Syuuuu…. Angin malam
berhembus kencang begitu Eve melangkahkan kakinya keluar dari lift itu. Ia
melangkah sepelan mungkin saking hati-hatinya dan memandangi sekelilingnya.
Udara dingin yang menusuk tak membuatnya berbalik ke lift di belakangnya itu.
“Kenapa aku bisa berada
di sini? Terus, siapa yang mau turun?”
Suara pintu lift yang
menutup, sontak membuatnya membalikkan badan. Ia memekik tertahan begitu
melihat seorang gadis manis bergaun merah dan berambut panjang bergelombang
sedang berdiri dengan santainya sambil bersandar di depan pintu lift.
Eve menghela napas.
“Kau mengagetkanku saja…”
Dara manis itu
tersenyum. “Aku sudah lama menunggumu, Cantik!”
“Terima kasih
pujiannya. Tapi aku tak punya banyak waktu di sini. Besok aku ada ulangan di
sekolah dan aku harus pulang agar bisa bangun pagi.”
Eve kemudian melangkah
ke lift itu. Namun dara manis itu tak meminggirkan tubuhnya sedikit pun.
“Kau ini siapa, sih?!”
Eve mulai kesal. “Sekarang kamu minggir karena aku tak ada urusan denganmu!”
“Ada!” Tiba-tiba saja
gadis itu melayangkan tongkat besi ke pipi Eve hingga ia terjerembab.
“Kenalkan. Aku Deva! Kau R.E.D, bukan?!”
Eve yang terjerembab
menepis darah yang mengalir di pipinya. “Baru kenal sudah main kasar!” Ia
bergegas bangkit dan mendeliki Deva. “Terus mau kamu apa kalau aku anggota
R.E.D?”
Deva mengeraskan
genggamannya di tongkat besi yang dipegangnya. “R.E.D … matilah kau!!” Ia
kemudian mengayunkan tongkat besinya ke arah kepala Eve.
Spontan saja Eve
menggerakkan lengannya ke atas sebagai pertahanannya dan menghadapi
serangan-serangan Deva dengan tangan kosong. Eve berusaha menghindar selincah
mungkin meskipun ia masih belum membalas apa-apa. Bug! Sebuah serangan Deva
berhasil mengenai perut Eve. Deva menghentikan serangannya begitu melihat Eve
tidak kenapa-napa sedikit pun.
Eve terkekeh-kekeh.
“Hehehe. Ayo, pukul! Pukul lagi!” pekiknya sambil tersenyum melecehkan.
Deva membuang
senjatanya karena kesal. “Mungkin aku memang payah menggunakan senjata.
Bagaimana supaya adil, kita bertarung dengan tangan kosong?” tantangnya percaya
diri.
“Hah? Kamu mau duel
sama aku? Apa kamu bisa? Aku bukan orang sembarangan, loh!”
“Tanpa senjata pun aku
pasti bisa mengalahkanmu, R.E.D!”
Eve menatap penampilan
Deva sinis. “Kalau kau memutuskan untuk melawanku, sepertinya kau lagi salah kostum,
deh!” Ia tersenyum menyebalkan.
“Kamu tenang saja!”
Deva menunjukkan belahan roknya yang cukup tinggi. Ia kemudian melepaskan
sepatu hak tingginya dan langsung mengayunkan tendangan untuk membuktikan
kemampuannya. “Gaun ini bukanlah penghalang bagiku untuk menghabisimu malam ini
juga!”
Tendangan itu berhasil
mendarat ke perut Eve hingga ia jatuh terjengkang.
“Lumayan. Semangat
sekali!” komentar Eve masih tetap santai.
“Kenapa kau tak
membalas seranganku, R.E.D? Apakah kau masih meragukan kemampuanku?! Masih
kurang cukup aku membuktikan kesanggupanku ini?” raung Deva kesal karena tak
memperoleh respon Eve akan melayani tantangannya.
Eve kembali
terkekeh-kekeh. “Oh, itu? Itu karena aku ingin membuktikan padamu kalau tanpa
melawanmu pun, aku bisa menang mudah darimu!”
“Hah?! Sombong sekali!”
Deva kemudian melanjutkan serangannya. “Aku akan menghajarmu sampai kau jatuh
dan hancur makanya aku memancingmu kemari!”
“Terima kasih!” Dengan
santainya Eve lalu bangkit dan menghindar.
Deva membuktikan
ucapannya ketika serangan bertubi-tubinya membuat Eve terpojok ke ujung. Ia
menyadari posisinya dan Deva pun merasa di atas awan karena Eve masih saja tak
meluangkan tenaganya untuk membalas serangannya.
Duk! Akhirnya sebuah
tendangan dengan mudahnya lolos ke dada Deva. Deva mundur terhuyung-huyung
hingga jatuh terjengkang.
“Oke, kalau begitu
maumu. Terima kasih sudah memaksaku. Sepertinya kau tak main-main, Nona Manis.
Bersiap-siaplah untuk babak belur!”
Deva tak menyangka
serangan Eve yang mendadak tadi, gerakannya tak mudah terbaca saking cepatnya.
Tendangannya yang cukup keras pun nyaris membuat Deva kehilangan kesadarannya.
“Bagaimana? Serangan
itu baru kekuatan minimalku! Aku sengaja tak membalas serangan-seranganmu tadi
bukannya karena aku pengecut. Tapi karena aku tak mau melukaimu karena kau
bukan tandinganku!”
Deva bangkit secara
perlahan sambil menatap Eve geram. Ia melanjutkan serangannya, tak memedulikan
balasan yang diterimanya akan lebih menyakitkan lagi. Karena Eve sudah mulai
memperlihatkan keseriusannya, Deva tak mampu menembus pertahanan Eve sedikit
pun untuk melukainya. Dan hasilnya, secara berkali-kali Deva harus
jatuh-bangun.
“Jadi
begini kekuatan R.E.D itu? Ternyata aku memang sedang berhadapan dengan orang
yang benar-benar tangguh,” Deva membatin, sempat menyesali
karena tadinya ia jadi besar kepala karena Eve tak membalas serangannya tadi.
Deva terjerembab untuk
yang kesekian kalinya. Napasnya terengah-engah, kelelahan. Ia mencoba untuk
bangkit, namun kembali terjerembab. Akhirnya untuk sementara ia mempertahankan
posisi itu. Ia pasrah saja jika Eve melancarkan serangan penutupnya padanya.
Namun ternyata kondisi
Eve tak sebugar yang Deva pikirkan. Eve jatuh bersimpuh karena luka di
lengannya kembali menjerit dan berdarah. Rupanya ia begitu mengeluarkan
tenaganya semaksimal mungkin hingga kembali mencederai dirinya sendiri.
Eve kemudian terduduk
sambil menambah balutan di lengannya menggunakan sapu tangannya. Ia tampak
santai membalut lukanya itu. “Hey! Ayo, bangun! Waktuku tidak banyak!” seru Eve
memanfaatkan kelengahan lawannya itu untuk merawat lukanya.
“Pokoknya aku harus menang! Sepertinya aku tahu caranya…”
Deva kemudian bangkit
secara perlahan dan berdiri tegak. Ia mendeliki Eve yang pura-pura tak
menyadarinya, meskipun Deva tahu betul gadis itu sok tak mau memperhatikannya
saking meremehkan kemampuannya. Namun ia tak ragu lagi untuk melanjutkan
serangannya karena ia tahu betul ke mana serangan itu akan bersarang.
“Hiaaaaaaaaatttt!!”
Dilancarkannya tendangan menyamping ke target di lengan kanan Eve.
Namun bagi Eve, gerakan
Deva dapat dengan mudah dibacanya. Dengan lincahnya ia langsung bangkit hingga
Deva gagal mendaratkan sasarannya. Deva tak mundur begitu saja. Kali ini diayunkannya
tinjunya ke titik kelemahannya itu. Namun lagi-lagi gerakan itu terbaca oleh
Eve yang langsung menangkap kepala tinju Deva dengan tangan kirinya, kemudian
diremasnya tangan Deva hingga dara anggun itu meraung kesakitan. Untuk
membebaskan kepalan tinjunya yang ditahan oleh Eve, Deva melancarkan tendangan
menyamping ke lengan kanan Eve. Eve merundukkan kepalanya, kemudian membanting
Deva sekuat tenaga hingga gadis itu terkapar habis.
Eve bernapas
terengah-engah. “Stop! Aku tak mau menyakitimu lagi! Sudah cukup! Kamu ini
bukan tandinganku! Kau tidak ada apa-apanya! Seharusnya kamu bisa mengerti itu!”
pekiknya sementara Deva terkapar sambil mengaduh-aduh kesakitan.
Deva yang
terengah-engah mendelikinya, penuh dendam meskipun masih tergolek lemah.
“Ck! Ayolah! Memangnya
besok kamu tak ada sekolah, apa? Lagian apa untungnya juga kau menantangku
seperti ini. Buang-buang waktu saja!”
Eve kemudian melangkah
menuju lift. Dikeluarkannya ponselnya kemudian menghubungi seseorang. “Judit …
Judit, apa yang terjadi padamu? Semoga saja ia baik-baik saja!”
Eve terus menanti dan
menanti ponsel tersebut akan dijawab, namun…
Prak!
***
HY, readers! ramaikan yuk dengan mampir ke novel genre thriller horor ini yang dijamin seru abis dan bikin nahan napas. ga percaya? klik saja gambar kover KAMU AKAN MATI DI USIA 13 TAHUN karya THIRTEEN di atas menuju link novelnya di STORIAL, mumpung gratis loh. bab awalnya aja dah greget, dijamin yang berikutnya lebih greget lagi. :=(d