THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 04 September 2020

Kotak Darah

 


“Awas saja ya kalau kau menyelidiki masalah itu sendirian!” ancamku. “Terus di belakang, jangan ke mana-mana,” kataku pada adikku itu, Dena.

Dena mengangguk saja. Namun aku tak begitu mengawasinya begitu kami pergi. Diam-diam dari kejauhan, aku malah melihatnya sedang mengambil video seseorang beberapa saat kemudian. Duh, kenapa ia masih berada di sana? Sedang apa ia sebegitu seriusnya menguntit seseorang?

Aku segera menyusulnya di sana dan untung saja aku datang tepat pada waktunya karena pria itu hampir saja menyerangnya. Aku lantas berada di tengah-tengah mereka dan bertarung dengan pria itu. Hm, pria itu mencurigakan! Jangan-jangan adikku curiga dan…

Tapi tetap saja ini bahaya! Meski ia juga anggota tim, tapi aku tak sudi membiarkannya meniti bahaya sendirian! Kuserang perut pria itu, selanjutnya anak lain yang menanganinya sementara aku langsung melangkah ke mana adikku pergi dan menamparnya. Plak!

Aku tak terima karena ia sudah melanggar perintahku. Ia tampak lesu dan merasa bersalah. Awas saja kalau ia berani lagi melanggarku. Aku kemudian pergi meninggalkannya dan di koridor itu aku malah … melihat Papa!

Aku langsung segera mengejarnya di kejauhan sana. Aku tak ingin ketinggalan untuk bisa bersamanya lagi. Benarkah ia Papa?

***

Sudah lama kuselidiki keberadaan geng mafia itu melalui ipad-ku ini, meski kelihatannya sih seperti tengah bermain game di ayunan tempatku biasanya duduk. Ya, agar tak ada yang curiga sih aku mata-mata di sini.

Lain lagi halnya dengan Melki, ia anak laki-laki yang menyamar jadi anak perempuan di sekolah itu. Ia bahkan masih pantas kok pakai jilbab karena wajahnya yang manis, tak seperti lelaki. Ia menyamar dengan nama Mina.

Tiba-tiba saja malam itu, setelah seharian duduk di ayunan putih ini, ada yang berteriak-teriak. Rupanya Melki dan kawanannya. Katanya sih target masuk ke lingkungan sekolah. Aku pun bergegas beranjak, tak mau ketinggalan menangkap target.

Bergegas kususul mereka di sana. Namun kembali berbalik karena melupakan ipad-ku di bangku ayunan tadi. Fiuh, hampir saja ketinggalan. Ini kan benda mahal, bo, penting lagi! Setelah itu, kususuli mereka yang memandangi musuh di gedung sekolah yang gelap.

Duh, susah juga nih dikerjainnya. Iseng saja kulirik Melki yang masih mengenakan jilbabnya. Duh sebaiknya tuh jilbab dilepas saja deh, penyamaran kita kan sudah selesai, haha!

***

Aku kembali sambil membawa troli. Tak ada hasil yang memuaskan hari ini. Ayah asuhku malah menanyakan kabar pekerjaanku ini yang hanya bisa kujawab dengan senyuman miris. Lihat saja isi troiliku ini.

Aku memang sepertinya anak kesayangan sih untuknya, tapi sayang aku sudah mengecewakannya. Aku harus bisa menangkap target yang kuincar sebagai bos regu yang bertanggung jawab!

Itulah tekadku…

***

Aku kebetulan saja melintasi rumah korban kebakaran malam itu. Di sana diliput oleh TV dan para korban masih bisa diwawancarai begini meski di belakangnya, rumah kembar itu terbakar. Ya, meski apinya sih sudah mengecil dan agak mereda. Mereka tak tampak trauma karena kebakaran itu sebentar lagi akan reda.

Kumengernyit di kerumuman itu. Tunggu dulu, eh itu kan rumah kembar di mana dua buah rumah yang sama persis dekorasinya itu berdampingan. Rumah yang unik sih karena denahnya sama. Tapi ya syukurlah mereka selamat dari kebakaran itu.

Tapi bukannya rumah kembar itu incaran para teroris yang kuincar, ya? Hm! Namun tiba-tiba saja kumelihat seorang gadis berambut pendek menyeringai keluar dari kerumunan. Kuterbelalak begitu melihat target. Ia pasti pelakunya!

“Hei, itu ia. Tangkap!” pekikku sambil berlari mengejar si pelaku. Aku yakin pasti gadis itu. Ia seperti gadis gila berkebutuhan khusus. “Dia buronan menyebalkan!”

Gadis itu berlari dengan lincahnya. Pokoknya aku tak boleh kehilangannya meski hanya ada aku sendiri di sini. Huh, mana polisi tak bisa bantu lagi karena aku agen khusus. Mereka tak ngerti apa-apa. Aku harus bagaimana, ya?

Kuikuti ia yang melompati jendela sebuah gedung dengan lincahnya. Duh, lincah juga ia. Mana aku sendirian, lagi. Ia masih saja terus menyeringai begitu. Buru-buru di gedung itu kucari-cari jalan pintasnya dan malah menemukan sebuah pintu. Dengan begini, aku pun berhasil menghadangnya di pintu itu sebelum ia lari lagi.

Namun ada seorang pemuda malah melawanku. Duh! Orang ini pasti komplotannya, deh. Ternyata ini markasnya sendiri, ya? Kucoba menghadapi cowok itu sendirian, namun…

***

Ternyata gadis konyol itu bernama Yuna. Karena ketahuan, ia pun ikut hukuman bersama kami. Ugh! Kami jadi selalu bersama dan ia masih santai-santai saja. Di sana ada beberapa anak muda yang mencoba menangkap teroris itu yang ditangkap.

Entah mengapa Yuna masih bisa sesantai ini, padahal ini kan gawat. Mana ia dijadikan tahanan lagi, padahal sudah menjalankan tugas membakar rumah kembar itu. Sekarang status kami jadi setara, deh!

Kami tengah berbaris di gedung rahasia itu. Yuna paling depan dan ia terus saja santai meski jadi tahanan seperti kami ini. Begitu mendengar titah dari ketua teroris bernama Hadi tadi, ia lalu dengan entengnya maju dan berkomentar konyol. Argh! Mentang-mentang sudah kenal baik, makanya begitu deh prilakunya.

“Kembali ke barisanmu, kalau tidak aku tembak!” ancam Hadi sambil mengacungkan pistolnya.

Yuna meresponnya dengan santai. Ia pasti berpikir Hadi tak akan mungkin melakukannya karena sudah lama kenal. Kupikir juga begitu. Kumanfaatkan kesempatan itu dengan ikutan kabur. Kumanfaatkan tubuh Yuna sebagai penghalang karena kupikir ia pasti tak akan tega menembak Yuna. Namun ternyata aku salah begitu beraksi.

Begitu melihatku ingin kabur, Hadi segera menembak. Namun sayangnya dugaanku semula salah karena dengan entengnya ia lalu menembaki Yuna hingga tubuhnya penuh lubang. Kuterperangah, ternyata ia tega! Ia serius menembak siapa saja yang melanggar aturannya. Gawat!

Kasihan Yuna yang konyol itu. Tubuhnya yang berlumuran darah kemudian ambruk. Aku jadi merasa bersalah padanya dan tak menduga akan begini jadinya. Duh! Kusempatkan diri melihat jenis pelurunya yang seperti tancapan paku panjang itu. Mengerikan, hiii! Orang ini angker juga ya.

Aku tak menyangka gadis konyol itu akan mati konyol seketika! Tak ada lagi kekonyolan dalam dirinya. Hadi mencoba menembak lagi. Gawat, nih! Ia pasti tak akan ragu membunuhku seperti Yuna. Bagaimana ini?!

Namun … ceklek-ceklek! Setelah menghindari beberapa pelurunya, aku jadi benar-benar beruntung karena pelurunya habis! Aku harus bisa memanfaatkan kesempatan ini sebelum ia isi ulang.

Kuberanikan diri untuk menyergap Hadi dengan lincahnya, kemudian merebut senjata itu darinya. Dengan kekuatanku, aku berhasil merebut senjata itu darinya setelah ia mengisinya lagi. Haha!

Melihatku berhasil menguasai senjatanya, ia pun melarikan diri pontang-panting. Dengan begini, para sandera bisa melarikan diri. Mereka berhamburan menyelamatkan diri ke berbagai arah memanfaatkan peristiwa itu.

Kucoba menembaki Hadi dari jauh begini, namun adanya banyak sandera yang lari lalu lalang, membuatku sulit membidiknya. Takutnya yang kena orang tak bersalah, lagi. Tapi karena jago nembak, aku berhasil menembak punggung Hadi berkali-kali tanpa membuat orang-orang sekitarnya celaka. Fiuh, syukurlah! Semuanya seolah sudah diatur oleh Yang Kuasa.

Kuhampiri Hadi yang jatuh terkurap dengan tubuh yang berlumuran darah. Mengerikan juga ya efek peluru pakunya itu. Namun semua itu tak berakhir begitu saja dengan mudahnya. Ia seolah membentengi tubuhnya dengan sebuah kotak. Ng? Apa itu?

Kudekati kotak besar mengerikan itu. Apa ia ada di dalamnya? Aku harus hati-hati karena seolah ia sedang memulihkan diri di dalamnya. Tak lama, BLAR! Kotak itu meledak dan malah mencipratkan darah seolah kotak itu berisi darah. Mengerikan! Daritadi pertarungan jadi penuh darah melulu, deh.

Kusemakin mendekat untuk melihat isi kotak itu. Tapi mana Hadi? Kok hilang? Kok isinya hanya darah, ya? Namun tiba-tiba saja dari dalam kotak itu keluar seorang pemuda lain yang malah menyerangku. Eh? Di seragamnya terdapat lambang dari organisasi pemberantas kejahatan sepertiku.

Eh, ia sama sepertiku! Kuberusaha melawannya. Sepertinya ada salah paham di sini.

“Menyerahlah kau, penjahat!” pekiknya bergemuruh penuh antusias.

Hei! Rupanya pemuda ini menggunakan jurus untuk melindunginya dengan membawanya ke kotak darah itu. Tapi cowok itu agak aneh juga sih meski agak konyol. Ia malah cari pedang di laci-laci untuk melawanku segala.

Buru-buru kuberi penjelasan padanya sementara ia mencari-cari. “Hei, bosmu itu yang jahat, tahu! Ia itu buronan yang sudah lama dicari-cari di sini!” seruku gemas. “Kita dari organisasi yang sama, tahu?”

Ia tertegun dan malah kemudian memberiku sebuah bungkusan aneh yang kupikir pedang tadi dari dalam laci.

“Apa ini?” Lalu kubuka isinya dengan hati-hati. Kok agak mencurigakan juga, sih? Begitu kubuka, rupanya isinya lembaran tugas baru sebanyak 2 lembar. Waduh! Tugas lagi, ya? Aku lalu memilah-milah tugas mana yang bagus dijalankan. Fotokopiannya malah ada di lantai, lagi. Uh, malas deh kerjain tugas lagi. Kan masih capek, nih!

“Maaf ya, aku anak baru. Namaku Rama,” ujarnya memperkenalkan diri. Pantas saja ia kurang mengenal anggota sesamanya. Haha!

Kumasukkan dokumen itu ke tasku. Lagi-lagi aku yang dipercaya mengerjakannya.

“Hati-hati, jangan sampai kena razia, ya?” tegurnya lagi.

Alah, dasar!

***


 hy, readers, karya THIRTEEN nih di aplikasi NOVELME. silakan donlod kalo masi belum punya, CAFFE LATTE FULL ROMANCE mengisahkan tentang seorang cowok yang memanfaatkan para pacar kayanya demi hidup di ibukota, namun begitu menemukan cinta sejatinya, apakah ia akan melakukan hal yang sama? yuk mampir ya! makasih :=(D

0 komentar: