THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 07 Agustus 2020

Fogging


Kami dalam kondisi siaga di sini, menjaga daerah rumah sekitar sini dari musuh. Kami berjaga penuh seharian bak prajurit di sini. Tentu saja, ini kan sudah menjadi tugas kami mengamankan markas kami ini. Pihak musuh sudah mencurigai rumah sederhana ini sebagai markas kami dan berniat melumpuhkannya agar kami tak bisa berkegiatan lagi.

Aku mengawasi sekitar bersama kawananku yang sesama prajurit itu. Keberadaan musuh masih belum terdeteksi. Bikin bosan juga ya selama ini mengawasi rumah ini di posisi diam seperti ini. Tapi inilah tugas kami.

Kumemandangi rumah ini lagi. Tak seperti dulu lagi, setelah dapat kabar musuh akan menyerang. Tak bisa lagi kami berlalu lalang di rumah ini seperti biasa karena harus mempertahankannya dari pihak musuh.

Sementara menunggu bahaya itu datang, kami malah seolah ngaso dan berkelakar dulu untuk isi waktu. Kewaspadaan kami memang menurun karena bosan menanti di tempat yang itu-itu saja. Aku bahkan tak bisa berpindah dari lantai sini, begitu pun dengan kawananku di posisi lainnya. Kami mengobrol dari jauh begini dan tak bisa berpindah untuk saling menghampiri satu sama lainnya.

Aneh juga ya di situasi seperti ini kami sempat-sempatnya berkelakar dan bersantai dalam mengobrol. Sedikit-sedikit kami terkikik membahas suatu hal demi menyejukkan suasana sebelum panas. Tentu saja sih situasi santai ini tak akan meruntuhkan kewaspadaan kami nantinya. Semoga saja begitu.

Haha, padahal kami tengah bertaruh nyawa, sempat-sempatnya membahas hal yang tak penting begini. Hal-hal yang selalu kami bahas saat santai. Kami malah lupa harus bertaruh nyawa kalau musuh sudah mendarat saking santainya.

Tiba-tiba saja pasukan dari garis depan mengirimkan kertas yang dilayangkan melalui tiupan angin. Pesawat kertas itu mendarat tepat di hadapan kami. Kami membuka kertas itu dan rupanya sebuah kode masuk. Hanya tertulis huruf T di sana.

Kami bisa mengerti apa maksudnya. Kuamati bagian tangga yang berbentuk T itu. Itu artinya musuh akan datang lewat sana. Tapi apa mereka sudah berhasil melewati garis depan? Dan kalau musuh tahu apa arti kode ini dan jatuh ke tangannya, mereka pasti tak akan menyerang lewat tangga bukan?

Bisa jadi juga sih kode ini sudah ditahu musuh. Entah mengapa aku merasa begitu, soalnya sudah selama ini, mereka tak nongol-nongol juga. Ke mana mereka akan menyerang? Meski kelamaan, kami tetap bersembunyi di titik masing-masing sambil memegang senapan.

Sepertinya ini sudah begitu lama deh karena musuh tak nongol-nongol juga lewat tangga. Kulirik tangga itu, tak ada tanda-tanda akan ada orang yang mau menerobos masuk. Tangga itu sepi. Mencurigakan! Jangan-jangan musuh sudah tahu kode ini sebelumnya dan memutuskan untuk menyerang dari arah lain tentunya. Tapi di mana ya kira-kira?

Aku keluar sejenak dari tempat persembunyianku untuk meregangkan badan. Kuberdiri tegak kemudian melirik ruang tamu. Kusadari aku begitu tak berhati-hati untuk itu. Bagaimana kalau musuh menyerang dari arah depan sana, pasti aku yang duluan ditembak. Mengerikan! Semoga saja tak begitu. Tapi tetap saja kan aku harus waspada.

Tapi tak ada tanda-tanda tuh mereka akan lewat depan sana. Aku yakin mereka pasti tahu maksud kode yang dikirimkan ini hingga perhatian kami akan tertuju penuh pada tangga. Mereka akan menyerang dari arah lain. Mereka ingin mengalihkan perhatian kami. Entah sejak kapan mereka tahu, mereka pasti sedang membaca gerak-gerik kami.

Baru saja kumenganalisis situasi sepi yang tak wajar ini, tiba-tiba saja kericuhan membuyarkan semuanya. Entah darimana mereka datang hingga membuat kami semua kelabakan begini. Sudah kuduga, tuh kan?

Kami tak sempat membaca serangannya dan kocar-kacir tak karuan menghadapi mereka. Duh mereka berhasil masuk, lagi. Gawat! Aku berjaga bersama seorang kawanku. Tiba-tiba saja pihak musuh berlari dari belakang dan menyemprotkan asap ke arahku. Gawat! Fogging!

Ia tak menyerang dengan senjata karena foging adalah kelemahan kami berdua! Gila, sampai kelemahan pun mereka tahu. Kami memang sengaja ditempatkan di garis ruang tamu karena kelebihan kami ini. Segera saja kumenghindar. Bagi kami, foging ini adalah racun!

Mereka hendak melumpuhkan senjata markas kami yaitu kami! Kami merupakan salah satu senjata andalan mereka. Tubuh kami bisa berubah kembali menjadi asap jika terkena foging. Tubuh kami akan bercampur dengan asap itu dan mereka pasti akan menyedot asap itu kembali ke alat mereka hingga kami terkurung di dalamnya.

Gawat! Memang sih tak bakal sakit karena tubuh kami tak akan berlubang seperti ditembak peluru. Tapi kami tak boleh terkena asap itu. Aku lalu segera berlari. Temanku sudah telanjur terkena asap itu dan pingsan. Tak lama lagi tubuhnya akan berbaur dengan asap yang mengenainya itu. Kasihan ia! Tapi aku harus kabur demi mempertahankan markas dan melanjutkan perjuangan ini. Aku tak boleh sampai terkena asapnya. Terpaksa aku harus meninggalkannya.

Kututup pula hidungku agar tak menghirup asapnya. Kalau sampai terhirup kan sama saja efeknya. Bisa saja beracun! Aku ketakutan. Mereka terus menyemprotkan asap itu padaku.

“Terus semprotkan asap di penjuru rumah ini! Biar kita tahu siapa saja senjata hidup di rumah ini! Tak apa mereka menutup hidung mereka, paru-paru mereka pasti akan kosong karena kekurangan udara. Jadi percuma saja!”

Meski komandannya meneriaki hal itu, aku tetap membekap erat mulut dan hidungku sambil berlari keluar. Aku harus terus berusaha dan berjuang. Aku juga harus mencari udara bersih di luar sana dan keluar dengan selamat sementara asap itu mengejarku.

Tapi baik juga ya mereka lebih memilih menyerang kami dengan foging seperti menyemprot nyamuk, bukan dengan senjata. Itu pasti ada maksudnya. Mereka pasti ingin merekrut kami!

Aku terus berlari. Paru-paruku masih terasa segar sejauh ini dan belum berpengaruh apa-apa. Aku berlari tanpa bernapas. Entah sampai berapa lama aku bisa menahannya. Begitu tiba di luar, aku jadi bingung mau lewat mana. Kucelingukan, soalnya di mana-mana ada asap. Gawat ini! Tak ada udara segar. Aku bisa kehabisan napas kalau begini. Aku tak bisa keluar ke jalanan.

Begitu tiba di gerbang menuju jalan, kulihat ada seorang pria memunggungiku sambil melakukan foging di mana-mana. Ini pasti agar aku tak bisa keluar. Mana sisi kiriku juga aku sudah terkepung asap, apalagi di sisi kananku ada pria itu. Aku tak bisa ke mana-mana. Bagaimana ini? Tentu saja aku harus menghindari asap yang tebal itu sebelum mengenaiku.

Asapnya berbaur di udara bersih. Aku dalam bahaya! Asap tersebar di udara. Akhirnya dalam kepanikan sebelum pria itu mendapatiku di belakangnya, aku pun melirik got. Oh iya, aku kan bisa menyelam di got sana. Ya meski kotor dan bau, tapi apa boleh buat? Aku harus mencari jalan yang aman. Aku harus sembunyi di sana.

Maka kuputuskan untuk memasuki got yang jorok itu. Pastinya got itu bebas dari asap. Asapnya tak akan memasuki tempat tersembunyi ini. Tanpa ragu-ragu, aku pun masuk. Namun rupanya got itu kering. Tak ada air di sana kecuali tanahnya saja. Aku berpikir cepat. Bagaimana ini? Kedangkalannya tak akan cukup menyembunyikan tubuhku. Kalau aku merayap, pastilah kelihatan.

Aku tak kekurangan ide. Aku pun punya akal. Kulepaskan seragam militer ketentaraanku kemudian membuangnya jauh-jauh. Kulepaskan semua atribut itu hingga menyisakan kaos pink dan jins. Kukuncir rambutku agar tampak berbeda dengan penampilanku yang tadi. Sekarang aku sudah menjadi gadis biasa lagi. Aku harus bisa mengelabui orang itu!

Aku masih terus di got sana sampai situasi mereda. Kumenanti asapnya menghilang. Tapi masa iya sih orang itu tak melihatku bersembunyi di sini? Bagaimana caraku menghindarinya?

Akhirnya asap khusus itu memudar juga setelah beberapa lama. Aku tahu mereka mencari-cariku, tapi sekarang aku sudah berkamuflase menjadi orang biasa. Baru saja aku hendak keluar dari got, tiba-tiba saja pria itu mendatangiku. Gawat!

“Dek! Kamu tak apa-apa? Kamu jatuh ke got ya karena foging barusan hingga tak melihat jalan saking tebalnya? Kami memang sedang memberantas nyamuk,” kata pria itu sambil mengulurkan tangan menolongku. Gawat!

Ya, kami yang memiliki kekuatan khusus ini memang dianggap seperti nyamuk segala yang harus di-foging. Untuk itulah markas merekrut kami sebagai senjata hidup mereka. Dan sekarang pihak musuh pasti menginginkan hal yang sama. Tapi disemprot seperti ini memang membuatku merasa seperti nyamuk segala.

“Aku tak apa-apa,” kataku.

Namun sayangnya, ia langsung saja memapahku karena kasihan. “Jangan begitu! Ayo duduk-duduk dulu di dalam agar bisa diobati. Kamu pasti terluka,” katanya.

Aku jadi gelagapan dan tak bisa menolak kehangatan hatinya itu. Ia mendudukkanku di kursi teras markasku sendiri. Sudah kuduga, aku tak akan dikenali dengan penampilan seperti ini. Tapi aku harus berusaha bersikap wajar, agar ia tak curiga.

Kumeliriknya diam-diam sambil pura-pura membersihkan luka di lututku. Ia memang benar-benar tampak biasa-biasa saja. Wajar! Tapi bagaimana caraku untuk pergi, ya? Tapi orang ini baik sekali. Ia lalu berjaga di teras sana. Haruskah aku melukai orang sebaik ia?

“Oke. Aku harus pergi. Makasih atas semuanya.”

Kemudian kukenakan kembali sepatu pinkku yang bercecer di sana. Namun eh, rupanya aku sudah membuat suatu kesalahan. Aku malah mengambil sepatuku sendiri di rumah yang seharusnya bukan tempatku seperti sepengetahuannya!

Ini refleks saja kulakukan. Aku memang tak mengenakan alas kaki apa-apa. Dengan berusaha wajar, kumasukkan barang-barang ke tasku dan merapikannya sambil menghindari pandangannya. Duh, aku sudah membuatnya curiga dengan mengambil barang di rumah yang tak ia tahu ini adalah markasku sendiri. Bagaimana ini?

Pria ramah itu lalu kedatangan seorang penjual kosmetik. Tentu saja setelah kericuhan itu mereda dan asapnya menghilang. Entah bagaimana keadaan kawan-kawanku di dalam sana. Apa mereka disekap, ya? Apa mereka baik-baik saja? Tapi aku harus tetap menyembunyikan identitasku ini.

Tiba-tiba saja dua orang gadis muda dari markasku yang mungkin adalah bagian prajurit musuh keluar dan melihat-lihat kosmetik yang dijual. Dengan ramahnya, pria itu malah membelikan mereka lipstik. Wah, baik dan loyal sekali ya pria ini! Ia begitu penyayang. Coba ia ayahku, pasti asyik sekali bisa dibelikan ini-itu. Ya, ia sih memang sudah tak muda lagi dan cocoknya sih menjadi ayahku. Kira-kira ayahku sebaya dialah.

Entah mengapa aku jadi berpikiran untuk bisa dibelikan juga. Tapi kan bukan siapa-siapa. Bagaimana sih aku ini? Dasar wanita, maunya saja dibelikan terus. Tapi aku tak tertarik dengan kosmetik apalagi lipstik, aku lebih suka tampil natural.

Akhirnya kujabat tangannya seperti orang tua pada umumnya. Namun ia malah mencegatku. “Eits, jangan buru-buru dulu! Ketemu dulu sama bos saya.”

“Eh? Untuk apa?” gelagapanku. Gawat! Apa ia curiga aku prajurit markas ini? Apa aku ketahuan? Tapi ia tetap berusaha wajar.

Aku berusaha melepaskan diri sewajar mungkin. Jangan sampai ia curiga begitu. Tapi rangkulannya begitu memaksa. Karena tak ingin ia curiga, mau tak mau aku pun mengikutinya. Duh! Bakal ketahuan ini.

Ia lalu setengah menyeretku ke sisi markas dan bertemu dengan 2 orang pria yang tengah duduk. Selama di hadapan mereka, aku terus menunduk agar tak ketahuan dan melambai karena gugup. Sepertinya ia tak curiga karena ia kemudian membawaku ke suatu tempat.

“Aku mau dibawa ke mana?” gugupku.

“Ikut saja, deh! Rupanya Bos mengira kamu adalah putriku. Makanya ia tak begitu memperhatikanmu.”

Duh, ini semakin menggelisahkan! Bagaimana caraku kabur kalau begini? Kalau dirangkul begini, pasti bisa dikira ayah dan anak. Sepertinya aku selamat! Tapi tetap saja aku dalam bahaya baru.

Kumelihat mobil tentara pihak musuh. Namun ia malah membawaku ke rumah sebelah, berputar-putar sejenak kemudian menuju ruang makan. Di ruang makan yang nyaman itu hanya ada kami berdua. Eh? Aku mau dijamu?

“Sebelum pergi, sebaiknya kamu makan dululah,” katanya mempersilakanku duduk. Entah apa maunya.

Aku ikuti saja sambil gelagapan. Kenapa ia mau menjamuku? Pasti ada apa-apanya, nih! Jangan-jangan…

“Kamu tenang saja, Elf! Aku akan menjaga rahasiamu,” katanya mengejutkanku.

Kuterbelalak ngeri menatapnya. Ketahuan!

“Gadis Asap, sekarang kau milikku. Kau harus mengikuti semua perintahku kalau mau selamat dari eksperimen tak manusiawi mereka,” kata pria yang tadinya berjaga fogging itu.

Kumendelikinya. “Katakan, apa maumu?”

Ia tersenyum misterius. “Kau pikir aku tak menyadarinya?”

***

hy! mampir ya ke novel karya THIRTEEN berikut ini, dijamin thrill banget deh, silakan klik aja gambar di atas menuju link novelnya di web STORIAL. berkisah tentang petaka usia 13 tahun. mampukah ia melewati usia 13 tahunnnya dengan selamat? :=(D

0 komentar: