Baru saja Irma
menginjakkan kaki telanjangnya di rumah kayu itu, jempol kakinya sudah terasa
nyeri. Dilihatnya kakinya yang tengah menginjak barisan semut merah. Karena
sibuk mencari sapu, ia menimbulkan kegaduhan di mana-mana. “Duh, mana sih
sapunya?”
Tiba-tiba saja, BBM-nya
berbunyi. Ia segera membuka ponselnya. Dari Kiki rupanya.
“Bagaimana
dengan rumah barunya, Ir?”
“Aku
baru sampai, nih!”
“Ini
kan jam 13 siang!”
“Memangnya
kenapa?”
“Memangnya
kamu tak diberitahu si pemilik rumah itu sebelumnya kalau sudah jam 13 itu
jangan sampai membuat keributan di sana, sekecil apa pun suaranya. Rumah itu
ada penghuninya!”
“Kalo
soal hantu sih, aku ga takut, Ki.”
“Bukan
hantu, tapi … eh, btw apa banyak semut di rumah itu?”
“Baru
saja mau kusapu.”
“Eh,
jangan disapu!”
“Kenapa?”
“Penghuni
yang dimaksud adalah mereka. Kau tak boleh menyingkirkan mereka dari rumah itu.”
“Duh, kok jumlahnya malah semakin banyak ya?”
“Ir,
sebaiknya kau segera keluar dari rumah itu. Selamatkan dirimu!”
“Aow!” Irma tak sempat
membalasnya lagi begitu ada semut lagi yang menggigit kakinya.
“Irma,
kau masih di sana kan? Aku hanya bisa hubungi kamu lewat pesan agar tak
menimbulkan suara. Apa benar kau tak diberitahu apa alasan mengapa kau tidak
boleh menimbulkan suara apa pun yang bisa membangunkan mereka pada jam 13
siang?”
Irma tak membacanya
karena sibuk menyapu.
Woooooo … tiba-tiba
saja, terdengar suara bergemuruh di belakangnya. Irma menghentikan aktivitasnya
sejenak dan terbelalak begitu melihat lautan semut merah menyerbunya!
Ia langsung menjatuhkan
sapunya dan berlari. Namun sayangnya, ia tak sempat melarikan diri lebih jauh
lagi.
“Aow! Aduh!” jeritnya
begitu semut-semut itu menggigit kakinya. Tak lama, ia menjerit-jerit begitu
tentara semut merah merayap ganas menaiki tubuhnya. Sementara itu, lautan semut
merah tadi masih terus bertambah seolah mereka menjadikan tubuh Irma sebagai
lahan agar mereka bisa muat di rumah itu.
Irma terjerembab tak
berdaya. Ia menangis. Semut-semut itu tak hanya menyelimuti lantai, tapi juga
dinding dan langit-langit. Semuanya jadi terlihat merah seperti dicat darah!
Mata Irma melotot
mengerikan. Semut-semut juga berjatuhan menimpa tubuhnya dari langit-langit
sana. Semut-semut itu merayap liar memasuki lubang telinga, hidung, juga mulutnya.
Mulut Irma jadi terasa seperti makan semut hidup dan napasnya jadi sesak karena
hidungnya dipenuhi semut. Tapi para semut itu merayap terus ke kerongkongan dan
organ dalam tubuhnya, kemudian … mereka membuat sarang di sana!
Tak hanya lewat lubang,
mereka juga ada yang masuk lewat luka-lukanya yang terbuka. Luka-luka yang
mereka ciptakan bersama-sama seperti menggali terowongan. Di luka-luka yang
entah berapa jumlahnya itu, mereka meletakkan telur-telur mereka.
Para semut
berbondong-bondong memasuki mulut Irma hingga tampak menggembung dan akan
meletus. Matanya melotot habis-habisan, mengerikan! Tak perlu tunggu waktu lama
untuk Irma menghabisi napasnya sendiri.
Begitu tubuh itu sudah
tak bernyawa, para semut itu membawa tubuh utuh Irma ke sarang mereka. Tentunya
mudah, mengingat jumlah mereka yang menggila. Tubuh itu seperti mayat yang
mengambang perlahan di air merah!
Pukul 14 siang, rumah
itu sudah bersih dari serangan teror para semut merah buas. Bahkan ceceran
darah pun sudah tak terlihat lagi. Rumah itu terlihat normal seperti semula.
Entah dikemanakan mayat tersebut!
0 komentar:
Posting Komentar