THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 02 April 2011

Sosok Pembawa Kabar (@_@, 2000)


Aku bisa! Aku lalu bangkit di atas ranjangku dan duduk bersila. Aku tengah mengujicobakan kekuatan mata batinku, dengan mata yang tertutup. Aku setengah tertidur, setengah tersadar. Meski pun demikian, aku dapat melihat jelas sekali. Kejadian itu tergambarkan jelas sekali…
Kutersadar. Begitu kumembuka mataku, kutengah berada di tengah-tengah keluargaku. Sepupu-sepupuku yang masih kecil-kecil sedang bermain-main sambil ngemil. Aku anak yang paling besar di antara mereka. Mereka enak diajak bermain, apalagi dikerjain sampai dibuat menangis, hehe. Aku pernah mengajak mereka jalan-jalan di sebuah hotel yang besar berkeliling-keliling hingga mereka menangis-nangis karena takut tak bisa kembali lagi ke kamar hotel yang kami tempati. Aku sengaja menggodai mereka waktu itu dengan pura-pura tak menghafal jalan kembali ke kamar.
Tapi pagi yang ceria ini di hotel itu kami sedang asyik bermain-main. Kuajak mereka permainan yang lain dengan melompati jendela yang rendah menuju tempat yang lain. Ayo, siapa yang bisa melompatinya? Cukup tinggi loh bagi mereka. Mereka hanya bersorak-sorak sambil bertepuk tangan tanpa ada yang mengikutiku.
Huh, membosankan sekali mengajak mereka bermain. Aku pun berjalan menuju kamar hotel yang kutempati, mungkin ada sesuatu yang lebih mengasyikkan di sana selain bermain dengan bocah-bocah ingusan itu.



Koridor menuju kamarku begitu lengang. Cahaya lampu di tiap pintu kamar terasa remang. Begitu tiba di depan kamarku, kulihat pintunya terbuka memperlihatkan isi kamar nyamanku yang gelap. Siapa yang memasukinya ya? Dengan hati-hati aku pun menyapa, siapa tahu saja ada orang di dalam. Di koridor luar terlihat terang, sehingga aku masih bisa melihat tanpa menyalakan lampu kamar. Tiba-tiba saja ada sesosok bayangan besar terpias di tembok depanku. Aku terperangah dan mengigil ketakutan. Mahluk apakah itu?!
Aku lalu berbalik dan melihat mahluk pendek di hadapanku. Ternyata bayangannya saja yang besar, tapi aslinya ia lebih kecil daripada aku, ia Cuma sesosok mahluk mungil. Meski pun demikian, tak melunturkan rasa takutku karena mahluk kecil itu begitu ganjil. Wajahnya tak kelihatan karena membelakangi cahaya. Semuanya terasa tak jelas, dan yang lebih mengerikan lagi tangannya yang kering kurus itu terulur ke arahku. Entah apa maunya dia. Yang jelasnya aku takut sekali, mengapa ia sampai memasuki kamarku.
Ingin rasanya aku berlari, tapi kakiku terasa kaku. Mahluk itu berhasil memegang tanganku yang gemetaran. Aku menggigil ketakutan, duh semoga saja ini Cuma mimpi buruk dan aku akan segera terbangun! Tapi sayangnya ini bukan mimpi…
Ini mengerikan! Mahluk ganjil yang entah siapa itu terus memegangiku. Kupejamkan mata. Berteriak pun aku tak mampu. Mahluk itu lalu berkata-kata. Aku terperangah sambil membuka mata kembali. Aku bukannya mendengar apa yang dikatakannya, tapi aku mendeteksi suaranya. Itu suara nenek-nenek!
Rupanya mahluk itu hanya nenek-nenek, dan sepertinya ia tak bermaksud menyakitiku. Tapi sepertinya nenek cebol itu menyampaikan sesuatu tadinya, tapi aku tak memperhatikan.
Aku lalu membuka suara dan berkata padanya, “…….” Aku tersentak. Aku tak mendengar suaraku sendiri! Tapi aku tahu apa yang ingin kukatakan tadi, meski pun aku sendiri tak mendengarnya. Aneh!



Nenek cebol aneh itu seolah mengerti isi pikiranku kemudian pergi. Leganya. Mungkin karena saking takutnya tadi, suaraku sampai hilang. Tapi mengapa nenek itu bisa mengerti apa yang kukatakan?
Kubergegas menatap koridor, nenek ganjil itu menghilang dengan cepatnya. Hii, dasar nenek misterius. Manusia atau hantu aku sendiri tak tahu. Hah? Hantu? Aku lalu terbengong-bengong sendiri atas dugaanku itu. Aku terkesiap menyadarinya.
Tolong! Tolong bangunkan aku! Aku tak seharusnya berada di tempat seperti ini. Kegelapan pun mengerubungiku. Aku harus mencari dunia nyataku. Tapi mengapa mata ini terasa berat untuk dibuka?!
Tolooong!! Aku harus bangun! Jangan sampai mereka mendapati jasadku di tempat tidur, mengiraku sudah mati lantas menguburku.  Itu pun kalau memang aku benar-benar sudah mati, sesuai penyampaian nenek misterius tadi…
(2000)
>.<


Jumat, 01 April 2011

Setan Robot (@_@, 1998)


Bola bercahaya di langit itu membuatku terbangun. Aneh, rasanya aku baru beberapa menit tertidur, tapi sepertinya pagi sudah menjelang. Kukucek-kucek mataku dan tersadar. Rupanya bola bercahaya itu adalah sosok bulan purnama yang setengah badannya tertutupi oleh awan hitam pekat. Bulan itu seolah menarik langkah kakiku menuju luar rumah. Aku pun berjalan-jalan sejenak.
Ng? Aku terperangah. Di tengah malam seperti ini jalanan kok masih ramai? Orang-orang banyak yang berlalu lalang. Sebenarnya apa yang terjadi? Lalu sayup-sayup kudengar suara azan. Azan? Di tengah malam seperti ini? Apa hari sudah subuh? Tapi bulan purnama itu…
Kutengadahkan wajah ke langit. Sosok bulan purnama yang setengah tubuhnya tertutupi awan hitam pekat itu sudah menghilang. Semburat cahaya mentari samar-samar mulai menyingsing. Mungkin aku salah lihat. Aku pun melanjutkan perjalanan.
Tapi kok suara azannya terputus-putus? Tak seperti biasanya. Juga keramaian ini tak seperti biasanya sesubuh ini. Tiba-tiba saja sebuah mobil melintas. Mobil itu melaju miring-miring berbentuk zig zag. Aku tercekat sambil menutup mulutku. Sebuah sepeda kemudian melintasiku juga. Sepeda itu melaju lurus, tak menghindari apa yang ada di depannya. Bahkan mobil-mobil yang terparkir di depannya juga dilintasi begitu saja. Sepeda itu melaju di atas mobil-mobil yang terparkir. Ini benar-benar tak seperti biasanya. Benar-benar janggal!
Tak hanya itu yang membuatku heboh. Orang-orang berwajah dingin tengah melangkah menuju azan dengan langkah yang kaku. Kaku. Kaku seperti robot. Gawat! Apa yang harus kulakukan?! Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Apa ini bukan saatnya manusia sepertiku untuk berkeliaran?



Aku ketakutan! Apa yang akan mereka lakukan padaku jika mereka tahu aku ini tak sama seperti mereka? Akhirnya aku berpura-pura menjadi seperti bagian dari mereka. Aku berjalan kaku dengan wajah dingin. Aku tak boleh memperlihatkan mimik, apalagi ekspresi ketakutan sedikit pun. Semoga mereka tak menyadarinya.
Aku berjalan menuju rumah. Tiba-tiba saja kumerasakan langkah kaki yang mengikutiku. Keringat dinginku mengalir. Tapi aku pura-pura tak menyadarinya. Setibaku di depan pagar, sosok yang mengikutiku itu kemudian menepuk pundakku. Sambil gelagapan aku kemudian berbalik dan menatap wajah dingin itu.
“Mengapa tak memenuhi panggilan azan?” tanyanya datar.
Aku gelagapan hendak menjawab apa, hingga pada akhirnya teriakan ibuku memecah keheningan. Aku bergegas masuk dan menggembok pagar. Kemudian kumasuki rumah dan menanyakannya, “Ada apa, bu?!”
“Ta.. tadi waktu mau ke kamar mandi ada .. ada…”
“Ada apaan?!” tanyaku penasaran.
“Ada orang yang mengambil air wudhu…”
“Yah, mungkin saja itu ayah, bu,” tegurku.
“Bukan. Bukan ayah. Dia juga bukan manusia…,” sahutnya gemetaran.
Bulu kudukku merinding.
“Wajahnya terkelupas di mana-mana. Wajahnya seperti topeng! Begitu kaku, dingin dan putih pucat..”
Ibuku terlihat syok. Aku lalu mengecek kamar mandi. Tak ada siapa pun di sana. Yang ada hanya suara air keran yang terus mengalir kencang ke lantai. Aku lalu menutup air keran.
“Bu, mungkin itu hanya halusinasi ibu saja. Ibu mau masuk kamar mandi kan? Silahkan wudhu, bu.”
“Ibu kesiangan, nak.”
“Loh kan baru azan, bu.” Aku lalu teringat kebiasaan ibuku yang selalu menunda-nunda solat subuh. Tiap ke kamar mandi hanya buang air kecil, kemudian meneruskan tidurnya di balik selimut. “Bu, tolong ubah kebiasaan ibu. Kalo sudah subuh ya solat. Jangan ditunda-tunda…”
“Memang hari masih subuh, nak?” Ibu kemudian menunjuk jendela. Aku tercekat. Aneh. Hari sudah pagi begini, apa masih bisa solat subuh ya? Bukankah..





Aku kembali merenungkan sosok yang sedang mengambil air wudhu yang ibu lihat. Mahluk apakah itu sebenarnya? Apakah sosok itu memperingatkan ibu agar menunaikan solat subuh sebagaimana mestinya melalui gerakan-gerakan wudhu? Atau hanya setan-setan tak penting yang berniat mengusik manusia?
Aku lalu teringat. Iblis kan juga memiliki waktu-waktu solatnya sendiri. Bukankah semua mahluk menyembah-Nya? Tak terkecuali dengan iblis, hanya saja waktu solatnya sangat berbeda dan sangat tak boleh kita solat di saat-saat itu, karena iblis sedang solat.
Jangan-jangan mahluk yang dilihat ibu tadi… apalagi melihat hari yang sudah tak subuh lagi menjelang duha, waktu-waktu yang tak diperbolehkan untuk solat karena itulah saat-saatnya iblis menunaikan solatnya.
Ya Allah, ampuni kami! Alangkah tipisnya waktu setelah subuh menjelang duha itu. Mungkin ini jadi pelajaran untuk kami agar solat subuh tepat waktu. Agar tak menyamai waktu-waktu solatnya iblis. Dan mahluk-mahluk yang kulihat tadi di luar, jangan-jangan sama saja dengan yang ibu lihat di kamar mandi…
Wallahu alam..
(1998)