THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 31 Agustus 2019

Menu Amnesia




Aku harus segera mencari sekiranya di mana warung itu berada atau solatku akan terlalaikan. Aku jadi seperti orang yang kelaparan saja. Bingo! Akhirnya kutemukan juga tempat yang kumaksud itu di pinggir jalan. Aku segera duduk di salah satu kursi plastik—di salah satu tenda biru—dan memesan menu mereka di gerobak sebelah.
“Kebab?” Si juru masaknya langsung bertanya sebelum kumemesan variasi menu mereka.
Kumengernyitkan kening. “Kok tahu, sih?”
Si juru masak itu tersenyum saja sambil mempersiapkan menu yang kumaksud. “Iyalah tahu! Soalnya akulah yang sudah mengirimkan daftar menunya di otakmu dan kau memesan kebab. Masa kau tak ingat?” Ia mendelikiku. “Waktu kau solat tadi, kau kan membayangkan kebab.”
“Masa, sih?! Kok bisa?” Karena merasa ganjil, akhirnya kuputuskan untuk membatalkan pesananku itu. “Nggak jadi, deh. Mi bakso aja!” pesanku sambil duduk di kursi semula.
“Huh, bosen makan mi bakso mulu,” gerutuku. “Dasar penjual pinggiran! Lagaknya saja yang profesional, tapi pasti rasanya biasa saja,” komentarku pedas, setengah berbisik.
Kuawasi pedagang sekitarnya yang tampak berbisik-bisik sambil melirikku. Ada apa, sih? Iya sih, aku memang ingin coba makan kebab. Tapi karena penjualnya aneh, mending ku-cancel saja.
“Airnya juga pasti air tak dimasak. Huh! Rasanya seperti air cuci piring.”
Aku terus menunggu sambil meneguk segelas air yang dibawakan penjual itu. Seorang pemuda mabuk kemudian duduk di sampingku. Ih, resek banget deh! Sudah suaranya berisik, bau napasnya pun turut mengganggu. Lebih baik aku pindah bangku saja…
***
Sepertinya ada yang kurang hari ini. Setelah solat, kuberusaha mengingat-ingat sesuatu. Apa, ya? Untung saja aku melihat beberapa orang kenalanku di kampus yang tengah nongkrong di sana, di warung tadi.
Kubergabung di tengah-tengah mereka sambil bertanya, “Kalian daritadi berada di sini, kan? Apa kalian lihat aku makan apa saja di sini?”
Mereka saling bertukar pandangan. “Tadi kau makan mi bakso, kan?”
“Seharusnya sih begitu, tapi…” Kumengelus perutku lagi. “Rasa-rasanya tak ada yang meluncur di perut ini, deh. Rasanya masih belum makan apa-apa. Aku bahkan tak tahu bagaimana rasanya mi bakso itu. Apa mi bakso itu enak? Seperti apa rasanya?” kubertanya antusias.
Kalau benar iya, semua makanan tadi seolah tak masuk-masuk ke perutku. Sejak kapan aku makannya?!
***
Keanehan kembali menyambarku begitu kumembeli minuman di sebuah ruko. Aku menunjuk sebuah botol minuman berwarna bening karena penasaran seperti apa rasanya. Setelah membayarnya, kuteguk minuman itu dan … hm, enak sekali rasanya! Segeeeerrr…
Tak cukup mencicipi minuman itu, kupandangi lagi sekitarku. Terdapat banyak produk makanan baru yang perlu dicoba, nih! Aromanya lezat-lezat, lagi. Menggiurkan! Kuberlari ke gerobak penjual yang menjual makanan berbentuk bulat yang ditusuk lidi.
Oke, selanjutnya ke warung yang menjual jajanan warna-warni di sana…
***
Astaga! Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Mengapa aku jadi seaneh ini? Aku pun mencoba mencari tahu ketidakberesan itu dengan … mengunjungi kembali warung tenda di tepi jalan sana. Sepertinya ketidakberesan yang terjadi padaku itu terjadi semenjak aku memesan salah satu menu di sini. Apa yang terjadi sebenarnya?
“Percuma! Warungnya tak bakalan buka-buka lagi,” tiba-tiba saja terdengar sebuah suara di belakangku. Rupanya aku sampai tak menyadari kalau ada orang selain aku di sini daritadi.
Kumenoleh ke belakang dengan wajah yang semakin menegang setelah mendengarnya dan melihat si pemabuk yang kutemui tempo hari lalu. Ia masih saja setia meneguk botol minumannya di tangan sampai sekarang. Entah itu minuman apa!
“Kau tampak begitu tegang. Dengar, apa kau juga kena kutuk darinya?” bisiknya blak-blakan.
Mendengarnya, mataku langsung saja terbelalak. Spontan saja kembali kutolehi dia. “Kena kutuk? Juga, katamu?”
“Iya, sama. Aku juga mengalami hal yang sama denganmu dulu,” katanya kemudian pandangannya pun menerawang ke langit-langit tenda. “Dulu, aku tak seberantakan ini. Tapi sejak aku bikin masalah dengannya, aku jadi seperti ini. Dulu aku pelanggan warung ini. Namun karena waktu itu aku sedang dalam pengaruh minuman keras, aku melakukan tindakan kriminil dan kekacauan di sini. Kuporak-porandakan warung ini dan tentu saja tanpa mau membayarnya, apalagi ganti rugi. Tak hanya itu, aku pun memukuli wajahnya sampai babak belur saking telernya waktu itu.”
“Terus kenapa kau bisa jadi kayak gini?”
Ia memandangi botol minuman kerasnya. “Dan akhirnya, ia pun mengutukku jadi begini. Ia menghadiahkan botol ini padaku dengan bertamu langsung ke rumahku setelah ia keluar dari rumah sakit karena kuhajar dulu. Itu karena ia tahu betul merek botol ini adalah miras favoritku. Tentu saja kumenerimanya dengan senang hati tanpa berpikir panjang lagi. Padahal seharusnya aku heran dan bertanya-tanya. Kenapa orang yang kusakiti malah mau memberi hadiah padaku. Mungkin karena waktu itu otakku buntu karena sudah diberi minuman favoritku segala dan hanya berpikir mungkin orang itu segan padaku dan hanya mau minta maaf lewat minuman ini, makanya aku langsung saja menerima pemberiannya dan tak bertanya-tanya lagi. Hanya saja, mana aku tahu kalau miras ini sudah dimantra-mantrai sebelumnya. Aku sama sekali tak menduga hal itu saking senangnya bisa mabuk-mabukan lagi. Otakku tak bisa berpikir jernih lagi!”
Dimantra-mantrai? Kuterbelalak dengan napas berat. Kuteringat minuman yang diberikan Pak Kentong sebagai menu awal sambil menunggu menu pesananku tiba. Jangan-jangan…
“Dan jadilah aku seperti ini sekarang. Sebagai seorang pemabuk berat. Aku hanya bisa meneguk minuman keras dari botol ini secara terus menerus karena airnya tak akan pernah ada habisnya.”
Bola mataku menggeliat tak karuan saking tegangnya. Kasihan sekali pemuda ini!
“Sejak saat itulah, tiap kali aku haus atau pun lapar, aku hanya bisa meneguk minuman keras ini agar bisa mati secara perlahan. Tiap kali aku datang pun, ia malah mengusirku dengan kasarnya. Padahal aku hanya ingin minta ampun padanya dan berjanji akan membayar dan ganti rugi akan kerusakan yang kuperbuat dulunya. Aku hanya ingin ia berbaik hati menarik kutukannya itu. Tapi ia tetap bersikukuh dan tak mau. Entah sampai kapan aku harus begini…,” sahutnya pilu sambil tertunduk. “Tentu saja kalau seringkali meminum minuman ini sebagai bahan pokok, akan merusak tubuh sendiri.”
Kurasa kutukanku masih jauh lebih ringan darinya karena masih bisa menikmati makanan apa pun meski aku lupa jenis makanan dan minuman apa itu. Sedangkan ia? Ia tak bisa lagi menikmati makanan dan minuman apa pun, selain miras!
Kutersenyum senang kemudian melirik botol minumannya lagi. “Eh, ngomong-ngomong rasa minuman kesayanganmu itu kayak apa, sih?” tanyaku spontan.
“Apa kau mau coba juga?” Pemuda itu kemudian menawarkan miras di tangannya.

(48) Nirmala's Dark Side



 Judul              : Nirmala’s Dark Side
Pengarang      : Lionira Prakasita, dkk
Ukuran           : A5
Tebal             : viii + 260 Halaman
Harga             : Rp. 80.000

PEMESANAN klik link : http://bit.ly/AEorder

Sinopsis:

Di dunia ini ada sisi yang berlawanan.
Hitam putih, gelap terang, baik jahat ….
Semua berbaur dan terkadang tak terduga.
Ini adalah kisah empat puluh rupa Nirmala. Ia yang berada dalam banyak sisi dan kadang berpindah dari sisi satu ke sisi yang lain. Penuh dengan misteri. Senyumnya begitu menawan, tetapi bisa sangat mematikan. Kau tak akan pernah tahu apa yang ada di balik punggungnya. Kau pun tak akan tahu, apakah Nirmala benar-benar ada, atau sebatas mitos dan khayalan manusia?
Namun, yang jelas kini Nirmala ada di belakang kalian.
-
Kontributor:
Juli Du Sutra, Ivana Puspa Dhuhita, Nurul Khoiriyah, Bagas Hirawan, Arikmah Kamal, Ellyca Susetyo, Ghea, Aswe, Viona Angelica, Geraldo Figo Hariyanto, Dinda Wulandari, Nadia Nade, Wahyu Alfarih, Ambali KP, Grace Solinia, Mutiara Sundari, Cendri Ayu, Greta GW, Felly Octaviani, Rosi Rosmala Dewi, Selpi Meilani, Shelly Octaviana, Thirteen, Andriana, Kaylila Dalta Fawwaza, Jenita Ardita Sella, Jae Kho, Lionira Prakasita, Dila Fazira, Siti Alfi Khusnia, Dewi Trisna Wati, Indah Tri Lestari, Izzatul Mila, Agus Suprayitno, Luluk Maghfiroh, Setya Ai Widi, Indana Najwa Ramadhani, Nikita Anisa, Saunichi Agus Sauchi, Meliseis Dhemewa