THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 18 Maret 2015

KELAS THRILLER (100 Kisah_Kisah kedua): MEMOTRET HANTU

Akhirnya… akhirnya tinggal 99 kisah lagi! Fiuh, ayo siapa lagi yang mau membagikan kisah hantunya di ritual 100 Kisah Hantu yang selalu kalian lakukan setiap malam Jumat (pukul setengah 7 petang hingga pukul setengah 10 malam) ini?!

Apa? Masih ada yang belum bergabung? Masih bingung cara mainnya? Oke, saya jelaskan sekali lagi agar kalian mau bergabung duduk bersama kami: Di permainan ini, masing-masing peserta harus menceritakan kisah horornya. Setelah bercerita, diwajibkan meniup satu buah lilin yang menyala. Dan jika lilin terakhir dipadamkan, aku… aku akan--  

Jepret!

Hei, bilang-bilang dulu dong kalau mau ambil foto saya! Hehe…

“Miyung! Apa-apaan, sih? Ambil foto segala!” protes Chika, gadis 13 tahun ber-hoodie yang tomboinya bukan main itu. “Bukan waktunya, tahu?!”

Miyung terkekeh-kekeh, “hehe! Buat dokumentasi mading sekolah. Seru-seruan saja. Lagian siapa tahu saja bisa dapat foto hantu.”

“Foto hantu?!” teman-teman lainnya berseru serempak. Untung saja mereka tak menoleh ke arah saya, hihi!

“Apaan, sih? Serius amat. Aku hanya bercanda, kali!”

“Oke! Langsung saja. Lilin kedua kali ini untuk siapa?” Chika menebarkan pandangan ke sekelilingnya dan melihat sebuah tangan terunjuk naik. Yes!

IMAI YASUE, pengarang horor favoritku itu mau berbagi cerita kali ini! Aku suka sekali dengan karya-karyanya yang thriller habis! Keren banget! Aku fans setianya!!! \(^0^)/

“Aku bersedia menjadi kontributor kedua di ritual ini. Tapi sebelumnya aku mau tanya, apakah kalian tahu cara…”


https://www.facebook.com/groups/CNTRO/?ref=browser



MEMOTRET HANTU


“Hiiii! Ini foto hantu semua?!” jerit tegang teman-temanku begitu melihat hasil jepretanku: ada bayangan hitam, ada foto tangan di belakang pundak seseorang dan sebagainya.

“Chika hebat! Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan foto hantu seperti ini?!” decak kagum mereka.

Ya, nggak nyombonglah! Mungkin sudah bakat, kali…

“Pembohong!” celoteh sebuah suara sinis, Pandora. Deg! Kuarahkan pandanganku ke temanku itu. “Kakakku fotografer handal, loh! Dia bisa tahu itu foto asli atau palsu hanya dengan melihat datanya. Kau itu sudah menipu kami!” tuding Pandora.

“Oke! Kau mau buktinya?!” tantangku. “Aku bisa membuktikannya! Besok aku bawa data fotonya…”

*

Sudah semalaman penuh aku begadang di depan komputerku, bukannya untuk mengerjakan tugas sekolah. Tugas-tugasku yang menumpuk tercampakkan di kasurku tanpa pernah tersentuh sama sekali sejak sepulang sekolah. Di malam sepi itu, hanya Miyung—hamsterku yang setia menemaniku. Apakah yang kukerjakan hingga dini hari begini? Apalagi kalau bukan…

“Ck!” desahku putus asa. “Kalau datanya dilihat fotografer profesional, pasti akan bisa langsung ketahuan kalau foto-foto ini… memang PALSU!”

Tanganku kembali menari-nari di keyboard. “Tapi aku ingin benar-benar bisa memotret hantu. Bagaimana caranya, ya?” Kemudian jari-jariku menangkap sebuah situs di internet. “Tempat-tempat berhantu?”

Mataku kemudian nyalang membacanya satu per satu seantusias mungkin. “Bekas rumah sakit XX?” Senyum racunku pun bergema. “Yes! Dengan begini, aku bisa memotret hantu yang asli!”

*

Kuabaikan papan bertulis ‘DILARANG MASUK’ di depan bekas rumah sakit itu dulunya. Cuekin saja, lagi! Aku kan ada perlu di sini. Maka tanpa perasaan takut sedikit pun demi sebuah obsesi memotret hantu, kuarahkan kamera ponselku ke setiap sudut bangunan bekas rumah sakit yang super berantakan itu, berharap bisa menangkap gambar penampakan.

