorban untuk menjadi relawan dalam
pertunjukannya agar bisa mendapat kesempatan mengobrol dengannya.
Pemuda dingin itu benar-benar sudah mengambil hati Anya.
Dewa cinta benar-benar telah membidikkan panah asmara ke hatinya. Tapi bagaimana
dengan hati Shue?
Dengan lesunya, Anya pun beranjak pulang bersama Lili…
Rupanya dua pemuda sedang memperhatikan Shue yang sedang
dikerumuni oleh para gadis. Mereka menggerutu. “Cih! Ingat tidak, sudah berapa
banyak wanita yang mau jadi relawan dalam pertunjukan Shue sebulan ini, Ron?”
komentar Gani.
“Aku tak mau menghitungnya dan tak mau tahu itu! Pokoknya
sebelum kita berhasil menyingkirkan Shue dari tim sirkus ini, kita tak bakalan
dilirik oleh para gadis!” seru Ron geram. “Gara-gara dia, kita nggak bakalan
tenar dan kita nggak bakalan mendapatkan perhatian ketua lagi. Padahal dia kan anak
baru di sini! Bagaimana caranya agar kita bisa menyingkirkan Shue dari sirkus
ini?!”
“Sssst! Pelankan suaramu,” tegur Gani sambil menyikut Ron.
“Aku tak mau ada yang tahu tentang rencana kita ini. Lihat!” Gani kemudian
mengacungkan jempolnya mengarah ke seseorang.
Ron mengikuti arah jempol itu tertuju. Seorang pemuda dengan
kostum badut menatap geram Shue juga. Pandangannya penuh kedengkian dan
tangannya mengepal. Ia kemudian pergi dengan gusarnya.
“Hm. Badut itu? Sepertinya si badut kesal karena jumlah
penontonnya jadi lebih sedikit,” komentar Ron.
“Benar! Karena pertunjukan Shue, sirkus jadi penuh terus
setiap harinya. Pertunjukan memanahnya juga disambut tepuk tangan meriah para
penonton, tapi tidak dengan si badut sejak kehadiran Shue di sini.”
“Jadi si badut juga punya pikiran sama seperti kita? Kita
tak boleh melewatkan kesempatan ini. Bagaimana pun juga, si badut itu pernah
menjadi pemanah terbaik di sirkus ini sebelum kedatangan si anak baru. Tapi
karena kalah bersaing dengan anak baru itu, posisinya diturunkan menjadi badut
oleh anak-anak sirkus. Badut di sirkus kita kan waktu itu lagi kosong, makanya
dia diminta mengisinya.”
Mereka lalu memandangi Shue yang sedang memasuki kamarnya.
“Kamu tenang saja. Pokoknya dalam waktu dekat ini, ia tak akan lagi berada di
tengah-tengah kita,” kata Gani sambil tersenyum licik. “Kita harus mendekati
badut itu. Mula-mula…,” ia lalu membisikkan sesuatu ke telinga Ron.
Ron terlihat mengangguk-angguk sambil tersenyum bengis. Mereka
lalu tertawa-tawa licik sambil tos.
***
hy! ini karya horor thriller karya THIRTEEN di STORIAL. KAMU AKAN MATI DI USIA 13 TAHUN mengisahkan tentang seorang gadis kecil berusia 13 tahun yang berjuang untuk tetap hidup di setiap petaka tiap bulannya selama dy berusia 13 tahun. menarik banget bukan? apakah endingnya dy berhasil tetap hidup atau mati di usia 1 tahun? saksikan tantangan kematiannya tiap bulannya. silakan klik langsung gamabr kover di atas ini menuju link novelnya, dijamin seru dan menegangkan :=(D
0 komentar:
Posting Komentar