THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 08 Oktober 2019

monkey dream




Toooooot!
“Ibu akan kasih soal, ya!” suara Bu Salma pun bergema begitu masuk. Ia selalu saja langsung memulai pelajaran yang dibawakannya itu. “Yang ditunjuk, silakan naik ke papan tulis untuk mengerjakannya!”
“Soal pertama Rita, yang kedua Lena, dan yang terakhir Clur!” Dia menyebutkan nama-nama itu secara acak. “Sisanya kerjakan di tempat, ya!”
Aku tersentak begitu namaku juga disebutkan, meski untuk soal terakhir. Begitu soal Biologi itu selesai dituliskan di atas papan tulis, Rita pun dipersilakan naik. Sementara itu, aku berusaha menyelesaikan soal terakhir di tempat agar bisa lancar menuliskannya jika aku naik nanti. Maka aku pun mulai menguras otak.
“Rita!” Bu Salma lalu memanggil temanku yang kebagian soal pertama itu. “Kerjakan bagian ‘kulit’!”
Rita kemudian naik untuk mengerjakannya ke papan tulis, namun, “Bu, bab ‘kulit’ kan belum pernah diberikan. Itu kan pelajaran semester depan. Jadi aku be—“
“Dikuliti!”
Rita memekik tertahan begitu mendengar keputusan mengerikan itu keluar dari mulut sinis Bu Salma. Tak lama, kedua asisten Bu Salma memasuki ruangan dan mengikat tangan Rita ke langit-langit kelas di depan papan tulis itu. Rita pun tergantung dengan kaki menggantung yang meronta-ronta.
“Bu! Aku mohon! Tolong maafkan aku!” Rita memohon-mohon sambil menangis terisak.
“Inilah akibatnya kalau kau berani meralat soal yang kuberikan. Yang jadi gurunya di kelas ini saya atau kamu?” Bu Salma yang super tega itu tetap pada keputusannya. Mulanya ia menggores paha Rita yang tak tertutupi roknya dengan pisau kemudian tanpa ragu lagi ia menarik kulitnya ke bawah hingga ke tulang keringnya. Ia melakukannya dengan begitu mudahnya seperti mengupas pisang!
“Kyaaaaaaa!!!” jerit Rita kesakitan bukan main. Kulit paha mulusnya bergelantungan ke lantai seperti kain saja. Tak lama, darahnya pun berceceran di lantai disusul dengan kaki sebelahnya yang juga turut mengalami nasib yang sama.
Huek! Ingin sekali aku muntah begitu melihat adegan itu. Namun kutahan sebisanya. Kedua asistennya kemudian melepaskan Rita dari atas sana dan menyeretnya keluar karena ia sudah tak bisa berjalan lagi. Kulihat kakinya yang berdarah-darah diseret-seret, kulit kedua kakinya pun mengikutinya hingga bekas darah dari kaki yang diseret itu menjejak di sana.
“Itu hukuman bagi cewek yang suka melanggar peraturan sekolah dengan memakai rok mini di atas lutut!”
Aku jadi semakin kepanikan. Tapi ah, setelah kupikir-pikir lagi, seharusnya aku kan fokus saja pada soal terakhir ini: Gigi! Aku harus menjawab susunan dan waktu pertumbuhan gigi ini. Gigi geraham belakang ketiga muncul pada usia 17 tahun ke atas, terus gigi geraham belakang keempat bagaimana? Tak ada di buku!
“Lena, kau pasti bisa menjawab dengan baik bagian ‘otak’!”
Lena—si juara kelas berkacamata tebal itu—kemudian naik dengan percaya dirinya seolah tak terpengaruh kejadian naas barusan. Ia mengerjakan semuanya dengan lancar. Sementara itu, aku kepanikan mencari-cari siapa yang bisa membantuku. Aku tak punya teman sebangku soalnya. Setelah bertanya pada banyak teman di sekitar, mereka semua malah menggelengkan kepala.
“Hei, gigi geraham belakang keempat tumbuhnya di usia berapa?” tanyaku pada Susi yang duduk di belakangku.
Susi menggelengkan kepalanya, membuatku jadi putus asa saja. Sementara itu, Lena sudah hampir menyelesaikan bagiannya. “Kau tanyakan saja pada Nirmala! Dia itu cerdas sekali dan tahu segalanya!” Ia lalu menunjuk seorang gadis yang duduk di bangku paling belakang.

0 komentar: