THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 29 Juli 2020

Password


Kumemutar otak mencari-cari kata kunci pintu ruang seminar itu. Gawat! Padahal sebentar pagi ruangan itu akan digunakan. Sayangnya kodenya terkunci karena ada yang salah akses. Kucoba-coba memecahkan kata kuncinya agar berfungsi kembali. Ruang seminar megah itu memang diamankan dengan kode kunci elektronik seperti itu karena peralatan di dalamnya mahal-mahal, jadi tak bisa pakai kunci biasa.

Tak kuduga, aku bisa memecahkan kode masuknya dengan menekan beberapa angka, padahal hanya iseng. Dan itu pun sekali coba. Aku berhasil! Pintu ruang seminar pun berhasil dibuka. Ruang seminar yang super megah itu pun tersaji.

Sementara untuk merayakan keberhasilanku ini, dengan bangganya aku berlari di sepanjang koridor sambil mengumumkan bahwa akulah yang berhasil membuka pintu ruang seminar itu. “Aku yang buka!”

Kepanikan para panitia pun berakhir. Sayangnya tak ada yang merespon hangat usahaku ini. Padahal berkat aku kan, seminar yang terancam batal ini bisa kembali diadakan nanti. Mereka semua kan gagal memecahkan kode, sementara dengan menggunakan kecerdasan ini, aku bisa mencoba sekali kode saja…

***

Tak bisa dipercaya, kode kunci ruang seminar ini akulah yang buka! Padahal hanya satpam yang tahu membukanya dan aku pun tak tahu dari dia kodenya. Iseng saja aku memasukkan nomornya.

Tapi tak ada yang tahu itu. Dan kali ini aku hadir ke ruang seminar megah itu sebagai peserta. Ruangan itu memang mengasyikkan dan nyaman. Kumelangkah mendekat kemudian melirik masuk. Seminarnya belum dimulai meski pembicaranya sudah ada di depan. Kucari-cari temanku agar bisa nyaman duduknya. Tapi aku duduk di mana, ya?

Terserah saja sih mau duduk di mana. Aku jadi pasrah saja karena sadar tak ada yang sungguh-sungguh mau menjadi temanku. Selama ini aku selalu sendirian. Tak apalah mau duduk di mana saja. Huft, padahal berkat jasaku kan ruang seminar ini bisa terbuka kembali. Tapi kenapa tak ada yang mau menjadi temanku, ya?

“Celine,” sapa salah seorang temanku di bagian depan. “Kamu duduk saja di sini,” ia menawarkan tempat untukku sementara ia lalu pindah.

Eh, kenapa? Padahal aku sudah memutuskan mau duduk di mana. Tapi aku terima saja. Kemudian aku masuk untuk duduk di sana sementara temanku yang cantik itu pindah ke suatu tempat. Kenapa ia menyerahkan tempat ini untukku? Aku diapit dua temanku. Dari sini aku bisa melihat-lihat siapa saja temanku yang duduk di ruang itu.

Jantngku berdegup kencang karena rupanya aku duduk di sebelah Alvi yang duduk paling ujung. Kenapa temanku itu meninggalkannya? Bukannya mereka akrab, ya? Hm, setahuku sih Alvi memang orangnya penyendiri juga sama seperti aku. Ia juga cantik meski suka mengenakan jaket kulit coklat sehingga ia tampak tomboi begitu.

Aku suka penampilannya itu. Siapa tahu saja kami bisa berteman. Diapit begini membuat meja bagianku terasa sempit, jadi aku tak memakainya untuk menulis. Biar saja kedua temanku yang memakainya sementara aku bersandar. Aku kan bisa memakai buku sebagai alas tulisku nanti.

Tapi kurasa di sini akan menyenangkan! Aku memang sudah lama ingin berkenalan dengan Alvi ini. Tak kusangka ada hikmahnya juga ya aku bisa duduk berdampingan dengannya. Dengan begini, aku bisa sedikit lebih mengenalnya.

Aku memang kesepian. Aku butuh teman yang mungkin juga sedang kesepian. Aku agak iba padanya karena ditinggal temannya. Apa ia mau jadi temanku, ya? Kuharap seminar ini bisa lebih lama lagi bersamanya meski aku diam-diam saja…

***

“Tahu nggak sih, aku singgah saja ke ruang seminar itu untuk bersembunyi. Iseng saja, sih!” kataku pada Alvi saat sudah di luar.

Akhirnya aku bisa berteman juga dengannya. Sesuai dugaanku, kami cocok!

“Kok bisa? Yang ikut seminar itu kan aku.”

“Kan di sana tak pakai kartu identitas peserta, jadi aku bisa menyelundup masuk. Lagian tak ada juga yang curiga, hehe.”

“Seminarnya masih jalan?”

“Tadi aku tunggu 2 jam belum dimulai-mulai juga. Huft! Lama banget, deh.”

Kemudian kami melangkah ke tempat fotokopian otomatis. Di sana kami bisa memfoto kopi secara mandiri asal punya kertas sendiri tentunya. 

***

https://mangatoon.mobi/id/detail/21279

hy, readers! mampir yuk ke karya novel THIRTEEN berikut di aplikasi NOVELTOON berjudul AKU BUKAN YU, merupakan kisah seru dan menegangkan tentang perjuangan merebut kembali identitas asli yang direbut oleh sahabat sendiri, berdarah-darah. silakan klik gambar kover di atas menuju link novelnya atau menuju aplikasinya langsung dan search. makasi dukungannya, readers! :=(D

SOULMATE DANCE - 3


Suasana perpustakaan masih terlihat sepi. Atar tengah sibuk mencari sesuatu di antara deretan buku di setiap rak. Namun spontan saja ia mengambil sebuah buku yang seharusnya tak berada di rak tersebut.

”Hm, buku puisi? Sepertinya menarik,” komentarnya. ”Tak ada salahnya kan kalo kupinjam. Mumpung buku yang kucari sepertinya tak ada di tempat.”

Dengan santainya Atar pun membawa buku tersebut. Namun tiba-tiba saja sesuatu meluncur keluar dari sela buku tersebut. Atar segera memungutnya. Sebuah kartu mahasiswa rupanya terselip dari sela lembaran buku tersebut, entah sudah berapa lama.

”Cakra...,” Atar membaca nama pemilik kartu mahasiswa tersebut. ”Dari Fakultas Ilmu Budaya. Aku harus segera menemukan pemilik kartu ini.” Atar pun segera pergi.

***

Suasana lingkungan rehabilitasi jauh berbeda dengan tertibnya lingkungan kampus yang penuh kedamaian. Coki sudah terbiasa oleh keadaan riuh tersebut, terutama saat istirahat makan siang. Ia sempat melamun memikirkan makan siangnya. Ia teringat makan siang yang pernah dibawakan oleh Kile tahun lalu. Mau tak mau, ia memang harus mengakui bahwa ia memang sedang merindukan kehadiran Kile. Dengan sendunya, ia memandangi makan siangnya, berharap bahwa Kile akan datang kembali menjenguknya membawakannya makanan kesukaannya lagi.

”Kile..,” rintihnya.

Akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari tempatnya menuju sel-nya. Ia jadi merasa tak punya nafsu makan mengingat kerinduannya pada Kile.

Sementara itu, di sebuah sel, empat pemuda tengah berkumpul mendiskusikan sesuatu.

”Aku benar-benar sudah tak tahan lagi berada di tempat seperti ini,” keluh salah seorang dari mereka yang bernama  Rob.

”Aku juga. Ya, meskipun hari kebebasan itu tinggal beberapa bulan lagi,” temannya—Sun—menimpali.

”Kalo saja aku nggak di sini, aku sudah lama menikah dengan pacarku,” komentar yang lainnya, yang bernama Rafi.

”Ya, kalo saja bukan gara-gara cewek itu!” seru sisanya emosi, yang bernama Gani. Tampangnya yang bengis mengekspresikan kebenciannya. ”Kalo saja bukan karena cewek itu, kita pasti sudah melanglang buana di dunia luar sana dengan penuh kebebasan!”

”Iya! Bukankah cewek itu yang sudah mengirim kita ke penjara ini dengan melaporkan kita pada polisi?” Sun yang telmi menimpali pula.

”Kalo nggak salah, namanya ... namanya—” Rob mengingat-ingat.

”Kile!” sebut Gani geram. ”Cewek itu temannya Coki. Gara-gara ia, hidup kita jadi begini!”

Ketiga rekannya mengangguk-angguk.

”Ini benar-benar tak bisa dibiarkan! Kita hidup terpenjara di sini, sementara ia merasakan bebasnya kehidupannya di luar sana. Benar-benar tak adil!” komentar Rafi mulai berang.

”Tapi kita kan memang salah,” ujar Sun polos kemudian disambut dorongan jidat oleh Rafi.

”Iya, sih. Kita memang salah. Tapi ngapain juga cewek itu ikut campur ama urusan kita? Yang mabuk kan kita-kita, en kita sama sekali nggak ngerugiin ia kan?” kata Rob nge-gas.

”Kau benar! Tak seharusnya cewek itu ikut campur urusan kita!” seru Gani. Tak lama, ia lalu tersenyum. ”Sebenarnya aku punya rencana. Sudah lama banget. Kalian pasti tertarik.”

”Apa itu?” tanya ketiga temannya antusias.

Gani menggerakkan telunjuknya sehingga ketiga temannya mendekatkan telinganya agar dapat mendengar suara bisikan Gani. ”Kita buat saja hari kebebasan kita sendiri,” ujarnya.

”Hah? Apa maksudmu?” tanya Sun bingung.

”Hari kebebasan kita sendiri itu maksudnya kabur, bego!” Rafi meluruskan.

Sun hanya mengangguk-angguk sambil melongo.

”Terus-terus?” Rob ingin mendengarkan kelanjutan dari rencana Gani.

Gani tersenyum licik. ”Sebenarnya aku sudah mendapatkan jalan keluar dari sini. Tenang, takkan ada yang tahu. Lalu begitu kita keluar dari penjara ini, ... kita beri pelajaran sama gadis itu!” Gani kemudian tersenyum bejat.

Ketiga temannya memekik tertahan mendengarkan pemaparan Gani yang cukup mengerikan itu.

”Kenapa? Kalian pastinya dendam kan sama gadis itu?” Gani bertanya memastikan. ”So, tak ada yang salah kan dengan rencanaku ini?”

”Betul juga, sih,” Rob setuju. Yang lain hanya mengangguk-angguk.

”Gimana? Kalian mau join, kan?” tawar Gani.

Ketiga temannya saling bertatapan.

”Duh, kalian nggak usah ragu gitu, deh! Percayakan saja semuanya padaku. Lagian tanpa bantuan kalian semua, usaha untuk kabur nggak akan berhasil. Jadi kita akan bagi tugas nanti. Oke?”

Akhirnya ketiga temannya menyetujui. ”Iya. Iya, deh!”

”Nah, pertama-tama yang harus kita lakukan...” Gani mulai memaparkan rencananya sementara ketiga temannya serius mendengarkan. Namun...

”Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya seseorang.

Keempat pemuda tadi tersentak kemudian berbalik dan melihat Coki di ambang pintu sel. Mereka langsung terlihat gugup.

”Eh—eh nggak ada apa-apa kok, Cok. Lagi ngumpul-ngumpul aja,” jawab Gani berusaha untuk tenang. ”Ngomong-ngomong sejak kapan kau berada di situ?”

”Baru aja,” jawab Coki tenang.

Ketiga temannya berprilaku aneh dan salah tingkah.

”Ingat, kalian nggak boleh menceritakan ini semua pada Coki,” bisik Gani pada ketiga temannya yang hanya bisa mengangguk-angguk.

”Apa yang kalian bisikkan?” tanya Coki penasaran.

”Hehehe,” Gani terkekeh gugup. ”Nggak, kok. Nggak,” sahutnya meyakinkan.

”Kalian nggak makan siang?” tanya Coki lagi.

”Kamu sendiri?” Sun balik bertanya.

Coki kemudian berjalan menuju ranjang dan merebahkan badannya. ”Saya sedang kurang enak badan. Jadi nggak nafsu makan,” ngakunya. Coki kemudian berbalik memunggungi mereka.

”Oh, kalo begitu, kami ke ruang makan dulu, ya,” pamit Gani. Mereka berempat segera meluncur ke ruang makan dengan gelagatnya yang aneh.

”Duh, gawat! Coki sempat mendengar percakapan kita tadi nggak, ya?”

”Bisa gawat nih kalo ia tahu.”

Gani hanya terdiam. Mimik wajahnya terlihat serius dan semuanya masih menjadi misteri.

Sementara itu di dalamnya selnya, Coki masih terlihat diam di kasurnya. Entah apa yang dipikirkannya...

***

https://mangatoon.mobi/id/detail/333845/episodes

hy, readers, kembali lagi dengan THIRTEEN dengan karya terbarunya pada novel genre horor berjudul TOK TOK TOK, temanya tentang ketindihan loh. hanya THIRTEEN yang berani mengambil tema yang lain daripada yang lain. yuk mampir sendiri dan rasakan bedanya dengan ngeklik gambar kover di atas menuju web MANGATOON atau lebih enaknya search aja di aplikasi NOVELTOON. makasih, readers! :=(D