THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 21 Mei 2015

Barro Porro-13

Barro Porro I ! Itulah nama area jalur tangga yang harus kunaiki…
Aku sempat kebingungan mencari-cari letak jalur tangga tersebut di sekolah baruku ini – SMA Losari – menuju kantin sekolah. Hari ini, kami ada double date di kantin tersebut sepulang sekolah. Hanya saja, sebagai murid baru tentu saja aku kesasar ke sana-kemari berusaha menemukan jalur tangga yang dimaksud. Katanya sih, kantinnya ada di lantai 4. Itu pun harus melewati jalur tangga Barro Porro I.
Mereka bertiga pasti menungguku lama di sana. Ryan – pacarku itu memang sudah memberiku gambaran peta lokasinya dan harus melalui jalan apa saja untuk menemukan jalur tangga Barro Porro I. Huh, semuanya jadi terasa membingungkan! Bagaimana caraku agar bisa ke sana? Dan sekarang, aku tengah berada di mana?
Kupandangi lapangan berumput yang sepi di sekitarku dengan malas. Sepertinya aku berada di belakang sekolah. Aku tak begitu memperhatikannya karena sibuk mencari jalan ke kantin itu.
Kumenyerah. Mungkin sebaiknya aku pulang duluan saja sebelum tersesat. Soalnya, sekolah ini kan sangat luas karena ada banyak jurusan di sekolah ini dan juga memiliki keunikan tersendiri. Jalur tangga pun menggunakan nama segala seperti halnya nama jalan, karena tangga-tangga di sekolah ini lumayan banyak dan ada area jalur tangga yang tak boleh diinjak sedikit pun.
Kenapa? Karena jalur-jalur tangga terlarang itu akan membawamu ke dunia lain – ke tempat para mahluk halus itu berada. Sekali kau melintasi jalur-jalur tangga terlarang itu, kau akan terperangkap di dunia mereka dan takkan bisa lagi kembali ke dunia ini. Tapi aku sendiri lupa nama-nama jalur tangga yang tak boleh dilintasi itu. Habis, nama-nama jalur tangga di sekolah ini susah-susah sih dilafalkan.
Ataukah sebaiknya aku menelpon Ryan ya agar menjemputku di sini. Kan tak enak dengan kedua sahabatnya yang mau dikenalkannya padaku. Namun, baru saja aku hendak menghubunginya, tiba-tiba saja mataku terpaku pada sebuah papan nama yang bergelantungan di atas sebuah jalur tangga: Barro Porro I. Akhirnya! Hatiku memekik kegirangan. Bergegas kuberlari ke tangga tersebut agar bisa segera tiba di kantin lantai 4. Ryan, aku datang!
“Tunggu!” Tiba-tiba saja seorang pria mencegatku. Refleks kumembalikkan badan dan melihat seorang pria bungkuk menatapku tajam. “Kau mau ke mana?”
“Ke Kantin Cita Rasa Makassar. Pacarku dan kedua kawannya sedang menungguku di sana,” jawabku.
Pria itu mengernyitkan kening. “Kantin itu kan lewat tangga di gedung seberang sana.”
“Ta… tapi kata pacarku – “
“Saya sudah bertahun-tahun menjaga sekolah ini. Jadi saya lebih tahu di mana letak kantin itu persisnya. Pacarmu pasti salah ingat.”
“Oh, ya? Jadi saya harus melintasi tangga yang mana?”
“Di gedung seberang sana, carilah jalur tangga Barro Porro-13 terus naiklah ke lantai 4.”
“Hm, begitu ya?” Kumengangguk-anggukkan kepala kemudian memutar arah ke gedung seberang. Kumelangkah menuju koridor gedung yang sepi dan lengang itu. Gedung tersebut tampak rusak sana-sini, sepertinya sudah lama tak digunakan. Di mana letak jalur tangga itu?
Mataku yang sibuk mencari-cari akhirnya menemukan sebuah papan arah yang bergelantungan di atas sebuah jalur tangga lagi: Barro Porro-13. Aha! Itu dia. Dengan tak sabarannya, segera kunaiki tangga tersebut menuju lantai 4. Aku sudah tak sabar lagi bertemu dengan Ryan, lagian perutku juga sudah lapar.
Namun entah mengapa, aku jadi kepikiran juga. Apa iya Ryan salah memberiku peta lokasinya? Entah mengapa aku merasa jalur tangga semula tadi itulah jalan yang benar. Tapi mengapa aku malah mengikuti arahan pria itu? Sebenarnya siapa yang salah di sini?
Begitu tiba di lantai 4, perasaanku jadi semakin tak enak. Suasananya tampak sepi. Terus, di mana kantin itu? Mungkin tak ada salahnya aku mencari sambil menghubungi Ryan. Namun sialnya, tak ada sinyal! Aku pun mengirimkan SMS padanya kalau aku berada di Barro Porro-13.
Akhirnya aku turun lewat jalur tangga yang lain, yang entah apa nama jalur tangganya karena tangga itu lebih dekat dengan perjalananku. Aku tak berpikiran lagi untuk mencari jalur tangga yang kunaiki tadi karena panik. Buru-buru pula kulintasi tangga itu menuju bawah begitu melihat seorang pria aneh membelakangiku di tikungan menuju lantai 3. Kuterbelalak begitu melihat pria yang sama membelakangiku di tikungan menuju lantai 2!
Hah?! Cepat sekali turunnya! Ini pasti ada yang tak beres. Akhirnya kuberlari melewati pria aneh itu dengan bulu kuduk yang merinding hebat. Akhirnya, aku pun tiba di tikungan lantai dasar dan berpura-pura tak menyadari keberadaan pria yang membelakangiku itu lagi. Kumemejamkan mata hingga akhirnya tibalah aku di lantai dasar.
Hosh-hosh, aneh sekali! Kelegaanku berakhir begitu kumelihat papan nama jalur tangga yang baru saja kuturuni tadi: Barro Porro-13. Hah?! Perasaan tadi aku tak lewat jalur tangga ini, deh!
Tapi kan yang penting aku sudah berada di bawah. Tinggal kembali lagi mencari keramaian dan… o’oh! Kenapa gelap sekali? Perasaan aku hanya sebentar mengitari Barro Porro-13 deh! Tak mungkin kan sampai berjam-jam hingga malam seperti ini?
Kakiku bergetar hebat, tak berani melangkah maju sedikit pun. Akhirnya karena tak bisa melihat ke sekeliling, kulangkahkan kakiku kembali ke atas. Aku bingung harus ke mana lagi. Aku sangat ketakutan!
Namun begitu tiba di lantai 4, tiba-tiba saja aku bertabrakan dengan seseorang. Oh, tidak! Jangan-jangan…
“Agnes?”
Langsung kutengadahkan wajahku ke sumber suara yang familiar di telingaku itu. “Ryan?!” pekikku girang seraya mendekapnya lega. “Kenapa kau ada di sini? Tahu dari mana?”
“Dari SMS-mu,” jawabnya. “Aku sudah berusaha menghubungimu, tapi tak terhubung juga hingga akhirnya kami memberanikan diri untuk mencarimu di sini.”
“Oh, akhirnya SMS-ku sampai juga. Aku tertolong.” Kumengernyit. “Tu… tunggu dulu. ‘Kami’?”
Tak lama muncul sepasang kekasih di belakang Ryan. “Iya. Aku membawa Erik dan Siska membantuku mencarimu. Untung saja kami menemukanmu.”
“Kenapa kau nekat melewati jalur tangga ini, Nes?” tegur Siska. “Ini kan jalur tangga terlarang.”
“Iya! Karena takut kau kenapa-napa, terpaksa kami bertaruh nyawa kemari,” timpal Erik, sinis. “Sekarang kami tak bisa menemukan jalan pulang daritadi.”
“Pantas!” Rupanya mereka juga mengalami keanehan yang sama denganku. “Ma… maaf ya! Aku tak tahu – ”
“Sudah-sudah! Sekarang kita cari jalur tangga yang tepat untuk pulang sama-sama. Oke?” Ryan menyikapinya dengan bijak. Kemudian kami pun melangkah berbarengan mencari-cari tangga yang aman, dengan senter satu-satunya yang berada di tangan Ryan.
Yang terjadi, hasilnya lagi-lagi kami melintasi jalur tangga yang sama – Barro Porro-13! Entah sudah berapa kali kami melintasi jalur tangga tersebut. Padahal kami sudah menghindari dan menjauhi jalur tangga terlarang itu. Tapi hasil yang sama tetap terulang!
“Percuma saja!” tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh seorang pria. Ryan mengarahkan senternya ke orang tersebut yang tengah berdiri di puncak tangga  tikungan menuju lantai 4. “Ikutlah denganku. Akan kutunjukkan jalur tangga yang tepat agar kalian bisa kembali.”
Aku tak bisa melihat dengan jelas siapa pria itu. Tapi Ryan mengomandokan agar kami mengikuti pria tersebut sebelum kehilangan jejak, meski kami sudah kelelahan karena naik-turun tangga daritadi.
“Lewat sini, silakan!” Pria itu menunjuk sebuah jalur tangga yang curam. Saking gelapnya, kami tak bisa melihat apa-apa.
Kami saling mendekap dan bergandengan tangan sambil menuruni tangga. Namun tiba-tiba saja senter Ryan mati. “Sial, kenapa harus di saat-saat seperti ini, sih? Hati-hati!” komando Ryan.
Kami menuruni anak tangga dikelilingi kegelapan pekat. Keringat dingin kami bercucuran saking takutnya hingga…
“Arrrrgghhh!!!” Ryan memekik-mekik.
“Ryan! Apa yang terjadi padamu?!” pekikku cemas. Aku baru tahu jawabannya begitu kakiku tiba-tiba saja tak memijaki anak tangga yang selanjutnya dan jatuh berguling-guling ke bawah. Begitu pun dengan yang lainnya menyusul. Kami terus jatuh berguling-guling, entah berapa lama – yang jelasnya lebih lama, padahal seharusnya kami kan sudah tiba di lantai dasar!
***
“Agnes! Bangun!”
Kumengerjap-ngerjapkan mataku begitu Ryan membangunkanku. Kuterduduk sambil memegangi kepalaku yang masih pusing. Namun mataku segera melebar begitu melihat pemandangan semula – yang terang, sebelumku menaiki Barro Porro-13 untuk pertama kalinya.
“Hei! Kita benar-benar sudah kembali, kan?!” sahutku riang. “Ayo kita pulang saja!”
“Agnes, tunggu!” Ryan mencegatku. “Kita sudah melintasi Barro Porro-13 sebanyak 13 kali dan –“
“Memangnya kenapa kalau sudah 13 kali?” tanyaku riang. “Yang penting kan kita sudah kembali.”
“Masalahnya, itu artinya…”
Aku baru tersadar apa maksudnya begitu beberapa siswa melangkah dengan santainya … menembus tubuhku!



ARIESKA ARIEF tercatat sebagai murid satu-satunya di kelas MENULIS BUKTI HIDUPKU (level 28) dengan roster harian: midnight (lomba menulis), fajar (mimpi), pagi (media massa), siang (kumcer), sore (novel), petang (freelancer) dan malam (kisah nyata / non fiksi). (^0^)7
PIN BB RAMADHAN (buku jomblo perdanaku) dan ke-43 antologi keroyokanku buktinya! b^0^d
Tengok kelasku di:  www.animanga-oushiza.blogspot.com. :=(D

0 komentar: