Aku tak tahu siapa yang
telah melakukan ini padaku! Dengan kemahirannya menguasai teknologi komputer
tingkat atas, ada orang yang menghapus data penting di komputerku. Entah
bagaimana cara ia bisa menghapus riset-riset yang setengah mati kukerjakan itu
tanpa menyentuh komputerku. Entah bagaimana aksesnya ia bisa masuk ke jaringan
komputer pribadiku ini. Entah bagaimana caranya!
Padahal ini riset
penting! Tapi bagaimana dan siapa yang tega melakukan ini padaku?
Mentang-mentang menguasai teknologi komputer secanggih itu, ia semena-mena
menghapus data penelitianku ini. Apakah pelakunya adalah sainganku? Apa ia tak
ingin aku meraih keberhasilanku di sekolah dengan mempatenkan penelitianku ini?
Pasti!
Tapi jangan kira ia
bisa secanggih itu, ia seenaknya melakukan ini padaku. Jangan kira kau bisa
lolos! Maka dengan tak kalah canggihnya pula, kumengusut pelakunya lewat sebuah
data rahasia yang kudapatkan dari temanku sendiri yang minta dirahasiakan pula.
Dengan itu aku berhasil menyeleksi dan memilah-milah siapa yang paling
mencurigakan di antara mereka hanya dengan menggunakan data sederhana namun
rumit itu. Data itu akhirnya menunjukkanku pada satu orang…
“Putra!” kumendesiskan
nama itu sambil mendeliki seorang pemuda bertubuh tambun yang duduk paling
depan di kelas yang kemudian menyeringai brutal ke arahku.
Meski aku hanya
mendesiskan namanya, namun ia seolah mendengar dan meresponnya. Mata kami
beradu di udara. Ia tersenyum brutal seolah puas dan tak takut begitu ketahuan.
Dialah pelakunya! Seharusnya aku sudah menduga sebelumnya. Ia kan sinis sekali
akan penelitianku itu.
Aku harus memberinya
pelajaran! Benci sekali kulihat seringainya itu. Mentang-mentang menguasai cara
menghack data, ia dengan biadabnya melakukannya padaku. Tanpa segan dan karena
lepas kendali, kusamperin ia di kelas.
Ia cengar-cengir saja
sambil berdiri menghadapku. Ia tampak santai meladeniku. Tubuh besarnya
kemudian menabrak-nabrakku menantang. Tentu saja aku tak bisa melawannya dengan
tubuh sebesar itu. Tentu aku akan kalah tenaga tentunya. Dengan kasarnya ia
terus saja melawan dan menantangku. Ia berusaha menyakiti perasaanku ini.
Bagaimana caraku
melawannya? Sial! Menyebalkan sekali. Apa aku bisa melawannya, ya? Tapi aku
harus menang! Seolah melawan setan, kemudian kubacakan ayat suci Al Quran untuk
mengancamnya agar tak menzolimi orang lain. Ia memang seperti setan betulan,
meski sudah kuperingatkan dengan kitab suci, ia masih saja cengar-cengir
mengejek seperti itu.
Tak mempan! Sepertinya
ia memang setan yang perlu diberi pelajaran lebih.
“Untuk setan sepertimu
memang kebal ya sepertinya. Tapi ingat ya ilmu komputer itu milik Allah yang
kausalahgunakan. Ia pasti tak akan memaafkanmu!”
Ia malah semakin mengejek.
Entah bagaimana lagi cara menaklukannya agar ia mempertanggungjawabkan
perbuatannya padaku. Jujur saja aku marah sekali akan perbuatannya itu.
Bagaimana cara melawan setan ini, ya? Setan yang ini memang canggih dan
menyebalkan!
Teman-teman di sekitarku
tak berani melawannya. Franki, teman yang kumaksud memberiku data pelakunya,
kemudian mendekatiku sambil memberikan sebuah FD. Tadi kan ia masih di depan
komputer dan ia mengeluarkan fd itu untukku. Ia memberiku program data yang
bisa kurancang ulang nanti untuk tugas yang datanya sudah dihilangkan oleh
Putra tadi. Ya, semacam templet lah!
Tak kuduga ia mau
berbaik hati memberikannya padaku. Tak seharusnya lagi kan aku marah karena aku
masih punya banyak waktu untuk mengerjakannya. Namun ekspresi bengal Putra pun
berubah. Wajahnya cemberut penuh kedengkian.
Tanpa peduli ada banyak
mata menyaksikannya, ia berusaha merebut fd itu dariku. Tentu saja
kupertahankan habis-habisan. Mana bisa kukorbankan begitu saja untuk orang
jahat sepertinya itu? Jahat sekali ia ingin menghancurkanku seperti ini.
Sialan!
Ia tahu yang lain tak
ada yang berani mencekalnya, maupun protes. Ia jadi seenaknya begitu meski di
depan umum. Ia tak ragu menindasku demi mendapatkan fd itu dariku. Aku tahu
teman-teman lainnya tak setuju ulah Putra itu dan hanya bisa berdoa dalam hati
agar aku memenangkan kompetisi ini. Tak ada yang berani melawan Putra yang
sangat kasar. Belum lagi ilmu komputernya seperti dukun canggih segala.
Ini sih seperti
penjajah saja! Kuberlari sepanjang koridor di luar sana. Ia mengejarku kemudian
berhasil mendekapku. Dengan rakusnya tangannya berusaha menjamah fd di
tanganku. Sial, kami adu kekuatan di sini. Ia begitu ngotot dan tanpa ragu
melakukan kejahatan di tempat semulia seperti ini. Dari kelakuannya saja tak berpendidikan
begini, kenapa ia bisa ada di sini hanya karena cerdik? Ia benar-benar sangat
licik!
“Hei, lihat! Ada bu
guru!” teriakku sambil mengadu kekuatan dengannya.
Eh, ia tetap tak
bereaksi! Matanya sudah gelap mengincar fd itu dariku. Ia menarik-narik bajuku
dengan gusarnya. Tak kalah semangat, kujatuhkan ia yang sudah mulai goyah
karena amarah. Padahal ada bu guru loh di ujung koridor sana. Ia gila juga, ya!
Untung saja bu guru
segera menyadari pertengkaran kami. Ia berhenti menyerangku, tapi aku tak perlu
repot-repot mengakhirinya karena aku sudah sebegitu pasifnya. Ia langsung
menghampiri kami dan menegur kami karena berkelahi. Kami malah disuruh
menghadap.
***
Duh, entahlah! Padahal
aku kan anak baik. Putra terus saja mengincar fd itu, tapi tak akan kubiarkan
ia berhasil. Ia selalu saja mengacak-ngacak kamarku demi mendapatkannya. Ia tak
tahu di mana kusembunyikan benda itu. Tentu saja aku tak sebodoh itu. Aku tak
mungkin membiarkannya semudah itu mendapatkannya.
Begitu hari Sabtu malam
tiba, diam-diam saja kumengacak-acak tempat sampah basah di koridor. Kemarin
dulu sih, aku memang menyimpannya diam-diam ke sana sebelum memasuki ruang guru
bersama Putra. Dengan begitu, ia tak akan bisa merebutnya lagi dariku.
Aku tak peduli
orang-orang memperhatikanku. Duh, di mana ya fd-nya? Di sana aku menyimpan
beberapa fd. Tapi kok hanya satu sih, mana punya Franki? Aku memang sengaja
menggandakannya, takutnya ada yang hilang!
Syukurlah, aku
menemukannya di dasar tempat sampah karena fd nya yang kecil. Untung saja
siasatku ini tak terbacanya. Oh ya, sebaiknya aku mengembalikan fd ini pada
Franki karena sudah kusalin ke fd-ku sendiri. Tapi aku mengurungkan niatku
begitu mengingat, Franki kan sekamar dengan Putra di asrama. Makanya, ia bisa
dengan mudahnya mendapat data tentang aktivitas mencurigakan Putra. Sebaiknya
aku tak ke sana dulu. Putra pasti menungguiku di sana. Putra pasti lagi
memeriksa kamarnya bersama Franki juga. Gawat!
Maka seperti biasanya
di hari Sabtu, pada malam hari, aku biasa berjalan-jalan lewat klub malam di belakang.
Di sana ramai karena ada banyak orang yang nongkrong di sana. Aku biasanya
bergembira ria dan berpesta di sana belakangan ini. Hitung-hitung isi waktulah
sementara sekiranya Putra meninggalkan kamarnya dan aku bisa mengembalikan fd
ini pada Franki.
Kuberjalan-jalan di
tempat remang-remang itu. Ya, biasalah mungkin ini bukan tempat orang
baik-baik. Aku tak pedulikan pandangan orang-orang. Yang kupikirkan sambil
jalan adalah Franki. Ia orang yang berhati lembut dan lemah. Kuingat dulu, ia
mengeluhkan padaku tentang Putra yang merebut tugasnya untuk sontekan. Ia
menyerahkannya begitu saja setelah tangannya dilukai. Ia tak berani melapor.
Hal itu baru kuketahui setelah melihat tangannya diperban. Kasar sekali Putra
itu! Beraninya ia melakukan hal itu pada Franki yang malah pasrah-pasrah saja.
Kasihan Franki bisa
punya teman sekamar seperti itu. Aku memikirkannya karena ia begitu baik
padaku. Semoga saja ia baik-baik saja. Makanya aku tak bisa mengembalikan fd
ini padanya. Aku tak tega jika Putra sampai menekan dan melukai orang sebaik
itu lagi. Kan kasihan!
Aku terus melangkah
hingga di parkiran. Tiba-tiba saja Putra meneriakiku begitu mengenaliku. Aku
pura-pura tak dengar dan terus melangkah dengan hoodie yang terkenakan di kepalaku. Aku melangkah gontai.
“Peter!” ia
memekik-mekik. Ia berusaha mengejarku, namun aku tahu di sudut mataku ia malah
ditahan oleh teman-temannya.
“Hei, mau ke mana kau?
Bayar dulu hutangmu!”
Kuterkikik. Kasihan
sekali ia! Aku seolah dibela oleh kawanannya sendiri. Haha, jadi menikung,nih?
Aku terus berjalan santai sambil mengingat sesuatu. Aku memang sudah lama tak
berada di kamar asrama. Aku tahu ia mengacak-acak kamarku dari teman-temanku
sendiri. Aku tidur di tempat lain. Ia mencariku di sana.
Tapi tiap Sabtu, aku
nongkrong di sini. Aku suka berada di sini akhir pekan dan itu pasti sampai ke
telinganya. Dan akhirnya ia menemukanku di sini, tapi kujamin ia tak akan
berani mendapatkanku karena aku memang sudah merencanakan sesuatu untuknya
yaitu hutang-hutangnya. Ya, kukendalikan saja hal itu untuk mengekangnya
dariku.
Aku terus berjalan.
Mungkin ini adalah pembalasan baginya karena ia sudah menzolimiku dan kurang
ajar. Sekarang aku tahu ia sudah tak pede lagi mengejekku. Aku tak kunjung
berhenti begitu mobil hitam berhenti di belakangku.
Haha, mobilnya Putra!
Rupanya ia tak menyerah juga. Dengan santainya aku terus saja melangkah.
Sepertinya bakalan seru juga, nih! Aku tunggu ia mau berbuat apa. Ia pun keluar
dari mobilnya dengan gusar. Tampak wajah kekalahan di sana. Lihat saja nanti
bagaimana ia akan menghadapiku. Aku sudah siap mengurusnya di sini sekarang
juga!
***
hy, readers karya-karya THIRTEEN. ini ada novel horor karya terbaru THIRTEEN berjudul TOK TOK TOK di aplikasi/web NOVELTOON/MANGATOON. kisahnya unik dan lain daripada yang lain karena menceritakan tentang kengerian saat ketindihan. yuk simak dengan klik gambar kover di atas menuju novelnya :=(D
0 komentar:
Posting Komentar