THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 29 November 2019

Kagome-kagome




 “Kagome kagome…
 Burung dalam sangkar!
Kapan kau keluar? Saat malam dini hari
Burung jenjang dan penyu tergelincir
Siapa yang ada tepat di belakangmu?”

Suasana keseharian penduduk di Chiba tampak seperti biasa. Jalan dipenuhi para penduduk yang berlalu-lalang menyelesaikan urusannya masing-masing. Namun sebenarnya ada yang tak biasa hari itu…
“Ada orang mau bunuh diri!” pekik seorang pria sambil menunjuk ke puncak gedung sebuah rumah sakit.
Suasana yang tenang mendadak jadi riuh seperti pasar. Orang-orang berkerumun di depan rumah sakit itu sambil membujuk orang tersebut agar tidak meloncat sementara beberapa orang berusaha mencekalnya dari atas sana kemudian menyeretnya menepi.
 “Lepaskan! Biarkan aku mati!” jerit wanita yang hendak bunuh diri itu sambil meronta. Tentu saja orang-orang yang menyeretnya tak akan membiarkannya. “Para ilmuwan gila Nazi itu akan datang kembali! Mereka akan menjadikan penduduk Jepang sebagai kelinci percobaan mereka!”
Salah seorang yang menyeretnya tertegun. “A-aku juga melihat mimpi yang sama dengannya. Belakangan ini aku selalu bermimpi buruk!”
Meski tak menimpali, namun sepertinya ada di antara mereka—yang sedang menyeret wanita itu—melihat mimpi yang sama.
Brugh!
 “Kyaaaaa!!!”
Keriuhan kembali terjadi di bawah sana. Sesosok tubuh terjun bebas dari atap sisi lain rumah sakit itu dan menghantam atap mobil. Kaca mobil itu pecah seketika.
Sresh! Sebuah dahan pohon yang patah kembali mengejutkan mereka. Seperti ada yang menjatuhinya. Buru-buru sebagian kerumunan itu mengeceknya kemudian terdengar jeritan nyaring di sana. Rupanya ada orang yang berpikiran sama dengan wanita tadi. Leher korban yang terjun dari kamar apartemennya di lantai atas itu patah. Kondisinya sangat mengerikan!
Kehebohan tak terhenti sampai di sana karena bencana bunuh diri berantai itu akan terus terjadi dan semuanya dikarenakan oleh suatu hal: mimpi buruk!
***
Gadis kecil bernama Miku itu bersembunyi di lemari saat tragedi itu terjadi. Jeritan menggema di mana-mana. Meski bersembunyi, namun ia masih bisa melihat kejadian mengerikan itu dari celah pintu lemari.
 “Bajingan kalian!” pekik salah seorang bocah lelaki yang terikat di meja. Ia terus mengumpat hingga para ilmuwan itu secara perlahan menggesek pisau ke lehernya hingga ia tak bersuara lagi.
Setelah itu, mereka menarik kepala itu sampai putus kemudian melemparnya ke arah lemari tempat Miku berada. Kepala itu menggelinding menyelinap memasuki lemari itu.
Miku membekap mulutnya rapat-rapat. Mata di kepala itu sempat berkedip dua kali padanya sebelum pada akhirnya terbuka terus.
Meski sudah melihat pemandangan tragis terhadap teman sekelasnya itu, si gadis kecil masih terus mengintip. Kali ini ia melihat para ilmuwan gila itu membelah perut seorang anak kemudian mencabut tulang rusuknya. Jeritan semakin menggila di kelas itu.
Meja-meja kelasnya yang dijadikan tempat tidur mereka sudah berlumuran darah. Ada juga yang menjerit hebat karena kelopak matanya dicabut paksa seolah mencabut uban dan…
Grek! Pintu lemari itu bergeser.
 “Sekarang giliranmu!”
Dengan kasarnya, tangan besar itu pun menarik Miku keluar dari lemari untuk memulai “audisi”nya!
 “Kyaaaaaaaaa!!!”
***
Miku terbangun dari bunga tidurnya dengan napas terengah-engah. Mata cekungnya menandakan betapa kurang tidurnya ia. Tak lama ia bergegas beraktivitas kemudian berangkat ke sekolah dengan langkah lunglai.
Di sepanjang jalan distrik pertokoan itu, ia tak memedulikan kejadian sekitarnya. Padahal tiap beberapa langkah kakinya, selalu saja ada orang yang bunuh diri!
Ia melewati begitu saja seorang wanita dengan tubuh tergantung di pohon, ia melewati begitu saja mobil yang menabrak tiang listrik, orang yang jatuh tak jauh di belakangnya karena terjun dari lantai 13 dan sebagainya.
Keadaan menjadi kacau-balau karena mimpi buruk!
Gadis kecil itu sendiri terus melangkah, tapi bukan ke arah sekolahnya melainkan ke stasiun kereta api. Seolah terhipnotis, gadis kecil itu melangkah tanpa ragu ke rel kereta api. Ia berdiri mematung di sana.
Tak ada yang mau berbaik hati menegurnya meski melihat jelas gadis kecil itu menantang bahaya di sana. Dan begitu kereta api yang melintas memporak-porandakan tubuh mungilnya, tak ada juga yang mau repot-repot mengurusinya… saking banyaknya orang yang bunuh diri karena sebuah mimpi buruk!

Sabtu, 23 November 2019

Pukul 13:00




Baru saja Irma menginjakkan kaki telanjangnya di rumah kayu itu, jempol kakinya sudah terasa nyeri. Dilihatnya kakinya yang tengah menginjak barisan semut merah. Karena sibuk mencari sapu, ia menimbulkan kegaduhan di mana-mana. “Duh, mana sih sapunya?”

Tiba-tiba saja, BBM-nya berbunyi. Ia segera membuka ponselnya. Dari Kiki rupanya.

“Bagaimana dengan rumah barunya, Ir?”

“Aku baru sampai, nih!”

“Ini kan jam 13 siang!”

“Memangnya kenapa?”

“Memangnya kamu tak diberitahu si pemilik rumah itu sebelumnya kalau sudah jam 13 itu jangan sampai membuat keributan di sana, sekecil apa pun suaranya. Rumah itu ada penghuninya!”

“Kalo soal hantu sih, aku ga takut, Ki.”

“Bukan hantu, tapi … eh, btw apa banyak semut di rumah itu?”

“Baru saja mau kusapu.”

“Eh, jangan disapu!”

“Kenapa?”

“Penghuni yang dimaksud adalah mereka. Kau tak boleh menyingkirkan mereka dari rumah itu.”

Duh, kok jumlahnya malah semakin banyak ya?”

“Ir, sebaiknya kau segera keluar dari rumah itu. Selamatkan dirimu!”

“Aow!” Irma tak sempat membalasnya lagi begitu ada semut lagi yang menggigit kakinya.

“Irma, kau masih di sana kan? Aku hanya bisa hubungi kamu lewat pesan agar tak menimbulkan suara. Apa benar kau tak diberitahu apa alasan mengapa kau tidak boleh menimbulkan suara apa pun yang bisa membangunkan mereka pada jam 13 siang?”

Irma tak membacanya karena sibuk menyapu.

Woooooo … tiba-tiba saja, terdengar suara bergemuruh di belakangnya. Irma menghentikan aktivitasnya sejenak dan terbelalak begitu melihat lautan semut merah menyerbunya!

Ia langsung menjatuhkan sapunya dan berlari. Namun sayangnya, ia tak sempat melarikan diri lebih jauh lagi.

“Aow! Aduh!” jeritnya begitu semut-semut itu menggigit kakinya. Tak lama, ia menjerit-jerit begitu tentara semut merah merayap ganas menaiki tubuhnya. Sementara itu, lautan semut merah tadi masih terus bertambah seolah mereka menjadikan tubuh Irma sebagai lahan agar mereka bisa muat di rumah itu.

Irma terjerembab tak berdaya. Ia menangis. Semut-semut itu tak hanya menyelimuti lantai, tapi juga dinding dan langit-langit. Semuanya jadi terlihat merah seperti dicat darah!

Mata Irma melotot mengerikan. Semut-semut juga berjatuhan menimpa tubuhnya dari langit-langit sana. Semut-semut itu merayap liar memasuki lubang telinga, hidung, juga mulutnya. Mulut Irma jadi terasa seperti makan semut hidup dan napasnya jadi sesak karena hidungnya dipenuhi semut. Tapi para semut itu merayap terus ke kerongkongan dan organ dalam tubuhnya, kemudian … mereka membuat sarang di sana!

Tak hanya lewat lubang, mereka juga ada yang masuk lewat luka-lukanya yang terbuka. Luka-luka yang mereka ciptakan bersama-sama seperti menggali terowongan. Di luka-luka yang entah berapa jumlahnya itu, mereka meletakkan telur-telur mereka.

Para semut berbondong-bondong memasuki mulut Irma hingga tampak menggembung dan akan meletus. Matanya melotot habis-habisan, mengerikan! Tak perlu tunggu waktu lama untuk Irma menghabisi napasnya sendiri.

Begitu tubuh itu sudah tak bernyawa, para semut itu membawa tubuh utuh Irma ke sarang mereka. Tentunya mudah, mengingat jumlah mereka yang menggila. Tubuh itu seperti mayat yang mengambang perlahan di air merah!

Pukul 14 siang, rumah itu sudah bersih dari serangan teror para semut merah buas. Bahkan ceceran darah pun sudah tak terlihat lagi. Rumah itu terlihat normal seperti semula. Entah dikemanakan mayat tersebut!