Karena perasaan
berdosanya itulah—10 tahun kemudian—ia memutuskan untuk meninggalkan keluarga
bahagianya demi mencari-cari keberadaan keluarga rahasianya itu. Entah berada
di mana mereka sekarang. Perasaan menyesal selalu melingkupinya setelah 5 tahun
mencari hingga sekarang. Ia sama sekali tak mendapatkan hasilnya dan akhirnya
memutuskan untuk kembali ke keluarga yang sudah ditinggalkannya selama 5 tahun
itu.
Bu Sonia menghela air
matanya. Ia benar-benar menyesal sudah menyerahkan bayi pertamanya pada pemuda
itu. Ia berpikiran seandainya saja ia ikut membawa bayinya itu, bayinya pasti
akan tumbuh menjadi seorang pemuda berusia 16 tahun sekarang. Tapi sekali lagi,
ia benar-benar terlambat menyadari kesalahan fatalnya itu. Perasaan kehilangan
pun terus menghantuinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya ia beranjak
meninggalkan stasiun. Ia mendongak dan memandangi langit yang sudah mulai
gelap. Ia harus segera mencari penginapan karena tempat tinggalnya masih jauh
dan sulit untuk mencari taksi di tempat itu, apalagi di malam hari.
Bu Sonia mempercepat
langkahnya ketika seorang berandalan mabuk menjahilinya. Untung saja ia bisa
menghindar. Namun begitu tiba di tikungan, ia malah bertabrakan dengan pemuda
lain. Rupanya seorang pengamen jalanan yang sedang menenteng sebuah gitar.
Barang-barang Bu Sonia pun
berjatuhan. Ia sempat panik karena takut akan bertemu dengan preman jalanan
lagi, makanya ia buru-buru memungut kembali barang-barangnya. Akan tetapi,
pemuda belia tadi lalu membantu memunguti barang-barangnya yang terjatuh. Bu Sonia
terperangah. Rupanya pemuda belia yang ditabraknya itu tak berbahaya seperti
yang disangkanya tadi, meskipun penampilannya acak-acakan—tak jauh seperti anak
berandalan mabuk yang menjahilinya tadi.
Tapi pemuda itu tak
langsung menyerahkan barang-barangnya pada Bu Sonia. Ia tersenyum pada wanita
itu begitu keduanya saling berhadapan. “Malam-malam begini, Anda mau ke mana?
Ada yang bisa saya bantu?” ia menawarkan bantuan dengan nada suaranya yang terdengar
menyenangkan.
“Saya mencari
penginapan, Nak! Kamu tahu ada di sekitar mana?”
“Oh, tak jauh dari sini
kok! Biar kuantarkan Anda ke sana. Mari,” ajaknya sopan sambil membawakan
barang-barang Bu Sonia.
Kebaikan hati pemuda
belia itu membuat hatinya tersentuh. Sambil menuju penginapan tersebut, mereka
pun bercakap-cakap di bawah sinar lampu yang mereka lewati.
“Jadi Nyonya tak bisa
pulang langsung karena tak ada taksi malam-malam begini, ya? Iya, benar,
Nyonya! Memang sudah larut malam begini sebaiknya cari penginapan saja. Di sekitar
sini angker karena banyak pemabuknya.”
Bu Sonia hanya mengangguk-angguk
saja. “Kau mengingatkan Ibu pada putra Ibu di rumah. Sepertinya usia kalian
sepantaran,” komentar Bu Sonia sambil mengamati postur tubuh pemuda itu.
“Oh, ya? Putra Anda
pasti bahagia memiliki ibu secantik Anda,” komentar pemuda itu simpel. Tampak
sebuah tato bergambarkan kunci G di tengkuknya.
“Tapi sayangnya, Ibu
sudah meninggalkannya selama 5 tahun,” curhat wanita itu sedih.
“Kenapa?” pemuda itu
bertanya sambil mengernyit.
“Itu karena Ibu harus
mencari seseorang. Makanya Ibu baru bisa pulang sekarang.”
“Ketemu orangnya?”
Bu Sonia terdiam dengan
raut wajah yang semakin murung. Tangisnya hampir saja pecah.
Pemuda tadi jadi
menyesal sudah mempertanyakannya. “Maaf ya, Nyonya! Sepertinya aku sudah
terlalu banyak bicara.”
Bu Sonia menggeleng-gelengkan
kepalanya. “Oh, tidak! Tidak apa-apa. Malahan bagus karena Ibu kan sedang butuh
teman curhat.”
Mendengar itu, pemuda
itu jadi tampak lega.
“Oh, iya! Ibumu juga
pasti bahagia memiliki putra sepertimu,” komentar Bu Sonia mengalihkan suasana.
Pemuda itu sempat
tersentak mendengarnya. Tapi ia memaksakan untuk tetap tersenyum dan tak
memberikan respon apa-apa.
Akhirnya tibalah mereka
di depan sebuah penginapan. “Nah, kita sudah sampai! Ini penginapannya,” kata
pemuda itu sambil menurunkan barang-barangnya.
“Terima kasih, anak
muda! Kalau tidak bertemu denganmu, entah bagaimana jadinya.”
“Iya! Kembali. Senang
membantu Anda. Permisi,” pamit pemuda itu sambil menganggukkan kepalanya
sedikit merendah.
“Tu-tunggu dulu!” cegat
Bu Sonia. Ia buru-buru mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya. “Terimalah
ini!” katanya sambil memberikan uang itu padanya.
“Ti-tidak perlu, Nyonya!
Aku ikhlas kok melakukannya!” tapi pemuda itu malah buru-buru menolaknya.
“Tidak apa-apa. Ibu
juga ikhlas, kok. Terimalah!” Ia lalu menarik jemari pemuda itu dan menyimpan
uang itu di genggamannya.
Pemuda itu tampak
senang begitu melihat jumlahnya, meskipun ia juga segan menerimanya. “Te-terima
kasih! Seharusnya Anda kan tak perlu memberi sebanyak ini. Aku kan hanya
mengantar saja,” katanya malu-malu.
“Tidak apa-apa! Karena
kamu baik hati, Ibu jadi tak ragu lagi untuk memberikannya padamu.”
Pemuda itu menggigit
bibirnya sambil tersipu malu. “Sekali lagi, terima kasih ya, Nyonya! Aku pergi
dulu. Permisi,” katanya sambil berlalu.
“Ya, hati-hati ya!” Bu Sonia
pun kembali melanjutkan langkahnya ke dalam. Akan tetapi, ia langsung berbalik
lagi begitu melupakan sesuatu. “Tunggu anak muda, siapa namamu?”
Akan tetapi, pemuda
bergitar itu sudah menghilangkan jejaknya…
***
hy! karya novel horor misteri THIRTEEN hadir lagi loh, kali ini disuguhkan di aplikasi NOVELTOON yang mengisahkan tentang perjalanan unik seorang gadis setelah mengalami ketindihan, suatu tema yang belum pernah diangkat sebelumnya. silakan baca kisah-kisah ketindihanku dengan ngeklik gambar kover TOK TOK TOK ini ya. makasi readers! :=(D
0 komentar:
Posting Komentar