THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 07 Maret 2016

TOKYO GHOUL - 10

duh di episod ini aku hanya bisa teriak2 minta ampun, tolong, duh sadis banget de liatnya padahal aku cuma penontonnya tapi dah teriak2 minta tolong segala liat Kaneki-nya digituin. hi, serem juga deh sadislah pokoke. klik gambar menuju episod yang ini ya. sadisnya keterlaluan juga si meski cuma tes2 getu n saking sadisnya tu ayato yang musuhnya aja risih liat kaneki disiksa getuh hiiii...





Anteiku…
“Hari ini sepi banget, ya? Pelanggannya sedikit,” komentarku sambil mengelap gelas-gelas bersih.
“Tentu saja. Di luar sana kan banyak investigator ghoul yang memburu ghoul brutal, mereka jadi takut keluar rumah deh. Salah-salah, mereka juga bisa kena,” respon Toka.
Tring! Tiba-tiba saja ada pelanggan yang datang. Oh, akhirnya!
“Selamat datang,” sambutku ramah sambil membungkukkan badan. “Silakan, mau pesan apa?”
“Manajermu mana?” tanya seorang pria berjanggut keren itu padaku. Ia datang bersama beberapa anak buahnya yang mengenakan penutup wajah aneh.
“Lagi pergi, ntar juga datang.” Ia malah mencengkram kerah bajuku dan berprilaku seperti preman pasar. Siapa orang ini?!
“We! Kau itu sadar nggak sih apa yang kamu lakukan?” Toka menegur dengan santai. “Datang-datang langsung main kasar, pesan kopi dulu kek!” Ia tak bergerak dari bangkunya sedikit pun.
“Appaaa?!” Akhirnya orang yang bernama Banjo itu mau juga duduk baik-baik.
“Sebenarnya kamu mau apa ke sini? Kalo ada pesan, ntar kusampaikan ke manajer. Kebetulan ia sedang keluar sebentar,” kumenawarkan bantuan begitu aku dan Toka duduk di hadapannya untuk bicara baik-baik. Sepertinya ada masalah serius sampai ia mau jauh-jauh ke sini.
Wajahnya tampak serius dan tegang. “Sebenarnya aku datang ke sini buat cari Rize. Soalnya terjadi kekacauan di wilayah seberang dan sebentar lagi akan terjadi di wilayah ini. Para ghoul dari Aogiri hendak memukul mundur para CCG dan ghoul yang berkuasa di sana. Jadi… jadi aku datang ke sini untuk—“
“Darimana lo tahu Rize ada di sini?” tanya Toka tandus.
“Aku mengenalnya sejak ia datang ke wilayah seberang sana. Sebelum pergi, ia bilang ia tertarik untuk datang ke sebuah kedai kopi bernama Anteiku ini. Makanya aku ke sini, soalnya Rize dalam bahaya.”
“Dalam bahaya?” kumengulangi kalimat serius itu.
Tak lama, Banjo malah mendekatiku dan mengendus-endusku. “Ndus-ndus! Kamu?! Kamu… jangan-jangan…”
Gawat! Apakah ia mengetahui bau tubuhku ini sama dengan—
Ia lalu menyerangku di tempat yang sama dengan pukulan-pukulan saja. “Jangan-jangan kamu pacarnya Rize!”
“Bukan! Bukan… aku dan dia nggak ada apa-apa,” jawabku sambil terus menghindarinya. Duh, ia bisa mengendus sebaik ini, tapi jangan sampai ia tahu Rize ada dalam tubuhku. “Kamu salah paham!”
Aku lega ia salah paham, tapi aku harus menghentikan kesalahpahaman ini sebelum tempat ini hancur karena amukannya. Begitu kepalaku tiba di bawah serangannya, secara spontan saja kunaikkan kepalaku hingga menyeruduk dagunya. Duagh!
Kumemekik tertahan begitu melihatnya langsung pingsan karena serangan tak kusengajai ini. Jadi merasa bersalah juga jadinya. Sori! Sori! Tak sengaja. Aku tak menyangka gerakan spontanitasku tadi membuatnya jadi begini. Apakah ia tak apa-apa?
“Bos? Bos, tak apa-apa?”
“Atas nama Bos kami, kami minta maaf,” kata salah seorang anak buahnya padaku.
Beberapa saat kemudian, akhirnya ia tersadar juga. Segera kuhampiri dia yang terbaring di lantai kafe untuk memberikannya minuman. Ia terduduk sambil memegangi kepalanya yang lagi pusing.
“Kamu nggak apa-apa? Sori ya yang tadi,” sahutku sambil memberikannya segelas air minum.
Ia pun meminum air itu. “Hm. Kau ternyata tak selemah yang terlihat. Penampilanmu saja yang tampak kemayu. Kau kuat juga, ya? Namamu siapa?”
“Ah, nggak.” Aku jadi malu dan gelagapan mendengarnya. “Namaku Kaneki Ken.”
“Kaneki Ken, ya? Jadi bener kamu nggak ada hubungan apa-apa ama Rize? Kau kenal dia, kan?”
“Aku dan dia nggak ada hubungan seperti yang kamu duga, kok,” kutegaskan padanya.
“Ah, kalo gitu… kalo gitu, aku minta maaf!” Ia malah langsung sujud mohon maaf.
“Jangan! Jangan begini, dong!” karena tak enak hati, kusuruh ia mengangkat kepalanya. Ini kan hanya masalah sepele! “Tidak apa-apa, kok. Aku nggak marah.”
“Nggak! Izinkan aku minta maaf padamu karena sudah salah serang orang. Supaya aku bisa hidup tenang.”
Ya, sudahlah! Terserah dia saja supaya bisa tenang. Tak lama, setelah puas minta maaf padaku ia pun menegakkan kepalanya.
“Namaku Banjo. Sebenarnya Aogiri sudah masuk menyerang wilayah ini dari wilayah seberang dan aku adalah bawahan mereka. Tapi aku tahu mereka merencanakan sesuatu. Mereka mencari-cari Rize dan aku yakin itu bukan sesuatu yang bagus,” bebernya.
Glek! Mereka mencari-cari Rize… aku?!
“Kau tahu di mana dia? Kalau kamu ketemu, tolong suruh dia lari,” katanya berapi-api. Jelas sekali rasanya orang ini menaruh hati pada ghoul seksi dalam tubuhku ini.
Gimana nih, Toka? Kutatap ia berdiskusi di udara. Aku harus jawab apa?
Toka mengayunkan tangan santai—menyerahkan semua jawabannya padaku tanpa ia harus ikut campur. Ia kemudian pergi. Aku harus bagaimana ya menjawabnya? Tak tega juga rasanya  menyampaikan yang sebenarnya terjadi.
“Rize… Rize sudah tak…” Lidahku bergeming, ragu mengeluarkan kata-kata berikutnya. Kualihkan mataku menghindari tatapannya.
“Apa? Rize sudah apa?” Banjo tampak cemas menanti kalimatku yang seterusnya.
“Ng… Rize… Rize sudah tak ada di sini lagi,” akhirnya jawaban itu saja yang kukeluarkan. Padahal sebenarnya yang mau keluar di mulutku ini: Rize sudah tak ada di dunia ini lagi. Tapi aku tak tega mengatakannya sejujur itu. Ia bisa mengamuk lagi! Apalagi kalau ia tahu bahwa…
Ia tampak lega. Syukurlah! Ia tak perlu meratap di sini. Bergegas kuberpaling darinya dan pergi karena tak ingin membahas soal Rize lagi dengannya. Terpaksa kusembunyikan semua ini darinya. Kasihan kalau ia tahu apa yang terjadi. “Sori ya nggak bisa bantu.”
“Kaneki, aku punya permintaan.”
Kuberbalik lagi. “Permintaan apa?”
“Bilang ke manajermu, kalau Rize datang lagi ke sini, suruh dia lari sejauh mungkin.”
Sebenarnya apa yang Aogiri inginkan dari Rize, ya? Sepertinya sesuatu yang gawat!
“Kalian juga, cepatlah lari. Ntar lagi Aogiri hendak merebut daerah ini dari ghoul sipil kayak kalian. Bahaya!” Ia memperingatinya. “Penyerangan wilayah ini dipimpin oleh—“
Prang! Tiba-tiba saja seorang pemuda belia muncul dan menendang kaca kafe dengan entengnya. Ia kemudian masuk dan memelototi Banjo. “We, Banjo! Kau itu jaga mulutmu atau mau kupukuli sampe kehabisan darah lagi?” ancamnya.
Banjo tak berkutik—ketakutan. Kok anak ini mirip—
Toka lalu maju dengan kalemnya sebelum anak itu menghajar Banjo. “Ayato?”
Anak bernama Ayato itu tersenyum bengis. “Halo kakakku yang bego.”
Sudah kuduga anak itu adiknya Toka!
“Ngapain lo ke sini berbuat kekacauan?”
“Kan aku nggak kayak kalian—para ghoul pecinta damai. Nggak banget deh kayak kalian. Lemah banget!”
Tring! Tiba-tiba saja ada 2 orang aneh lagi yang masuk.
“Ck!” Ayato berdecak kesal begitu melihat siapa yang datang. “Kalian datang. Kok tahu kami ada di sini? Ganggu kesenangan aja kamu, Yamori.”
Pria bertubuh raksasa itu terkekeh. “Kami berdua ikutin bawahanmu si Banjo itu. Bawahanmu itu bego juga, ya? Aku yakin ia pasti akan menyuruh si Rize lari.”
Si ghoul banci di belakangnya lalu mengubah papan kafe dari ‘open’ menjadi ‘closed’. “Permisi!” Ia lalu menutup pintu agar tak ada yang datang mengganggu lagi. “Duh, ada kakaknya Ayato. Dia bener-bener mirip denganmu. Aku jadi iri, rupanya ada reuni keluarga di sini,” komentarnya sambil bersandar ke pintu.
“Mana Rize?” Yamori melangkah melewatiku. Tak lama, ia lalu terhenti sambil menatapku dalam-dalam. “Hei, ada bau di sini. Bau yang merusak parfumku.”
Wajahku menegang ketika wajahnya mendekat. Aku tahu ia pasti mencium aroma Rize dalam tubuhku ini. (Kalau saja aku tahu apa yang akan dilakukannya itu sangat mengerikan, pasti aku dah lari duluan! Orang ini sangat berbahaya.)
“Apa yang ini bisa?” Ia bertanya pada asistennya si bencong.
“Iya. Kita tangkap saja ia sekarang. Baunya seperti Rize, kok.”
“We!” Toka langsung protes. “Tangkap-tangkap. Mangnya kalian siapa? Datang-datang sudah sok berkuasa!” ia menantang melindungiku.
Yamori langsung saja menendang Toka dan menyambar leherku dengan cepatnya. Ya ampun!
“Berkuasa itu hak bagi yang paling kuat, Nona. Aku mau yang ini!”
Sementara itu kubergelantungan di tangannya yang besar—berusaha melepaskan diri dengan mengaitkan kakiku, namun… brugh! Ia langsung mengempaskan tubuhku ke meja hingga retak terbagi dua. Adduh! Tulang belakangku!
Tak sampai di situ, ia lalu menginjak perutku dan memasang kaki besarnya di atas tubuhku. Akh! Semburan darah keluar dari mulutku.
“Bangkit atau tidur terus? Pilih yang mana?” sahutnya sambil menekan telunjuknya hingga berbunyi. Krek.
Toka yang melihatnya berusaha bangkit untuk menolongku. Tapi sebelum ia membahayakan dirinya sendiri, kukeluarkan tenaga ghoulku untuk mengangkat kaki raksasanya itu dari tubuhku sekuat mungkin. Takkan kubiarkan kau menyakitiku begitu saja! Ngggghhhhhh…
Mata Yamori semakin berbinar begitu melihat kakinya semakin merapat ke tubuhnya secara perlahan. Yang lain malah terpesona melihat mata ghoul sebelahku yang berbinar-binar. “Kuat juga!”
“Wow! Ghoul mata satu? Langka banget!” si banci berkomentar santai.
Akhirnya kuberhasil menyingkirkan kaki gedenya dari tubuhku. Kutermegap-megap marah karena ia mencoba menyakitiku yang entah apa alasannya. Selanjutnya, kumencoba untuk menyerangnya, namun… srugh!
Sulur kagunenya yang langsung keluar menusuk dadaku hingga kuterkulai lemas. Melihatku terkapar di lantai, Toka mencoba menyerang Yamori namun dihadang oleh adiknya sendiri yang tega-tegaan.
“Lo ini kayak Ayah ya sama gak bergunanya? Liat sayapmu yang patah itu. Atau mau kupatahkan yang satunya lagi?” Ayato mencela kagune Toka yang pendek sebelah itu.
“Ayah mati karena melindungi kita, bego!”
“Nggak. Ayah mati sia-sia di tangan manusia karena ia sok cinta damai. Kau mau mati mengikuti jejaknya ya? Kalau aku sih ogah, soalnya aku mo buktiin ke orang-orang itu kalo ghoul itu lebih tinggi derajatnya di atas manusia yang injak-injak kita! Sebaiknya lu mati aja, kakakku yang bego!” Ayato kemudian mengeluarkan tembakan beruntun dari kagunenya.
Di tengah kesadaranku, aku hanya bisa menyaksikan pertarungan yang akhirnya dimenangkan oleh Ayato itu. Keadaan Toka pun sama kalahnya denganku. Ukaku-nya lenyap seketika begitu diserang oleh tembakan Ukaku Ayato. Banjo dan kawanannya tak berani menentang bos mereka dan hanya bisa menelan ludah. Jahat sekali bos mereka itu!
“Toka?” rintihku. Apa dia tak apa-apa? Kondisinya tak jauh beda denganku—sama-sama tak berdaya. Ingin kumerayap merengkuh dia, namun…
“Oh, yang satu ini masih bertahan?” Dengan kasarnya Yamori langsung menyambarku lagi dan menjambakku. Membenturkan kepalaku ke meja secara brutalnya. “Apa yang ini saja?”
Tak puas, ia membenturkan lagi kepalaku ke dinding kayu hingga patah. Prak. Ia melihat hasilnya dan menyeringai. “Kalau begini?”
Kegilaan yang selanjutnya pun membuat kafe hujan darah. “Kalau begini? Kalau begini? Kalau begini?”
Setelah tubuhku berlumuran darah, ia malah tertawa puas. “Kalian lihat, nggak?! Aku tak bisa menghancurkannya!”
“Tak salah lagi, inilah orangnya. Mari kita bungkus!” si bencong bersuara, namun disambut bogem di perutnya hingga tembus saking bergairahnya si psikopat Yamori itu. Namun si bencong tak marah diperlakukan seperti itu, malah tampak maklum meski kesakitan. “No problem.”
Si psikopat itu menjatuhkan tubuhku yang berlumuran darah tak berdaya ke lantai. Tak ada yang bisa menolongku lagi. Tubuhku memang tak hancur dibenturkannya secara brutal sana-sini, tapi otakku lah yang hancur berantakan. Entah apa yang akan orang ini lakukan padaku dan mengapa ia memperlakukanku sebiadab itu? Apa kesalahanku?!
“Ayato, masukin anak ini ke tas,” pinta Yamori pada anak buahnya itu. “Kita bawa pulang dia. Asik!”
Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttttttttttttttttt…………………………

(Rupanya si Yamori Cuma tes-tes daya tahan tubuh Kaneki makanya dibenturin brutal gila-gilaan kayak getu. Si Ayato saja meringis risih lihat kegilaannya yang super sadis itu (hatinya kayak bilang: sudah dong!). Yamori tu psikopat. Ia seneng karena tubuh Kaneki ga hancur-hancur, makanya ia bawa pulang tuk dijadiin “mainan” mengerikannya. Begitulah psikopat! Maklum…)


=====================================================================
baca beattle seru lainnya dengan ngeklik gambar di bawah ini, ya. :=(D


http://battle-of-realms-6.blogspot.co.id/2016/03/fbc-015-ghoul.html?showComment=1457134334921#c4115306077024512880

0 komentar: