Di tengah hutan belantara pada malam hari di Tokyo, Jepang (2009)
Target 1 of 6: si Wajah Mesum…
“Inilah balasan untuk wajah mesummu itu…”
Sebuah kepala menggelinding bebas di tanah yang lembab itu. Pria itu
tercekat begitu melihat kepala rekannya terpisah dari tubuhnya di tangan
seorang gadis berwajah ayu yang tubuhnya terbuat dari mecha.
“Aku tanya sekali lagi, di mana kawananmu yang lainnya berada!” lirih
gadis mecha cantik itu sambil menatap si pria dengan dinginnya.
Pria itu berusaha menahan getaran ketakutan di tubuhnya. Tentu saja ia
gengsi dikalahkan oleh seorang gadis, meskipun tahu tubuh gadis itu terbuat
dari mecha.
“Jangan biarkan aku mengulangi pertanyaan yang sama!” Gadis itu lalu
menginjak kepala korban pertamanya tadi hingga remuk seperti bola yang
dikempiskan. Membuat kepala itu remuk tentulah bukan perkara yang sulit untuk
gadis berkekuatan mecha sepertinya.
Wajah yang remuk itu mengeluarkan darah dari lubang-lubang di mulut,
hidung, mata, dan telinganya – pertanda gadis itu tidaklah main-main. Kepala
itu tampak menggenaskan dengan baluran darah dan kedua bola mata yang kemudian
menggelinding tak karuan di depan kaki pria yang mulai gemetaran itu.
Pria tadi kemudian mengeluarkan pedangnya untuk melawan gadis ayu itu…
“Ciaaaaaaaaaatttt!!!”
*
Target 2 of 6: Tangan yang Kotor…
Pria itu pikir sedang berhadapan dengan siapa. Tentu saja kekuatan
mereka tak seimbang. Kekuatan gadis mecha itu menakutkan!
Gadis mecha itu mengeluarkan pedangnya yang muncul secara otomatis dari
pergelangan tangannya – seperti isi pensil di pensil mekanik yang ditekan-tekan.
“Ciaaaatttt!!!” Pria itu mencoba melawan dengan melayangkan pedangnya,
namun pedangnya dalam sekejap dipatahkan oleh pedang mecha si Gadis Ayu.
Pria itu mulai ketakutan, tapi terus mencoba melawan saking gengsinya.
‘Ah, dia kan hanya seorang perempuan!’ pikirnya jaim.
Sret!
Pria itu kemudian merasa ada yang hilang dari wajahnya. Kedua matanya
lalu mencari-cari apa yang kurang dan menemukan hidungnya sudah tak ada di
tempatnya! Wajahnya sudah rata sekarang seperti Voldemort. Tak puas sampai di
situ, si Gadis Mecha juga memotong kedua telinga, pergelangan tangan, dan terus
mencabik-cabiknya tanpa belas kasihan – sedikit demi sedikit.
Dan beberapa bagian tubuh yang terpotong-potong itu tergeletak di
rerumputan satu per satu. Setelah selesai, gadis mecha itu lalu memungut
potongan tangan pria tadi yang masih saja menggeliat-geliat tak karuan.
“Tangan ini…” Ia lalu memandang bengis tangan si jahanam itu. “Tangan
ini sudah menyentuh apa yang bukan haknya!”
*
Target 3 of 6: Pikiran Jorok…
“Wah! Siapa yang masak, nih?” tanya seorang pemuda pada rekannya begitu
kembali ke perkemahan.
“Pastilah kedua teman kita. Siapa lagi?” sahut rekannya. “Tapi mereka
berdua ke mana, ya?”
Mereka berdua lalu mendekati tungku di atas perapian kayu bakar itu.
“Ngomong-ngomong mereka bisa mendapatkan buruan ini darimana? Baunya
enak sekali!”
“Terserahlah daging apa. Mau babi kek, rusa kek, macan kek. Mari kita
cicipi! Aku sudah lapar sekali.”
Mereka pun mencicipi masakan yang masih panas itu dengan lahapnya.
“Wah, enak sekali! Aku tak nyangka mereka pintar juga memasaknya.”
“Sepertinya ini daging yang bisa membuat ‘stamina’ kita memuncak.
Setelah itu, kita bisa ‘berburu’ lagi.”
“Hyup, kamu benar. Aku sudah tak sabar lagi ‘menembak dan mencicipi
kijang-kijang’ di kota! Seperti apa ya
rasanya?”
Wajah mereka kemudian tampak mengkhayalkan fantasi liar – mesum.
“Hm! Enak, ya?”
Tiba-tiba saja terdengar sebuah suara lemah lembut di tengah-tengah
mereka. Mata mereka terbelalak tak percaya begitu melihat ‘kijang’ yang
dimaksud sudah berada di tengah-tengah mereka.
“Wah, ada cewek cantik rupanya di hutan seperti ini…”
Si Gadis Berwajah Ayu tersenyum misterius. “Kalian tak berbagi makanan dengan
kedua teman kalian?”
“Ngapain tanyain mereka, Cantik? Mending kan sama kita-kita saja
makan-makan di sini. Yuk, gabung!”
“Soalnya, mereka sudah berbaik hati loh mau memberi kalian makanan,”
kata si Gadis Bertampang Ayu. “Tapi memang sayangnya, sepertinya mereka berdua
tak bisa turut menikmati masakan itu bersama kita…”
“Memangnya kenapa, Say? Kamu tahu mereka berdua ada di mana? Ketemu di
mana? Di jalan?”
Si Gadis Ayu kemudian menunjuk-nunjuk ke arah isi tungku tadi. “Eh! Itu
mereka!”
Kepala keduanya kemudian teralihkan ke isi masakan, kemudian langsung
memuntahkan apa yang telah mereka makan
tadi setelah melihat beberapa jari manusia, gumpalan otak, bola mata, dan
sebagainya di rebusan mendidih itu. Jelas-jelas itu adalah potongan tubuh kedua
teman mereka!
Keduanya langsung melarikan diri begitu sadar siapa gadis itu
sebenarnya. Si Gadis Mecha tentu saja tak ingin kehilangan mangsanya!
Dengan sekali menghentakkan tanah, tanah di sekitar seseorang di
antaranya yang tengah berlari langsung amblas. Sementara itu, rekannya langsung
melarikan diri karena ketakutan. Tubuh target si Gadis Mecha tenggelam sampai
bahu hingga tentu saja tak memungkinkannya untuk kabur lagi.
Si Gadis Mecha lalu menginjak bahu pria itu dan memperlihatkan
selebaran foto sepasang kekasih. “Di mana kedua bos kalian ini?”
Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak tahu!”
“Saya tanya sekali lagi dan jangan sampai membuat kesabaranku habis!”
“Sungguh, benar saya tak tahu!” Pria itu terus berkelit.
Si Gadis Mecha menurunkan kakinya dari bahu pria itu. Pria itu bernapas
lega karena si Gadis Mecha meninggalkannya. Namun rupanya bukan demikian,
karena gadis itu masih belum percaya padanya. Ia melangkah dengan santainya ke
belakang pria itu kemudian mencengkram kepalanya.
“Tidak! Tidak! Tolong jangan bunuh saya! Ampun!”
“Tenang,” kata gadis rupawan itu. “Saya takkan membunuhmu. Saya masih
memerlukan informasi darimu.”
“Tapi kan sudah kubilang, aku tak tahu! Sumpah!”
“Sudahlah, kamu diam saja. Aku tak membutuhkan informasi yang keluar
dari mulutmu, melainkan…”
Dan dengan kekuatan mengerikan, si Gadis Mecha kemudian meretakkan
tempurung kepala pria itu, lalu membukanya seperti membuka penutup gelas. Sekarang
isi otak di kepala pria itu tersaji di hadapannya. Diangkatnya otak itu,
kemudian mengeluarkan benang memori dari tengkuknya (semacam flash disc) untuk
dihubungkan ke otak itu. Ia pun siap untuk mentransferkan memori pria itu ke
memorinya demi melacak target utama: pria itu dan kawanannya tengah memerkosa
beberapa orang gadis yang meronta-ronta… ia melihat munculnya kedua target
utamanya…
Wajah pria yang tengah ditransfer memorinya itu sudah berhujanan darah,
hingga wajahnya seolah dicat merah di setiap sudut. Tak lama kemudian, si Gadis
Mecha kehilangan gambaran karena…
“Ck!” gerutunya. Ia lalu mengembalikan otak pria tadi serampangan dan
acak-acakan hingga tak berbentuk lagi ke kepala si pria. Saking kesalnya,
hampir saja ia ingin meremas otak sialan itu. “Hei! Jangan mati dulu! Hei!”
Si Gadis Mecha terpaksa meninggalkan pria yang sudah mati dengan kepala
bersimbah darah itu. “Ck! Sial! Padahal tinggal sedikit lagi aku akan
mengetahui keberadaan kedua keparat itu!” Ia membersihkan tangannya dari
sisa-sisa lendir otak yang selalu berpikiran kotor itu. “Sekarang kepada siapa
lagi aku…”
Sekarang tinggal seorang lagi yang tengah berlari sendirian. Tentu saja
ia pun tak luput dari incarannya. Tapi gadis itu tak usah repot-repot
mengejarnya lagi karena…
*
Target 4 of 6: si Mulut Sampah…
“Hosh! Hosh!” Sisa target yang ada menghela napas lega begitu melihat
tak ada lagi yang mengejarnya. “Fiuh! Sepertinya aku selamat!”
Ia kemudian melangkah gontai, namun tiba-tiba saja ia merasa ada yang
tak beres dengan kepalanya. Ia merasa sesak dan tak bisa bernapas. Tak lama wajahnya
berubah menjadi keunguan lalu menggembung, semakin menggembung dan membesar
seperti penderita hidrosefalus hingga… blar!
“Ho! Sepertinya racun di masakan tadi sudah bekerja,” lirih si Gadis
Mecha begitu menghitung waktunya di kejauhan sana. “Si Mulut Sampah perayu itu
akhirnya dimakan oleh mulutnya sendiri…”
***
“Bagaimana ceritanya? Sudah gore plus slasher banget, nggak?”
Mulut para siswa di Kelas Malam terlongo – terkesima. Tak lama, mereka
pun bertepuk tangan. “Terus kelanjutannya bagaimana, Senpai?” todong Ryu.
Gadis bergaya Korean style itu tersenyum misterius sambil meletuskan
permen karet yang dikunyahnya.
Ng? Kau menanyakan siapa dirinya? Oh iya, aku belum memperkenalkan
gadis itu. Sebelumnya lihat dulu seperti apa gadis itu: rambutnya dicat pirang
ala Korea, gayanya sih sporty habis. Dia ini guru PPL di sini: Mee Hyoung Shie
(17 tahun)…
Asyiklah hari ini aku tak mengajar, karena dari meja paling belakang
ini aku khusus menilai cara mengajarnya di Kelas Malam ini.
Mee Hyoung berdecak-decak. “Ck-ck-ck. Kalian pikir aku akan
menyelesaikan kisah tersebut secara sekaligus? Nggak menantang banget!”
“Selesaikan dong, Senpai!” Ruci memelas-melas saking penasarannya.
“Oke. Aku akan selesaikan dengan satu syarat!”
“Apa itu?!” Hipni tampak antusias.
“Aku akan melanjutkannya asalkan salah seorang di antara kalian mau
mempresentasekan karya thrillernya di sini. Tak susah-susah amat, kan?”
Para murid tampak berbisik-bisik galau.
“Oke! Akan kupenuhi tantangan Senpai. Aku akan maju kalau begitu.”
Hipni kemudian memberanikan diri untuk maju.
“Nama saya Hipni Hamid. Asal daerah Tangerang-Banten. Nama twitternya,
@hipni-hamid. Nama fb nya: hipnihamid@yahoo.co.id.
Hobiku menulis dan memasak. Saya ingin ngirim cerpen ke koran tapi laptopnya
tak ada rtf. Saya sedih dan ini menegangkan. Saya suka cerpen trhiller. Udah
dulu yah perkenalannya, makasih!” Lelaki bernama Hipni – yang sempat curhat itu
– dengan percaya dirinya lalu membawakan karyanya…
PERSINGGUNGAN 2 KEGALAUAN
Adi punya pacar Betra, sebagai pacar barunya. Betra punya teman lama
yang akrab bernama Citra. Citra yang sudah lama tak ketemu itu tak lain adalah
pacar Adi juga, namun yang tanpa kabar ditinggalkan begitu saja dengan alasan
cari duit di kota. Suatu hari, Citra main ke rumah Betra.
“Gue udah lama nggak ketemu pacar, Bet. Entah dia punya pacar lagi atau
belum nggak pernah tahu dan nggak ada kabar!” “Citra, emang pacar luh tinggal
di mana?” tanya Betra. “Katanya cari duit di kota.” “Oh......! Udah cari lum?”
tanyanya lagi. “Makanya gue minta bantuan lu!” “Apaa....?!” gagap Betra,
“Jakarta seluas ini, gue nyari pacar lu?” “Kalau nggak mau nggak papa,” jawab
Citra, dongkol. “Oke oke....gue sahabat lu, jadi gue mesti bantu lu....jadi tenang
aja!” hibur Betra, “namanya siapa?” Pas ditanya nama pacarnya, tiba-tiba
terdengar panggilan telfon dari hp nya. Betra minggir agak jauh lalau menjawab
telfon. “Hallo....ya mas Adi, ada apa?” “Kamu lagi pain sayang? Aku kangen
aja!” “Baru aja kita ketemu tadi malam, kok udah kangen lagi siih?” ungkap
Betra, gembira. Tanpa sengaja, Adi kepencet tombol off. Hp berhenti, Betra jadi
bete. “Kenapa Bet, kok cemberut?” tanya Citra. Sekilas Citra mendengar nama
Adi, namun dia tidak percaya itu Adi pacarnya. Kejadian itu begitu saja, Citra
melupakan.
Suatu pagi, Betra telfon Adi lagi. “Mas, gue punya teman lama deh
,nanti gue kenalin sama mas!” “Oh silahkan, tapi jangan cemburu yah...kalau dia
tersenyum padaku!” pinta Adi, dalam pembicaraan telfon. “Ya!” jawab Betra,
singkat. Setelah 1 jam kemudian Citra dan Betra sudah ada di caffe cinta di
pinggir jalan, menunggu Adi. Adi tak lama kemudian datang dengan memakai baju
keren bertopi koboy. Adi kaget, “Kok ada dia sih....? Dia kan Citra?” kejut
Adi. Baru mau mundur tapi Betra dan Citra sudah memanggilnya lebih dulu,
“Adiiiiii....!” panggilnya, keras. Adi akhirnya diam mematung. Adi tak sanggup
memandang kedua gadis itu. Dan kedua gadis bersahabat itupun hatinya tak
karuan, karena bisa berbarengan memanggilnya. Suasana mendadak jadi dingin dan
serba salah. Adi mau jawab apa selain mematung kedinginan.
Citra lalu emosi dan melampiaskan amarahnya pada Adi, “Kenapa Mas Adi
tega tinggalin gue? Dan dia adalah sahabat gue, Betra!” Betra ternganga dan tak
bisa bicara apa-apa campur bingung. Betra mau marah, dia sahabatnya. Akhirnya
Betra juga pasrah. Adi mendadak pura-pura pingsan. Kedua gadis itupun kemudian
berteriak minta tolong pada orang-orang. Adi di gotong dan kedua pacarnya
mengikuti. Adi baru sadar setelah terbaring di rumah sakit. Betra bingung
melihat Adi, apa harus mengalah dari Citra atau tidak. Begitu juga fikiran
Citra ingin mengalah dari Betra. Betra tak ingin cinta segi 3. Sementara Citra
ingin gabung lagi di Jakarta bersama Betra jadi DJ…
***
“Nah, sudah Senpai!” Hipni dengan riangnya lalu kembali ke bangkunya –
tanpa memedulikan Mee Hyoung yang ternganga lebar.
“Itu thriller?!” Mee Hyoung tampak syok.
“Yang penting kan sudah. Sekarang janjinya, Senpai!”
Mee Hyoung kembali merapatkan mulutnya kemudian berdehem. “Oke, sebelum
saya lanjut. Saya akan memberi masukan terlebih dahulu pada karyamu barusan.
Saya mengapresiasi keberanianmu membawakan karyamu, hanya saja sayangnya karya
yang kamu bawakan masih-jauh-banget-sekali dari genre thriller. Jadinya feel-nya
gak nyentuh sama sekali. Selain itu, kalau percakapan seharusnya diberi
paragraph baru tiap-tiap tokoh, jangan digabungkan seperti itu.”
“Oke, sudah saya catat,” Hipni seolah menodong – setelah menulis
cepat-cepat kemudian menutup buku catatannya.
Mee Hyoung menghela napas ‘bunuh diri’, kemudian melanjutkan kisah
TOKYO GORE POLICE-nya…
***
Target 5 dan 6: sepasang kekasih berkekuatan mecha…
Aimo Kishi (20 tahun) beserta beberapa kawanannya tengah asyik
bersantai di sebuah danau. Mereka tampak ceria menyambut liburan musim panas
mereka hingga pada akhirnya Aimo merasakan ada bahaya di sekitar mereka.
“Kamu kenapa?” tanya Chika, si ketua tim – sahabat terdekat Aimo.
“Perasaanku tidak enak…”
“Mens, ya?”
Aimo menggelengkan kepala dan terbelalak begitu melihat empat orang
pria berwajah bengis muncul satu per satu dari balik sesemakan.
“Ya, Tuhan! Siapa mereka?!”
Aimo dan kawanannya kepanikan begitu para pria itu menyerang dan
menyerbu mereka. Para pria itu menangkapi para gadis itu kemudian memerkosa
mereka – yang hanya bisa meronta-ronta tak berdaya.
Sementara itu, Aimo dan Chika bergegas melarikan diri.
*
Akhirnya mereka berdua tiba di sebuah hutan belantara…
“Hosh-hosh! Apakah kita sudah aman?” Wajah ayu Aimo memucat.
“Semoga. Aku sudah lelah sekali!” rintih Chika. “Tapi bagaimana nasib
teman-teman kita di sana?”
“Sepertinya mereka tak selamat. Tapi kuharap mereka bisa meloloskan
diri. Kita malah tak berdaya menolong mereka,” sahut Aimo sedih.
Tiba-tiba saja suara-suara tawa meledak-ledak di sekitar mereka,
“wahahahahaha!!!”
Aimo dan Chika saling mendekap begitu para pemilik suara tawa brutal
itu muncul dari balik sesemakan – para pria hidung belang tadi plus sepasang
kekasih yang tersenyum menyeringai. Meski berusaha melarikan diri, namun malangnya
keduanya tak bisa menyelamatkan diri lagi…
*
Sepasang kekasih itu mengikat Chika dengan lengan di atas.
“Mula-mula, kita habisi dulu ketuanya, baru –“
“Cuih!” Chika kemudian meludahi si pria.
Plak! Pacar pria itu tampak geram kemudian menampar pipi Chika.
“Lancang kamu!”
“Chikaaaa! Kumohon, tolong lepaskan sahabatku!!!” pekik Aimo sambil
meronta-ronta dari cekalan keempat pria bajingan tadi.
Hanya Chika yang berusaha tampak tegar, namun tidak begitu mendengar
suara gemerisik sebuah mesin bergerigi. Zrrrrrrrrrrrr!!!
Ia syok setengah mati begitu melihat sebuah gergaji mesin yang tengah
berputar-putar lincah dari arah bawah. Sebelumnya ia memang tak melihat gergaji
mesin itu karena gergaji mesin itu merupakan anggota tubuh pria tadi – tepatnya
di kaki kanannya!
Zrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!!! Dan pria itu lalu mengangkat kakinya – lebih
tepatnya gergaji mesinnya mulai ke selangkangan Chika.
“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!”
Gergaji mesin itu semakin merangkak naik dan naik – membelah tubuh Chika
sedikit demi sedikit…
“Kyyyyyyyyyyyaaaaaaaaaaaaa!!!!”
Darah semakin membasahi dan terus membasahi wajah dan bagian atas tubuhnya,
bagaikan hujan darah yang datangnya dari arah bawah. Crot (perutnya terbelah
dan ususnya pun terurai keluar)! Crot (organ hati dan jantungnya sudah
kehilangan bentuk)! Crot (leher dan…)!
“Tidaaaaaaaaaaakkkkkkk!!!” Sementara itu, Aimo terus menangis histeris menyaksikan
kematian sahabatnya yang tragis.
“Sekarang giliranmu!” Pacar pria mecha tadi lalu menunjukkan kekuatan
mechanya berupa gunting rumput raksasa di tangan kirinya. Slep-slep – ia
berjalan ke arah Aimo sambil membuka-tutup mulut guntingnya. “Bagusnya kamu
diapain, ya?”
Aimo berusaha meronta menyelamatkan diri dari ancaman gunting maut itu
dan…
***
Triiiiiiiiinnggg!!!
“Hei! Itu bel pulang, kan? Bel pulangnya sudah berbunyi!” seru Mee
Hyoung tampak riang.
Murid-murid Kelas Malam tampak kecewa mendengar bel pulang – yang
biasanya selalu mereka nanti-nantikan itu sebelumnya.
“Bel pulangnya ditunda ajalah…,” Hipni berharap bisa lebih lama lagi di
kelas itu.
“Wohoho, nggak bisa. Aku juga ada perlu di Dunia Sebelah…” Mee Hyoung
kemudian melangkah riang meninggalkan Kelas Malam.
“Kalau tahu begini, mestinya sebelumnya bel-nya kita rusakin aja ya…,”
Ide brilian Hipni terlambat sudah…
=======================================================================
-
(nb: Siapa yang mau menjadi
murid selanjutnya yang mau dikupas KISAH NYATA thriller-nya di Kelas Malam bab
KELIMA setelah HIPNI HAMID? Kirimkan ke inbox saya beserta dengan biodata
kalian!)
0 komentar:
Posting Komentar