THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 25 September 2020

REFF - 8

 


Massa menggiring Kid ke sebuah gedung olahraga yang sedang kosong. Kid hanya bisa pasrah meskipun ia belum memperoleh kontak fisik sedikit pun. Ia lalu didudukkan di “kursi pesakitan” sementara orang-orang itu mengitarinya untuk mengadilinya.

“Dasar anak durhaka!” hujat mereka.

“Iya! Tega-teganya membunuh ayah sendiri!”

“Dasar anak tak tahu diuntung!”

“Perbuatan keji seperti ini seharusnya kau dijatuhi hukuman mati!”

Cercaan-cercaan menakutkan itu membuat Kid semakin tertekan. Namun ia hanya bisa terdiam meresponnya hingga massa itu pun semakin berpeluang menekannya.

“Saudara-saudara sekalian! Anak terkutuk seperti ini sebaiknya diapakan saja?!” pekik salah seorangnya lagi.

“Pergi! Tinggalkan kota ini!”

“Kami setuju! Pemuda bejat seperti ini seharusnya diasingkan saja! Buang dia jauh-jauh dari sini!”

Pekikan-pekikan pro pun menggaung ke seisi gedung. Kid hanya menunduk dan menutup telinganya. Ia semakin ketakutan mendengarnya.

“Tunggu! Kita tak boleh main hakim sendiri!” pekik salah seorang yang kelihatannya pemimpin mereka. “Kita beri dia kesempatan untuk membela diri. Biarkan dia berbicara dulu.”

Pria itu lalu mendekati Kid dan mendongakkan dagunya menatap matanya. “Bagaimana, Nak? Ada yang mau kauutarakan?”

Kid menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya. “Aku … aku tidak bersalah,” sahutnya pelan. “Hanya itu yang bisa kukatakan pada dunia sekali pun!”

“Pembohong! Huuuuuuu!!” Suasana kembali riuh.

“Aku tidak bohong!” pekik Kid dengan sorotan mata kuat. “Darimana kalian bisa menyimpulkan kalau semua itu bohong?! Bahkan kalian sendiri kan tidak melihat kejadian sebenarnya!” pekiknya berang.

“Anak kurang ajar! Kau ingin kami percaya begitu saja, ya?! Kalau saja bukan karena ada orang kaya yang memberikan jaminan, kau pasti sudah dipenjarakan bertahun-tahun atau bahkan dihukum mati!” raung salah satunya lagi, geram. Matanya memelototi Kid.

“Terserah kalian mau bilang apa,” sahut Kid pasrah. “Tapi yang jelasnya, pengadilan sudah membuktikan kalau aku tidak bersalah dan kalian tak berhak menghakimiku seperti ini karena kalian tak tahu apa-apa!” seru Kid dengan nada yang semakin meninggi.

Pekikan itu semakin membuat massa menghujatinya. “Pukuli saja dia! Hajar biar tahu rasa!”

Bahkan sudah ada beberapa orang yang menarik kerah baju Kid dengan kasarnya, tapi untungnya saja ada yang mencegahnya.

“Sudah! Sudah! Tenang, saudara-saudara!” pinta pemimpin mereka yang bijaksana tadi sambil mengangkat tangannya untuk menenangkan mereka. Suasana pun kembali tenang. “Jangan sampai terjadi kontak fisik! Bagaimana pun, dia ini masih di bawah umur! Kita tak boleh menyakitinya seperti itu!” Ia lalu melepaskan tangan orang-orang yang mulai mengasari Kid sebelum terjadi hal yang tak diinginkannya.

Napas Kid terengah-engah. Ia tak bisa menyembunyikan rasa takutnya yang hampir saja dihakimi massa. Tapi untungnya saja pria itu segera menyelamatkannya. “Aku tidak bersalah,” sahut Kid getir. Ia menatap orang-orang di sekelilingnya itu dengan wajah sedih. “Ini nggak adil! Mengapa kalian masih saja mau menghakimiku padahal demi Allah, aku tidak membunuh ayahku sendiri! Aku bahkan tak pernah menyakitinya. Aku menyayanginya dan sekarang aku kehilangannya. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi, tapi kalian dengan seenaknya menuduhku, menfitnahku, bahkan ingin menghukumku dengan mengasingkanku dari kota ini!”

Kid meneteskan air mata kemarahannya. “Nah, sekarang terserah kalian apa yang akan kalian lakukan padaku. Tapi aku takkan pernah takut pada kalian karena aku tidak bersalah!”

Hening. Pria yang memimpin tadi kemudian menghampiri Kid sambil tersenyum lembut. “Kid, kau memang anak yang baik!” katanya sambil membelai kepala Kid yang sesenggukan. “Tapi kami melakukan ini semua demi kebaikanmu juga. Kota ini berbahaya untukmu!”

Kid mengernyitkan kening mendengarnya. “Kebaikan apanya?! Kenapa kota ini tak aman untukku?! Apa dengan mengusirku dari kota ini dan hampir saja menghajarku, kau bilang demi kebaikanku? Apa kalian sudah buta?!” raungnya kesal.

Senyap. Kali ini, tak ada yang berani menyanggahnya, termasuk si pemimpin yang kemudian memalingkan wajahnya itu.

“Kalian sama sekali tak berhak untuk itu! Aku takkan pernah mau angkat kaki dari kota ini karena di sini ada orang yang kucintai! Orang yang paling berharga dalam hidupku dan aku tak mau kehilangannya lagi!” Kid menguraikannya dengan mata basah.

“Kid,” pria itu kembali menegurnya.

“Anda juga! Anda kelihatannya saja membelaku, tapi Anda tak jauh beda dengan mereka. Anda juga tak menginginkan kehadiranku di kota ini, kan? Iya, kan?! Sebenarnya apa kesalahanku? Mengapa kalian ingin memisahkanku dari orang yang aku cintai?”

Air mata Kid menetes-netes. “Apa aku tak berhak bahagia bersama dengan orang yang kucintai? Apa hak kalian untuk itu? Kalian sama sekali tak bisa mengerti bagaimana perasaanku saat ini. Bagaimana keadaanku pun, aku yakin kalian takkan mau peduli. Jadi bagaimana bisa kalian menghakimiku seperti ini?” suara Kid mulai serak.

Pria tadi menepuk bahu Kid. “Kid, dengarkanlah satu hal yang lebih penting daripada itu semua.”

Kid menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi ia tak bisa menolak lagi untuk mendengarkannya begitu pria itu melanjutkannya.

“Kid, justru itu masalahnya! Semuanya ini menyangkut orang yang kau cintai juga.”

“Kalian … kalian tahu apa tentang orang yang kucintai itu?” ia bertanya penasaran.

“Semuanya demi kebahagiaannya. Demi kebahagiaan ibumu!”

***


 
hay, readers! mampir ya ke novel teen karya terbaru dari THIRTEEN ini di aplikasi NOVELME: BLACK AND WHITE UNDERCOVER. kalau belum unduh, unduh dulu baru search judul di atas. nih ceritanya tentang perjuangan seorang pemuda membuktikan diri tak bersalah dari si tukang fitnah. hitam tak selamanya hitam dan putih tak selamanya putih. apakah itu? yuk simak di novel ini, dijamin seru! :=(D

0 komentar: