THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 06 November 2011

Perjuangan yang sesungguhnya




Pemuda yang kuliah di salah satu universitas terkemuka itu mempercepat segala persiapannya untuk berangkat ke kampus pagi-pagi buta. Ia kelihatan begitu bersemangat. Dimasukkannya apa-apa saja yang diperlukannya di kampus nanti ke dalam ranselnya. Ranselnya terisi penuh. Meskipun ia sudah memasuki semester 12, tapi ia masih tetap bersemangat mewarnai hari-harinya di kampus.
Ia lalu melangkah keluar dari kamar kos-nya. Dengan langkah lantang ia menuju kampusnya tanpa mempedulikan pagi yang masih gelap. Ia sengaja berangkat secepat itu ke kampusnya karena sesuatu yang penting. Sesuatu yang disebutnya sebagai ‘perjuangan’. Nama pemuda yang penuh semangat itu adalah Roy.
>.<
Pip! Pip! Terdengar suara klakson kendaraan di jalan itu yang saling bersahut-sahutan. Mereka mengeluhkan ulah segelintir mahasiswa itu di bawah teriknya matahari siang. Perjalanan jadi terasa panjang dirasakan oleh para pengguna kendaraan tersebut.
“Duh! Kenapa macet di saat seperti ini? Sebentar lagi kan ada ujian!” keluh seorang mahasiswa panik sambil melirik arlojinya. Hal yang serupa dirasakan oleh penumpang mikrolet lainnya yang tak lain adalah teman-teman sefakultasnya semua.
“Ada demonstrasi lagi,” kata supir mikrolet yang menuju ke kampus merah tersebut.
Para penumpang lainnya mengeluh panjang sambil melirik sana sini melihat para demonstran itu. Di tengah jalan itu tampak seorang pemuda yang berkoar-koar tanpa jenuh-jenuhnya menyemarakkan demonstrasinya yang tampaknya tak dihiraukan oleh kebanyakan orang yang tengah beraktivitas di jalan itu.
“Jadi begitulah, saudara-saudara! Mari kita tolak kedatangan SBY di kota kita yang tercinta ini! Lihatlah! Begitu banyak bencana dan kericuhan yang menyebabkan kekacauan di negeri kita ini yang tak bisa diatasinya! SBY telah gagal menjadi presiden!” pekik Roy dengan suara yang mulai serak. Ia tengah berdiri di sekitar ban-ban yang telah dibakar.
Para pengendara hanya bisa diam mendengarkan kicauan Roy. Yang mereka pikirkan adalah segera sampai di tempat tujuan. Dalam hati mereka mengeluhkan aksi demontrasi mereka yang menghambat kelancaran dan kenyamanan lalu lintas. Menurut mereka, demonstrasi yang mereka kicaukan itu tidaklah penting. 


Tapi tidak dengan Roy dan kawan-kawannya. Mereka juga turut tak peduli dengan kepentingan para pengguna jalan di tempat tujuan. Yang mereka pikirkan adalah menumpahkan kekesalan mereka yang sebenarnya hanya membuang-buang waktu untuk berkuliah.
“Huh! Setiap ada kesempatan, sepertinya mereka hanya berusaha untuk mencari-cari kesalahan pemerintah,” keluh seorang mahasiswa di mikrolet tadi. “Kenapa kalau mau demonstrasi seenaknya saja dan bukan pada tempatnya? Kenapa harus di tengah jalan sih?”
“Hya, begitulah risikonya Negara demokrasi. Pemerintahan salah sedikit, dinilai tak becus. Ngapain juga mereka terlalu mencampuri urusan kepemerintahan sedangkan mereka tak terlalu mengerti. Selesaikan kuliah kek. Setidaknya mereka turut ambil bagian dalam memajukan Negara. Daripada emosi-emosian tak jelas begini?! Apa untungnya coba? Turut kasih solusi yang tepat kek pada pemerintahan jika dirasakan kurang. Jangan berkoar-koar omong kosong tak jelas seperti itu. Sama sekali tak menyelesaikan masalah!”
“Saat BBM naik juga mereka protes agar presiden SBY dan wakilnya diturunkan. Ckckckck. Benar-benar keinginan mereka itu tak dilandasi perenungan yang matang. Memang hal itu memberatkan apalagi untuk rakyat miskin, tapi di balik itu semua pemerintah pasti mengusahakan hal yang terbaik untuk Negara dan bangsa. Pastilah mereka menaikkan BBM untuk kebaikan bangsa. Dan memang kenaikan itu tak bisa dihindari, tapi mereka sepertinya tak mau tahu latar belakangnya.”
“Yah, lebih baik mensyukuri apa yang ada selama ini dari pemerintahan. Sebaiknya kita memberi mereka kesempatan untuk menjalankan pemerintahan. Kalau pun mereka melalaikan, mereka pasti akan mempertanggungjawabkan komitmen mereka di hadapan Allah,” komentar seorang penumpang di depan dengan bijaksana. “Mungkin demonstrasi ini ada hikmahnya. Biarkanlah ini menjadi cambuk keras agar pemerintahan tak lalai dan lebih bekerja keras memajukan martabat bangsa. Tapi jangan langsung mengecap pemerintahan kita secara negatif terus. Para demonstran juga jangan hanya Cuma berani mengkritik dan menuding saja, tapi ada baiknya mereka turut bekerja keras mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif dan berguna bagi Negara. Jika hanya terus mengkritik tanpa berusaha untuk membangun perbaikan itu sendiri, Negara ini takkan bisa maju-maju. Itu baru makna perjuangan yang sesungguhnya,” lanjut orang itu.
Mahasiswa-mahasiswa yang berdiskusi tadi langsung menoleh ke penumpang itu dan tersentak. “Pak Faisal?!” seru mereka tak menyangka begitu orang tersebut berbalik. Pria itu tersenyum.
Kehadiran pria tersebut sontak membuat mereka senang karena rupanya pria itu adalah dosen mereka yang hendak menyelenggarakan ujian siang ini.
V(=^_^=)V

0 komentar: