THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 15 Juli 2020

Hacker



Aku tak tahu siapa yang telah melakukan ini padaku! Dengan kemahirannya menguasai teknologi komputer tingkat atas, ada orang yang menghapus data penting di komputerku. Entah bagaimana cara ia bisa menghapus riset-riset yang setengah mati kukerjakan itu tanpa menyentuh komputerku. Entah bagaimana aksesnya ia bisa masuk ke jaringan komputer pribadiku ini. Entah bagaimana caranya!

Padahal ini riset penting! Tapi bagaimana dan siapa yang tega melakukan ini padaku? Mentang-mentang menguasai teknologi komputer secanggih itu, ia semena-mena menghapus data penelitianku ini. Apakah pelakunya adalah sainganku? Apa ia tak ingin aku meraih keberhasilanku di sekolah dengan mempatenkan penelitianku ini? Pasti!

Tapi jangan kira ia bisa secanggih itu, ia seenaknya melakukan ini padaku. Jangan kira kau bisa lolos! Maka dengan tak kalah canggihnya pula, kumengusut pelakunya lewat sebuah data rahasia yang kudapatkan dari temanku sendiri yang minta dirahasiakan pula. Dengan itu aku berhasil menyeleksi dan memilah-milah siapa yang paling mencurigakan di antara mereka hanya dengan menggunakan data sederhana namun rumit itu. Data itu akhirnya menunjukkanku pada satu orang…

“Putra!” kumendesiskan nama itu sambil mendeliki seorang pemuda bertubuh tambun yang duduk paling depan di kelas yang kemudian menyeringai brutal ke arahku.

Meski aku hanya mendesiskan namanya, namun ia seolah mendengar dan meresponnya. Mata kami beradu di udara. Ia tersenyum brutal seolah puas dan tak takut begitu ketahuan. Dialah pelakunya! Seharusnya aku sudah menduga sebelumnya. Ia kan sinis sekali akan penelitianku itu.

Aku harus memberinya pelajaran! Benci sekali kulihat seringainya itu. Mentang-mentang menguasai cara menghack data, ia dengan biadabnya melakukannya padaku. Tanpa segan dan karena lepas kendali, kusamperin ia di kelas.

Ia cengar-cengir saja sambil berdiri menghadapku. Ia tampak santai meladeniku. Tubuh besarnya kemudian menabrak-nabrakku menantang. Tentu saja aku tak bisa melawannya dengan tubuh sebesar itu. Tentu aku akan kalah tenaga tentunya. Dengan kasarnya ia terus saja melawan dan menantangku. Ia berusaha menyakiti perasaanku ini.

Bagaimana caraku melawannya? Sial! Menyebalkan sekali. Apa aku bisa melawannya, ya? Tapi aku harus menang! Seolah melawan setan, kemudian kubacakan ayat suci Al Quran untuk mengancamnya agar tak menzolimi orang lain. Ia memang seperti setan betulan, meski sudah kuperingatkan dengan kitab suci, ia masih saja cengar-cengir mengejek seperti itu.

Tak mempan! Sepertinya ia memang setan yang perlu diberi pelajaran lebih.

“Untuk setan sepertimu memang kebal ya sepertinya. Tapi ingat ya ilmu komputer itu milik Allah yang kausalahgunakan. Ia pasti tak akan memaafkanmu!”

Ia malah semakin mengejek. Entah bagaimana lagi cara menaklukannya agar ia mempertanggungjawabkan perbuatannya padaku. Jujur saja aku marah sekali akan perbuatannya itu. Bagaimana cara melawan setan ini, ya? Setan yang ini memang canggih dan menyebalkan!

Teman-teman di sekitarku tak berani melawannya. Franki, teman yang kumaksud memberiku data pelakunya, kemudian mendekatiku sambil memberikan sebuah FD. Tadi kan ia masih di depan komputer dan ia mengeluarkan fd itu untukku. Ia memberiku program data yang bisa kurancang ulang nanti untuk tugas yang datanya sudah dihilangkan oleh Putra tadi. Ya, semacam templet lah!

Tak kuduga ia mau berbaik hati memberikannya padaku. Tak seharusnya lagi kan aku marah karena aku masih punya banyak waktu untuk mengerjakannya. Namun ekspresi bengal Putra pun berubah. Wajahnya cemberut penuh kedengkian.

Tanpa peduli ada banyak mata menyaksikannya, ia berusaha merebut fd itu dariku. Tentu saja kupertahankan habis-habisan. Mana bisa kukorbankan begitu saja untuk orang jahat sepertinya itu? Jahat sekali ia ingin menghancurkanku seperti ini. Sialan!

Ia tahu yang lain tak ada yang berani mencekalnya, maupun protes. Ia jadi seenaknya begitu meski di depan umum. Ia tak ragu menindasku demi mendapatkan fd itu dariku. Aku tahu teman-teman lainnya tak setuju ulah Putra itu dan hanya bisa berdoa dalam hati agar aku memenangkan kompetisi ini. Tak ada yang berani melawan Putra yang sangat kasar. Belum lagi ilmu komputernya seperti dukun canggih segala.

Ini sih seperti penjajah saja! Kuberlari sepanjang koridor di luar sana. Ia mengejarku kemudian berhasil mendekapku. Dengan rakusnya tangannya berusaha menjamah fd di tanganku. Sial, kami adu kekuatan di sini. Ia begitu ngotot dan tanpa ragu melakukan kejahatan di tempat semulia seperti ini. Dari kelakuannya saja tak berpendidikan begini, kenapa ia bisa ada di sini hanya karena cerdik? Ia benar-benar sangat licik!

“Hei, lihat! Ada bu guru!” teriakku sambil mengadu kekuatan dengannya.

Eh, ia tetap tak bereaksi! Matanya sudah gelap mengincar fd itu dariku. Ia menarik-narik bajuku dengan gusarnya. Tak kalah semangat, kujatuhkan ia yang sudah mulai goyah karena amarah. Padahal ada bu guru loh di ujung koridor sana. Ia gila juga, ya!

Untung saja bu guru segera menyadari pertengkaran kami. Ia berhenti menyerangku, tapi aku tak perlu repot-repot mengakhirinya karena aku sudah sebegitu pasifnya. Ia langsung menghampiri kami dan menegur kami karena berkelahi. Kami malah disuruh menghadap.

***

Duh, entahlah! Padahal aku kan anak baik. Putra terus saja mengincar fd itu, tapi tak akan kubiarkan ia berhasil. Ia selalu saja mengacak-ngacak kamarku demi mendapatkannya. Ia tak tahu di mana kusembunyikan benda itu. Tentu saja aku tak sebodoh itu. Aku tak mungkin membiarkannya semudah itu mendapatkannya.

Begitu hari Sabtu malam tiba, diam-diam saja kumengacak-acak tempat sampah basah di koridor. Kemarin dulu sih, aku memang menyimpannya diam-diam ke sana sebelum memasuki ruang guru bersama Putra. Dengan begitu, ia tak akan bisa merebutnya lagi dariku.

Aku tak peduli orang-orang memperhatikanku. Duh, di mana ya fd-nya? Di sana aku menyimpan beberapa fd. Tapi kok hanya satu sih, mana punya Franki? Aku memang sengaja menggandakannya, takutnya ada yang hilang!

Syukurlah, aku menemukannya di dasar tempat sampah karena fd nya yang kecil. Untung saja siasatku ini tak terbacanya. Oh ya, sebaiknya aku mengembalikan fd ini pada Franki karena sudah kusalin ke fd-ku sendiri. Tapi aku mengurungkan niatku begitu mengingat, Franki kan sekamar dengan Putra di asrama. Makanya, ia bisa dengan mudahnya mendapat data tentang aktivitas mencurigakan Putra. Sebaiknya aku tak ke sana dulu. Putra pasti menungguiku di sana. Putra pasti lagi memeriksa kamarnya bersama Franki juga. Gawat!

Maka seperti biasanya di hari Sabtu, pada malam hari, aku biasa berjalan-jalan lewat klub malam di belakang. Di sana ramai karena ada banyak orang yang nongkrong di sana. Aku biasanya bergembira ria dan berpesta di sana belakangan ini. Hitung-hitung isi waktulah sementara sekiranya Putra meninggalkan kamarnya dan aku bisa mengembalikan fd ini pada Franki.

Kuberjalan-jalan di tempat remang-remang itu. Ya, biasalah mungkin ini bukan tempat orang baik-baik. Aku tak pedulikan pandangan orang-orang. Yang kupikirkan sambil jalan adalah Franki. Ia orang yang berhati lembut dan lemah. Kuingat dulu, ia mengeluhkan padaku tentang Putra yang merebut tugasnya untuk sontekan. Ia menyerahkannya begitu saja setelah tangannya dilukai. Ia tak berani melapor. Hal itu baru kuketahui setelah melihat tangannya diperban. Kasar sekali Putra itu! Beraninya ia melakukan hal itu pada Franki yang malah pasrah-pasrah saja.

Kasihan Franki bisa punya teman sekamar seperti itu. Aku memikirkannya karena ia begitu baik padaku. Semoga saja ia baik-baik saja. Makanya aku tak bisa mengembalikan fd ini padanya. Aku tak tega jika Putra sampai menekan dan melukai orang sebaik itu lagi. Kan kasihan!

Aku terus melangkah hingga di parkiran. Tiba-tiba saja Putra meneriakiku begitu mengenaliku. Aku pura-pura tak dengar dan terus melangkah dengan hoodie yang terkenakan di kepalaku. Aku melangkah gontai.

“Peter!” ia memekik-mekik. Ia berusaha mengejarku, namun aku tahu di sudut mataku ia malah ditahan oleh teman-temannya.

“Hei, mau ke mana kau? Bayar dulu hutangmu!”

Kuterkikik. Kasihan sekali ia! Aku seolah dibela oleh kawanannya sendiri. Haha, jadi menikung,nih? Aku terus berjalan santai sambil mengingat sesuatu. Aku memang sudah lama tak berada di kamar asrama. Aku tahu ia mengacak-acak kamarku dari teman-temanku sendiri. Aku tidur di tempat lain. Ia mencariku di sana.

Tapi tiap Sabtu, aku nongkrong di sini. Aku suka berada di sini akhir pekan dan itu pasti sampai ke telinganya. Dan akhirnya ia menemukanku di sini, tapi kujamin ia tak akan berani mendapatkanku karena aku memang sudah merencanakan sesuatu untuknya yaitu hutang-hutangnya. Ya, kukendalikan saja hal itu untuk mengekangnya dariku.

Aku terus berjalan. Mungkin ini adalah pembalasan baginya karena ia sudah menzolimiku dan kurang ajar. Sekarang aku tahu ia sudah tak pede lagi mengejekku. Aku tak kunjung berhenti begitu mobil hitam berhenti di belakangku.

Haha, mobilnya Putra! Rupanya ia tak menyerah juga. Dengan santainya aku terus saja melangkah. Sepertinya bakalan seru juga, nih! Aku tunggu ia mau berbuat apa. Ia pun keluar dari mobilnya dengan gusar. Tampak wajah kekalahan di sana. Lihat saja nanti bagaimana ia akan menghadapiku. Aku sudah siap mengurusnya di sini sekarang juga!

***

https://mangatoon.mobi/id/detail/333845

hy, readers karya-karya THIRTEEN. ini ada novel horor karya terbaru THIRTEEN berjudul TOK TOK TOK di aplikasi/web NOVELTOON/MANGATOON. kisahnya unik dan lain daripada yang lain karena menceritakan tentang kengerian saat ketindihan. yuk simak dengan klik gambar kover di atas menuju novelnya :=(D

0 komentar: