THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 30 Oktober 2011

Semangat merahku (audisi antologi kisah nyata: aku cinta indonesia)




“Dibuka pendaftaran penerimaan anggota baru KSR PMI,” begitulah kalimat yang kubaca ketika melihat pamflet itu di mading kampusku. Entah mengapa kalimat ajakan tersebut begitu menghipnotisku untuk menempa ilmu di organisasi itu.
Sebenarnya aku ingin sekali menjadi seorang dokter, namun tak tergapai. Tapi syukurlah aku bisa berkuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Kuyakin inilah jalan yang terbaik dan belajar ilmu kesehatan. Aku sangat meminati cabang ilmu yang satu ini karena ingin berguna bagi orang-orang yang membutuhkan. Dengan melakukan hal-hal itu, kumerasakan adanya kepuasan batin tersendiri.
Maka dimulailah awal dari cita-citaku untuk menjadi seorang relawan PMI. Aku ingin mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan. Bukti kecil ini kutunjukkan dengan kesukarelaanku sebagai panitia pengkaderan mahasiswa baru, yaitu berperan sebagai seksi kesehatan. Aku sangat menyenanginya.
Aku menikmati kesibukanku di lokasi bina akrab tersebut. Aku yakin tenagaku diperlukan di sana. Aku juga sudah mempersiapkan diri dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan pertolongan pertama jauh-jauh hari. Aku ingin bisa berperan dengan baik.
Memang sejak membaca pamphlet itu, aku jadi berinisiatif menjadi sukarelawan PMI. Tapi aku masih belum memiliki keberanian untuk mendaftar. Makanya aku hanya bisa mempelajari buku-buku pertolongan pertama karena siapa tahu saja diperlukan. Ternyata ilmu-ilmu dalam buku-buku tersebut amat sangat membantu di lokasi pengkaderan tersebut.
Di lokasi tersebut aku paling banyak mengurusi mahasiswa-mahasiswa baru peserta pengkaderan yang jatuh sakit. Ada yang asma, yang mag, keracunan makanan bahkan ada yang kerasukan. Tapi semuanya bisa kami atasi dengan baik. Kakiku pun sempat berdarah tanpa kusadari di lokasi. Tapi teman-teman seangkatanku ternyata membawa perlengkapan kotak P3K untuk mengobatiku. Aku pun berpikir, ternyata benda-benda dalam kotak P3K itu sangat membantu pula.
Sepulang dari pengkaderan tersebut maka aku pun bertekad akan bergabung dengan organisasi KSR PMI di kampusku. Aku ingin tahu lebih banyak tentang pertolongan pertama yang sangat penting di kala mendesak. Aku sangat senang ketika sudah terdaftar menjadi calon anggota organisasi tersebut. Hatiku berbunga-bunga dan benar-benar serius ingin mendalami ilmu menjadi seorang PMI.
Ternyata untuk menjadi anggota organisasi tersebut tidaklah mudah. Tes kesehatan dan tes fisik harus kujalani. Aku tak ingin di tes kesehatan aku gugur. Makanya kubersikeras tak membeberkan penyakit apa yang biasa kualami, karena merasa sanggup. Tapi masalah berikutnya adalah tes fisik dan wawancara. Aku sangat berusaha keras untuk melewati semuanya karena tak mau gagal. Ternyata ribet juga menjadi anggota KSR PMI.
Keseriusanku ini akhirnya membawaku ke tahap selanjutnya. Hari itu tahap terakhir agar bisa masuk sebagai anggota. Tahap demi tahap kulalui cukup panjang dan aku tak mau setengah-setengah melihat kesungguhanku ini. Tahap akhir ini adalah pemberian materi (indoor) dan praktek (outdoor). Di saat pemberian materi, kusadari ternyata ruang lingkup PMI tak hanya pertolongan pertama saja, tapi juga dapur umum, mendirikan bivak, dan masih banyak lagi yang baru kuketahui. Aku memang lumayan menguasai materi pertolongan pertama, tapi ternyata masih banyak yang baru kuketahui tentang PP.
Aku senang sekali begitu outdoor pun tiba. Kami akan diberangkatkan menuju lokasi di pegunungan untuk prakteknya. Aku begitu bersemangat hingga berita buruk pun datang.
“Hari ini ada ujian dadakan!” panik temanku yang sefakultas denganku. Aku syok. Ternyata di hari keberangkatan kami itu ada ujian dadakan yang tak pada jadwalnya. Kami mengira ujian final mata kuliah tersebut ditiadakan, ternyata malah diadakan dadakan seperti ini.
Kami kebingungan. Haruskah kami membatalkan keberangkatan kami dan pupuslah impianku untuk menjadi anggota. Kubimbang. Kalau tak ikut ujian penting tersebut, nilaiku pasti bakalan hancur. Tapi kalau aku ikuti ujian tersebut dan membatalkan keberangkatan artinya aku harus ikut tahun depan lagi untuk menjadi anggota.
Rasanya ini tak adil. Jadwal outdoor ini kan lebih duluan disepakati daripada ujian dadakan tersebut. Lagipula kenapa ujiannya harus dadakan seperti itu? Aku harus bagaimana? Tak mungkin pulalah aku meninggalkan keberangkatan ini mengingat aku telah bersusah payah melewati semua tahap-tahapnya menuju keanggotaan dan sekarang apakah semuanya harus hilang begitu saja? 


Aku sudah capek-capek hingga ketahap outdoor, masa aku harus mundur begitu saja? Lagipula ini cita-citaku untuk menjadi sukarelawan. Apakah aku harus melepaskannya begitu saja? Tidak. Aku harus tegas. Aku takkan meninggalkan cita-citaku untuk meraih keanggotaan dan diturunkan menjadi sukarelawan kelak. Aku senang di organisasi yang telah banyak membimbingku ini. Yah, meskipun aku harus mengorbankan ujianku, aku rela yang penting impianku segera terwujud. Masalah ujian itu bisa dibicarakan usai outdoor.
Akhirnya aku mengikuti outdoor tersebut. Aku selalu meluruskan niat untuk selalu belajar agar bisa menjadi penolong yang baik. Tapi di tengah-tengah aktivitas outdoor, aku dibayang-bayangi ujian tadi. Bagaimanakah nasibku kelak? Rasanya aku tak sanggup membayangkan jika nilaiku nantinya jeblok hanya demi kecintaanku pada dunia PMI. Tapi di tengah kegalauanku itu, kurasakan para senior di sana membimbingku untuk melupakan masalah ujian itu dan berhasil membuatku fokus pada ilmu yang kuminati. Akhirnya aku merasa tenang kembali dan belajar praktek dengan baik.
Ya Allah, mengapa aku mengorbankan ujianku demi kegiatan ini ya? Padahal aku masih bisa ikut tahun depan. Tapi kalau kumeninggalkan ujianku karena suatu impian, aku bisa saja mengulang tahun depan. Ternyata aku lebih memilih mata kuliahku yang sedang diujiankan itu kuulang tahun depan. Meskipun merasa akan jeblok dan sempat panik, tapi aku merasakan pertolongan Tuhan itu dekat. Dia pasti akan membantuku karena aku berniat menjadi seorang sukarelawan PMI dengan tidak main-main. Salahkah aku yang lebih mendahulukan niatku ini? Aku yakin Allah menyetujuiku! Dan jika aku menjelaskan pada dosen tersebut, hatinya pasti akan terketuk dan memberiku kesempatan untuk ujian susulan. Aku yakin itu.
Sepulang dari outdoor itu, begitu banyak ilmu yang kudapatkan. Aku puas dan serius untuk tekun menjalaninya. Aku ingin sekali suatu saat nanti aku bisa menolong banyak orang yang kesakitan, misalnya di daerah bencana. Hatiku terketuk untuk melakukan itu. Tak hanya itu, dengan pertolongan pertama aku bisa membantu orang-orang yang dalam keadaan terdesak sebelum bantuan dokter datang. Yah, inilah akar dari cita-citaku untuk menjadi seorang dokter. Intinya tetap sama, yaitu untuk menolong banyak orang dengan kedua tanganku ini.



Dan kejadian tak terduga pun muncul setelah keanggotaanku itu. Nilai mata kuliah yang ujiannya tak sempat kuikuti itu dapat A. Aku terheran-heran. Darimana asalnya nilai ini padahal aku tak sempat menemui dosennya untuk membicarakan hal ini?
Aku pun menyadari. Ternyata keyakinan dan dugaanku benar. Allah pasti akan membantu hamba-Nya yang memiliki niat yang mulia dan aku sama sekali tak meragukan hal itu. Dia telah membantuku untuk melewati semua tahap penerimaan anggota itu, tapi juga memberiku nilai termanis. Inilah kuasa Allah bagi hamba-Nya yang gigih berusaha. Aku tak hanya menjadi salah satu anggota KSR PMI, tapi juga mendapatkan IP yang bagus pula dengan nilai-nilai yang tak pernah aku sangka. Dua karunia yang merupakan kado termanis dari rahmat-Nya.
(Rabu, 24 November 2010, jam 5 sore)
V(^_^)V

0 komentar: