THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 25 September 2020

The Rescuer

 


Kenangan itu masih terlintas di benaknya. Kenangan di mana ia masih duduk di bangku kuliah semester dua bersama dengan kedua sahabat baiknya. Mereka bertiga sudah bersahabat sejak bangku SMA dan memutuskan untuk kuliah di tempat yang sama pula. Syukurlah, takdir kembali menyatukan mereka kembali dengan lulusnya mereka dalam status kemahasiswaan di universitas yang sama, meskipun menghuni fakultas yang berbeda…

Siang itu, dua tahun silam…

Wusssh… Angin bertiup sepoi-sepoi mengibarkan rambut ketiga gadis cantik yang tengah mengamati sebuah pamflet di mading.

“Wuah! Seandainya saja masih bisa menerima calon anggota baru, aku ingin sekali bisa berlatih di klub bela diri ini!” seru Zohra, seorang gadis yang periang dan berasal dari Fakultas FISIP.

Seorang gadis berkuncir yang berada di tengah hanya terpaku menatap pamflet di mading tersebut tanpa ekspresi.

“Heh! Kita tak punya banyak waktu untuk mengamati pamflet bela diri ini! Apa untungnya masuk klub bela diri? Mending kita jalan saja. Bukankah kita sudah janjian untuk beli buku bareng?” tegur gadis yang satunya, seorang gadis yang berwajah sinis sambil melipat tangan. Ia berasal dari Fakultas Sastra.

“Ehem ehem!”

Suara deheman tersebut spontan membuat ketiga gadis itu berbalik. Seorang pemuda tampan berpakaian seragam bela diri tersenyum pada mereka semua.

“Siapa bilang masuk klub bela diri nggak ada untungnya?” tegurnya.

Muka gadis berwajah sinis yang bernama Niken itu memerah dan takjub melihat ketampanan pemuda itu. Niken hanya bisa terdiam dan menunduk malu.

“Nama saya David, angkatan 2004 dari Fakultas Hukum,” ujar pemuda itu memperkenalkan diri. “Saya sudah belajar bela diri di sini selama dua tahun. Dan sekarang, aku sudah dapat melatih anak-anak kecil yang mau belajar di sini. Masuk bela diri ini mengasyikkan, lho! Seru, lagi. Dengan bela diri, kalian bisa melindungi diri kalian sendiri maupun orang lain.”

“Betuuul! Aku sepakat dengan Kakak,” Zohra mendukung pernyataan David.

David kemudian berpaling ke arah Zohra. “Ah! Kamu. Aku dengar kamu bilang ingin masuk klub ini, kan?”

Zohra mengangguk cepat dengan antusias.

“Apa yang mendorongmu ingin masuk?” Tanya David.

“Aku … aku bangga saja dengan kebudayaan bangsa saya sendiri, termasuk seni bela diri. Aku ingin sekali mempelajarinya karena menurutku bela diri asli Indonesia itu keren-keren!”

David mengangguk-angguk sambil tersenyum senang. “Ternyata kamu sependapat dengan saya. Baiklah, saya buka pendaftaran untuk kamu. Kalo boleh, ajak teman-teman kamu ini.”

“Benarkah?” Mata Zohra berbinar-binar. “Tapi…” Dia kemudian memandangi kedua temannya yang dinilainya tak berminat itu.

“Ok. Jika beminat, silakan ambil formulirnya di PKM Pencak Silat. Sudah, ya. Permisi.”  David pun melangkah pergi.

Sekarang tinggallah mereka bertiga dalam kebisuan. Sekali lagi angin berhembus.

“Gimana? Mau join jalan aku, nggak? Nggak seru lho tanpa kalian berdua,” ujar Zohra lesu.

“Mau! Mau! Mau!” pekik Niken.

Zohra terkejut mendengar pernyataan tak terduga yang tiba-tiba saja keluar dari mulut Niken itu.

“Kenapa tiba-tiba begini kamu berubah?! Bukankah mulanya kamu tak berminat?” tegur Zohra bingung.

“Ah, sudahlah! Aku berubah pikiran. Yang penting sekarang kan aku mau ikut kamu!” Niken kemudian menggandeng tangan Zohra.

Mereka kemudian memandangi temannya yang berambut kuncir yang daritadi hanya diam saja.

“Ay, bagaimana dengan kamu? Mau join sama kami, nggak?” Tanya Zohra.

Gadis berkuncir yang bernama Aya itu terdiam sejenak. “Sebenarnya aku tak begitu tertarik dengan seni bela diri apa pun juga. Aku … aku mau … aku mau masuk…”

“Mau masuk klub apa?” Tanya Zohra penasaran.

“Aku ingin mengikuti kegiatan kemanusiaan. Aku mau jadi tenaga sukarelawan!” seru Aya serius.

Kedua temannya saling berpandangan. “Hah?!”

“Heh! Kemanusiaan? Apa untungnya? Tidak dibayar, lagi. Kamu bisa rugi lho!” komentar Niken. “Cape, deh!”

Zohra menepuk pundak Aya. “Ay, aku mendukung keinginan kamu itu. Tapi jadi sukarelawan itu nggak gampang, lho. Apa mental kamu siap dicoba? Misalnya di daerah bencana yang akan banyak sekali hal-hal menyedihkan yang bisa membuatmu stres bahkan gila! Kakakku pernah mengalaminya, Ay. Mending kamu ikut kami. Iya nggak, Ken?”

Niken cuek saja.

Aya kelihatan berpikir. Ia merenung, lalu membatin, “Mungkin nggak ada salahnya jika aku ikut mereka di klub bela diri. Ya, mumpung sambil terus mencari organisasi yang bisa mewadahiku. Kenapa tidak aku mencobanya? Daripada mereka seru-seruan sendiri tanpaku. Aku ingin terus bersama-sama dengan mereka.”

Akhirnya Aya mengangguk sambil tersenyum lebar. “Iya. Aku mau ikut kalian.”

Zohra menyambutnya dengan senyum lega. Niken hanya tersenyum tipis.

“Ya, udah. Kalo begitu, ayo buruan kita daftar!” seru Zohra dengan penuh semangat sambil menarik tangan Aya dan Niken.

Mereka bertiga pun meluncur untuk mendaftarkan diri mereka sebagai calon anggota klub bela diri pencak silat. Mereka tak pernah menyangka bahwa kebersamaan mereka itu akan segera berakhir seiring dengan berjalannya waktu.

***

 

Suasana pagi itu masih sepi. Udara masih terlihat berembun sehingga dinginnya pagi itu membuat orang-orang lebih memilih untuk tidur daripada beraktvitas. Hanya terlihat beberapa orang saja yang tengah sibuk di tengah-tengah cuaca dingin tersebut di sekitar perkemahan.

Sebuah mobil kemudian berhenti di sekitar perkemahan tersebut. Seorang gadis berkuncir kemudian turun dari mobil tersebut sambil menggandeng ranselnya. Ia mengamati suasana sekitarnya. Ia sedang berada di tengah-tengah lapangan berumput yang basah. Di sana terdapat beberapa perkemahan yang terlihat masih sepi.

Namun di balik salah satu kemah tersebut terlihat seorang pemuda yang sedang sibuk memperbaiki kemahnya. Tiba-tiba saja seseorang mendekatinya.

“Kapten, saya bawa orang, nih.”

Pemuda yang dipanggi kapten itu menoleh. Wajahnya terlihat keras dan tak bersahabat. “Siapa?” tanyanya singkat kemudian melanjutkan pekerjaannya.

“Aya!” panggil orang itu. Aya yang sedang asyik mengamati sekitarnya segera menuju ke orang itu. “Ryaas, ini orangnya. Namanya Aya.”

Pemuda yang disebutnya kapten tadi diam saja. Ia menoleh ke arah Aya dan menyorotinya tajam, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. “Apa ia benar-benar bisa diharapkan bekerja di sini, Gan?” tanyanya cuek.

Aya dan Gani saling berpandangan.

“I-insyaAllah! InsyaAllah saya akan berusaha semaksimal mungkin!” seru Aya serius.

Ryaas menghentikan pekerjaannya lalu tersenyum kecut. Lalu ia berjalan menghampiri Aya. “Apa kamu benar-benar bisa diharapkan? Hidup di sini tak semudah yang kaukira. Banyak kejadian yang harus kita waspadai di sini.”

Aya menelan ludah. “Saya tahu.”

Sorot mata Ryaas bertambah kelam. “Apa yang bisa kaukerjakan di sini?”

“Sebenarnya saya pernah mempelajari ilmu keperawatan waktu saya kuliah dulu,” Aya berusaha meyakinkan.

“Ok. Selamat bergabung,” ucapnya cuek. Ia kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.

“Mari kuantarkan ke kemahmu,” ajak Gani. Mereka pun segera beranjak.

“Jangan kau masukkan ke hati omongannya tadi,” kata Gani begitu mereka tiba di kejauhan. “Omongan Ryaas memang ketus, tapi sebenarnya ia baik kok. Ia jadi seperti itu karena tekanan berbagai macam kejadian yang dialaminya di sini. Dan lagi…”

“Apa?” tanya Aya penasaran.

“Seperti yang kau lihat sendiri kan suasana yang sepi ini?” Gani memandangi perkemahan di sekitarnya. “Sebenarnya ia kecewa karena di saat-saat seperti ini, kawan-kawannya masih bisa bermalas-malasan di kemahnya setiap hari. Padahal masih banyak yang harus dikerjakan. Tapi ia sengaja tak menegur mereka karena berharap mereka bisa menyadarinya sendiri. Selama ini, ia seperti bekerja sendirian. Makanya ia jadi seperti itu. Tak bisa langsung percaya lagi sama orang baru. Seperti kamu. Jadi kamu harap maklum, ya!”

Aya hanya mengangguk cepat.

“Nah! Di sini kemah kamu bersama dengan yang lain. Selamat datang di posko kami!” ucap Gani ramah. Lalu ia pun beranjak pergi.

Aya memasuki kemah tersebut dan melihat empat orang gadis yang sedang tertidur pulas. Aya duduk sambil melihat jam yang menunjukkan pukul setengah 8 pagi. Lalu ia memandangi orang-orang yang sedang tertidur itu. “Begitu, ya. Kasihan juga sih si Ryaas itu.”

***


hay, readers, ada novel horor terbaru lagi nih karya THIRTEEN di aplikasi NOVELME: MISS NIGHTMARE. yuk mampir karna bakalan seru banget ceritanya. kisahnya tentang kompetisi kecantikan dunia iblis, di mana kompetisinya adalah menciptakan mimpi buruk bagi para korbannya hingga mereka menjadi gila atau mati. seram banget bukan? yuk mampir dengan unduh aplikasinya di playstore dan search judul di atas. makasih :=(D

 

REFF - 8

 


Massa menggiring Kid ke sebuah gedung olahraga yang sedang kosong. Kid hanya bisa pasrah meskipun ia belum memperoleh kontak fisik sedikit pun. Ia lalu didudukkan di “kursi pesakitan” sementara orang-orang itu mengitarinya untuk mengadilinya.

“Dasar anak durhaka!” hujat mereka.

“Iya! Tega-teganya membunuh ayah sendiri!”

“Dasar anak tak tahu diuntung!”

“Perbuatan keji seperti ini seharusnya kau dijatuhi hukuman mati!”

Cercaan-cercaan menakutkan itu membuat Kid semakin tertekan. Namun ia hanya bisa terdiam meresponnya hingga massa itu pun semakin berpeluang menekannya.

“Saudara-saudara sekalian! Anak terkutuk seperti ini sebaiknya diapakan saja?!” pekik salah seorangnya lagi.

“Pergi! Tinggalkan kota ini!”

“Kami setuju! Pemuda bejat seperti ini seharusnya diasingkan saja! Buang dia jauh-jauh dari sini!”

Pekikan-pekikan pro pun menggaung ke seisi gedung. Kid hanya menunduk dan menutup telinganya. Ia semakin ketakutan mendengarnya.

“Tunggu! Kita tak boleh main hakim sendiri!” pekik salah seorang yang kelihatannya pemimpin mereka. “Kita beri dia kesempatan untuk membela diri. Biarkan dia berbicara dulu.”

Pria itu lalu mendekati Kid dan mendongakkan dagunya menatap matanya. “Bagaimana, Nak? Ada yang mau kauutarakan?”

Kid menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya. “Aku … aku tidak bersalah,” sahutnya pelan. “Hanya itu yang bisa kukatakan pada dunia sekali pun!”

“Pembohong! Huuuuuuu!!” Suasana kembali riuh.

“Aku tidak bohong!” pekik Kid dengan sorotan mata kuat. “Darimana kalian bisa menyimpulkan kalau semua itu bohong?! Bahkan kalian sendiri kan tidak melihat kejadian sebenarnya!” pekiknya berang.

“Anak kurang ajar! Kau ingin kami percaya begitu saja, ya?! Kalau saja bukan karena ada orang kaya yang memberikan jaminan, kau pasti sudah dipenjarakan bertahun-tahun atau bahkan dihukum mati!” raung salah satunya lagi, geram. Matanya memelototi Kid.

“Terserah kalian mau bilang apa,” sahut Kid pasrah. “Tapi yang jelasnya, pengadilan sudah membuktikan kalau aku tidak bersalah dan kalian tak berhak menghakimiku seperti ini karena kalian tak tahu apa-apa!” seru Kid dengan nada yang semakin meninggi.

Pekikan itu semakin membuat massa menghujatinya. “Pukuli saja dia! Hajar biar tahu rasa!”

Bahkan sudah ada beberapa orang yang menarik kerah baju Kid dengan kasarnya, tapi untungnya saja ada yang mencegahnya.

“Sudah! Sudah! Tenang, saudara-saudara!” pinta pemimpin mereka yang bijaksana tadi sambil mengangkat tangannya untuk menenangkan mereka. Suasana pun kembali tenang. “Jangan sampai terjadi kontak fisik! Bagaimana pun, dia ini masih di bawah umur! Kita tak boleh menyakitinya seperti itu!” Ia lalu melepaskan tangan orang-orang yang mulai mengasari Kid sebelum terjadi hal yang tak diinginkannya.

Napas Kid terengah-engah. Ia tak bisa menyembunyikan rasa takutnya yang hampir saja dihakimi massa. Tapi untungnya saja pria itu segera menyelamatkannya. “Aku tidak bersalah,” sahut Kid getir. Ia menatap orang-orang di sekelilingnya itu dengan wajah sedih. “Ini nggak adil! Mengapa kalian masih saja mau menghakimiku padahal demi Allah, aku tidak membunuh ayahku sendiri! Aku bahkan tak pernah menyakitinya. Aku menyayanginya dan sekarang aku kehilangannya. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi, tapi kalian dengan seenaknya menuduhku, menfitnahku, bahkan ingin menghukumku dengan mengasingkanku dari kota ini!”

Kid meneteskan air mata kemarahannya. “Nah, sekarang terserah kalian apa yang akan kalian lakukan padaku. Tapi aku takkan pernah takut pada kalian karena aku tidak bersalah!”

Hening. Pria yang memimpin tadi kemudian menghampiri Kid sambil tersenyum lembut. “Kid, kau memang anak yang baik!” katanya sambil membelai kepala Kid yang sesenggukan. “Tapi kami melakukan ini semua demi kebaikanmu juga. Kota ini berbahaya untukmu!”

Kid mengernyitkan kening mendengarnya. “Kebaikan apanya?! Kenapa kota ini tak aman untukku?! Apa dengan mengusirku dari kota ini dan hampir saja menghajarku, kau bilang demi kebaikanku? Apa kalian sudah buta?!” raungnya kesal.

Senyap. Kali ini, tak ada yang berani menyanggahnya, termasuk si pemimpin yang kemudian memalingkan wajahnya itu.

“Kalian sama sekali tak berhak untuk itu! Aku takkan pernah mau angkat kaki dari kota ini karena di sini ada orang yang kucintai! Orang yang paling berharga dalam hidupku dan aku tak mau kehilangannya lagi!” Kid menguraikannya dengan mata basah.

“Kid,” pria itu kembali menegurnya.

“Anda juga! Anda kelihatannya saja membelaku, tapi Anda tak jauh beda dengan mereka. Anda juga tak menginginkan kehadiranku di kota ini, kan? Iya, kan?! Sebenarnya apa kesalahanku? Mengapa kalian ingin memisahkanku dari orang yang aku cintai?”

Air mata Kid menetes-netes. “Apa aku tak berhak bahagia bersama dengan orang yang kucintai? Apa hak kalian untuk itu? Kalian sama sekali tak bisa mengerti bagaimana perasaanku saat ini. Bagaimana keadaanku pun, aku yakin kalian takkan mau peduli. Jadi bagaimana bisa kalian menghakimiku seperti ini?” suara Kid mulai serak.

Pria tadi menepuk bahu Kid. “Kid, dengarkanlah satu hal yang lebih penting daripada itu semua.”

Kid menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi ia tak bisa menolak lagi untuk mendengarkannya begitu pria itu melanjutkannya.

“Kid, justru itu masalahnya! Semuanya ini menyangkut orang yang kau cintai juga.”

“Kalian … kalian tahu apa tentang orang yang kucintai itu?” ia bertanya penasaran.

“Semuanya demi kebahagiaannya. Demi kebahagiaan ibumu!”

***


 
hay, readers! mampir ya ke novel teen karya terbaru dari THIRTEEN ini di aplikasi NOVELME: BLACK AND WHITE UNDERCOVER. kalau belum unduh, unduh dulu baru search judul di atas. nih ceritanya tentang perjuangan seorang pemuda membuktikan diri tak bersalah dari si tukang fitnah. hitam tak selamanya hitam dan putih tak selamanya putih. apakah itu? yuk simak di novel ini, dijamin seru! :=(D