Namun dari ruang operasi sampai kamar mayat kutelanjangi, aku tak menemukan foto penampakan di sana. Ck! Sia-sia sudah dong aku jepret sana-sini tanpa hasil…

*

Tak menyerah, aku mendatangi tempat berhantu kedua yang direkomendasikan di internet itu: KUBURAN!

Di sini pasti banyak hantunya! Aku jadi lebih antusias…

Ayo… ayo, Hantu! Keluarlah… kubongkar sebuah makam secara acak dan membidiknya secara membabi-buta hingga…

“Hei! Kamu sedang apa?!” pekik seorang penjaga makam menegurku. Aku pun bergegas melarikan diri karena telah melakukan pidana ringan. “Kau akan mendapat balasannya, dasar anak nakal!” umpatnya, tapi aku tak peduli.

Namun setelah melihat hasil fotonya, lagi-lagi aku hanya bisa mendesah napas kecewa. Ya, lagi-lagi hanya foto mayat berantakan yang ada, padahal bukan ini yang kumau. Tak ada sama sekali penampakan di foto-foto itu. Ck!

“Huuuuu… hiks-hiks!”

Suara sedu-sedan itu mengalihkan perhatianku. Kulihat beberapa orang berpakaian hitam di sebuah rumah. Aha!

*

Mengendap-endap kumasuki rumah duka tersebut. Begitu merasa aman, kulangkahkan kakiku ke kamar jenazah yang sedang sepi. Kudekati perlahan-lahan. Tahu sendiri kan tujuanku kemari bukan untuk melayat mayat yang tentunya tak kukenali itu, melainkan…

Jepret! Jepret!

“Woi!” Lagi-lagi terdengar suara seruan. Ck! “Kau ini anak siapa?! Jangan foto jenazahnya!”

“Keterlaluan kau! Anak jahat!”

Kubergegas melarikan diri tanpa memedulikan umpatan mereka. Drap-drap-drap…

*

Ck! Ih, lagi-lagi hanya mayat biasa yang tertangkap kamera! Bagaimana ini? Kok tidak terfoto sama sekali ya hantunya? Mungkin hantunya sudah pergi karena sudah lama mati. Tapi bagaimana kalau ‘di saat mati’?

Pikiran mengerikanku mencuat. Tapi aku tak peduli lagi! Pokoknya foto hantu itu harus segera kudapatkan!!!

Tapi siapa yang harus dikorbankan demi eksperimenku kali ini? …………………. Aha!

*

“Miyung!”

Kuraih tubuh mungil hamsterku itu di kamar. “Temani aku ke kebun binatang, yuk!”

Kumasuki sebuah kebun binatang dan mendekati sebuah kandang ular nishiki. Kuabaikan tulisan ‘JANGAN DIBERI MAKAN’ dengan melemparkan Miyung—hamster kecilku itu ke dalamnya!

Miyung tampak berlari-larian menghindari belitan ular itu hingga si ular membelit dan meremas tubuh mungilnya. Nah, itulah saatnya aku… jepret! Jepret!

Tak kupedulikan lagi decitan mengiba-iba si Miyung hingga tubuh mungilnya pun menghilang di selangkangan rahang ular besar itu. Jepret! Inilah foto terakhir hewan piaraanku itu sebelum sekujur tubuhnya masuk ke mulut si ular…

Namun begitu kulihat hasilnya, ingin sekali kulemparkan ponselku itu. Argh! Harus bagaimana lagi aku bisa mendapatkan foto hantu itu?! Sudah berbagai cara kulakukan, sudah capek aku! Upaya apa lagi, kah? Kenapa penampakan itu tak tersentuh kamera?!

Sebenarnya apa yang salah?! Apakah… apakah karena kekuatan roh hamster kecil itu lemah?

Kuterbelalak begitu merenunginya, senyum racunku pun kembali bersahaja di bibir. Oke! Kalau begitu, aku butuh mahluk yang lebih besar lagi: orang yang sedang menjelang ajalnya…

*

AWAS! BANYAK KECELAKAAN!

Nah, di sini dia tempat yang cocok. Aku yakin bisa mendapatkan foto hantu di sini! Di sebuah jalan raya yang selalu terjadi kecelakaan setiap harinya. Aku tinggal menunggu kecelakaan itu tiba dan begitu ada orang yang meregang nyawa, langsung deh jepret! Asyik!

Tik-tok (sabar, baru juga seperempat jam). Tik-tok (sabar-sabar, baru juga setengah jam. Jangan buat si Pandora itu menang!). Tik-tok (tahan, ingat, demi harga diri. Baru juga satu jam!). Tik-tok (argh! Sudah 4 jam aku menunggu di balik sesemakan ini. Kenapa tak terjadi kecelakaan juga, sih?!)

Ayolah! Kecelakaan, dong! Aku mau potret hantu orang mati, nih! Pliz! Ya Tuhan, semoga ada orang yang bakal mati malam ini supaya aku bisa memotret hantunya! Doaku putus asa, tak peduli betapa busuknya impianku itu.

Sret!

Tiba-tiba di seberang jalan sana, di balik sesemakan sekelabat bayangan hitam melintas. Kuterbelalak. Jangan-jangan… jangan-jangan itu…

Yes! Itu pasti hantu! Akhirnya… akhirnya aku bisa menemukan penampakan juga. Dengan ponsel kamera yang masih setia di tangan, tak kusia - siakan kesempatan itu dengan berlari menyebrangi jalan raya dengan antusiasnya demi obsesiku memotret mahluk gaib itu. Namun…

PIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIPPPPPPPPPPPP!!!!!!!!!!!!!!!

Kuterbelalak begitu sebuah truk besar muncul tiba-tiba di hadapanku dan… BRAK!

Truk itu kemudian ngebut meninggalkan tubuhku yang jatuh berguling-guling dan berlumuran darah di aspal jalan. Sakit! Sakit sekali! Kepalaku berdarah hebat. Sementara tubuhku sama sekali tak bisa digerakkan. Aku juga tak bisa bersuara sekecil apa pun! Gawat!

Tolong! Tolong aku!!!

Drap-drap-drap…

Fiuh, untunglah ada beberapa orang yang segera mengerumuniku. Aku tertolong! Tolong, tolong segera bawa aku ke rumah sakit…

Jepret!

Eh? Apa yang kalian lakukan? Cepat tolong aku!!!

Jepret! Jepret!

Hei! Kenapa kalian malah memotret aku yang sedang sekarat? Tolong cepat hubungi 119!!!

Jepret! Jepret! Jepret! Jepret! Jepret! Jepret! Jepret! Jepret!  Jepret! Jepret!

Aaaaaaaarrrrrrrgggggggghhhhhhhhh!!! Tubuhku sudah mulai kehabisan darah karena perdarahan hebat dan yang terakhir kalinya kudengar adalah:

“Hei! Lihat! Semoga kali ini kita bisa mendapatkan foto hantu yang asli…”


***


“Kisah kedua selesai. Fup!” Imai lalu meniup lilin yang kedua, menyisakan gurat ketegangan di kawan-kawan lainnya. Yes! Tinggal 98 kisah hantu lagi dan aku akan… aku akan…

Jepret!

“Miyung!” tegur Chika lagi, emosian. “Jangan lakukan hal yang tidak-tidak di sini!”

“Hm! Jadi penasaran juga, foto hantu itu seperti apa, sih? Tapi takutnya malah jadi senjata makan tuan seperti cerita Imai tadi…”

Chika lalu kembali fokus ke teman-teman lainnya. “Nah, bagaimana pendapat kalian akan pertanyaan yang diajukan oleh Imai tadi? Apakah di antara kalian ada yang tahu cara memotret hantu yang benar? Cara lain selain di kisah menggenaskan barusan?”

“……………………………………………………………………………………..”

“Tegang amat! Eh, bagaimana kalau kita foto-foto aja dulu?” usul Miyung. “Siapa tahu saja—“

“Siapa tahu kepalamu!” Chika menggoyor kepala Miyung. “Ya sudah, sana cepeten!”

Miyung lalu menaruh kameranya di sebuah kursi untuk menjepret otomatis. Sementara itu, mereka pun mengatur posisi senyaman mungkin dan say, “cheers!!!”

Semoga mereka tak kaget begitu melihat hasilnya nanti, karena aku juga tadi tak mau ketinggalan ikut berfoto bersama mereka…

========================================================================

-           (nb: Kalian tertarik membagi cerita horor kalian di ritual malam jumat ini? Apakah kalian mau menjadi peniup lilin yang KETIGA? Silahkan tuangkan imajinasi horror-mu dalam bentuk inbox beserta biodata kepada saya!)

0 komentar: