THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 02 Desember 2015

kutukan hewan menjijikkan (by admin beruthiel)

karna tokohnya adalah hewan mengerikan ya ga ada salahnya pasang hewan lucu aja de tuk kover cerpen horor ini. aku comot dari fp creepy pasta ya. silakan klik gambar lucu di bawah ini menuju sumber link kopasnya. ceritanya serem dan menjijikkan, tapi aku ga berani masang kover hewan menjijikkan juga T0T kalo baca jangan sambil makan ya!!!

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=814529938629112&id=516111181804324&set=pb.516111181804324.-2207520000.1431777954

There are Centipedes in the House (original story)

**********************************

Semua orang yang mengenalku bilang aku sangat sensitif dan penjijik. Aku tak tahan dengan keberadaan serangga atau makhluk-makhluk merayap seperti laba-laba, lipan, kelabang dan sebagainya. Aku bahkan takut dengan kupu-kupu, karena aku tak suka rasa menggelitik jika hewan itu terbang di dekat kepalaku atau hinggap di anggota tubuhku. Aku selalu menyediakan kaleng penyemprot serangga di rumah, kapur pencegah semut dan kecoa, serta sepatu atau buku sampul keras tebal di dekatku untuk persiapan jika menemukan makhluk-makhluk semacam itu.

Rumahku terhitung baru dan berada di lokasi yang cukup bagus; berada di lokasi perumahan baru di daerah lembah yang baru saja dibuka (kami bisa melihat beberapa petak gundul untuk pembangunan di tengah warna hijau di kejauhan; sedikit menyedihkan juga, tapi kami tetap senang mendapat rumah di daerah yang begitu indah). Aku dan suamiku baru membelinya setahun lalu setelah putri kami lahir, dan semua bagian rumah dalam keadaan sempurna, tanpa retakan, bagian yang lembab atau rapuh dan sebagainya. Jadi, untungnya, aku tak pernah mengalami masalah serangga atau hewan merayap yang parah. Biasanya hanya nyamuk atau lalat, dan terkadang kupu-kupu atau capung, tetapi jarang (aku sengaja tidak menanam terlalu banyak di kebunku untuk mencegah kedatangan mereka). Akan tetapi, semuanya berubah setelah kedatangan lipan ini.

Saat itu akhir pekan, dan aku berniat memasak makan siang istimewa untukku dan suamiku. Ketika memotong-motong wortel dan bawang untuk membuat meatloaf, aku merasakan sesuatu menggelitik permukaan kakiku yang hanya mengenakan sandal bertali tipis; rasanya agak tajam menggigit walau tak terlalu sakit. Aku spontan menengok ke bawah, dan terperanjat melihat seekor lipan merayapi kakiku, dan di saat yang sama, kurasakan bilah tajam pisau dapur mengiris jariku.

Aku menjerit dan langsung mundur, tanpa sengaja membuat talenan berisi potongan wortel dan bawang terjatuh ke lantai. Lipan! Menjijikkan sekali! Dan makhluk itu baru saja merayapi kakiku! Rasa gemetar merayapi sekujur badanku ketika kulihat lipan itu merayapi sisi antara lantai dan bagian bawah meja dapur, mungkin mencari sudut gelap untuk bersembunyi. Rasa sakit yang berdenyut dan darah yang menetes dari jariku yang teriris, ditambah kebencianku pada lipan dan makhluk sejenisnya, membuatku mendadak marah. Kurang ajar sekali lipan itu! Ia sudah membuatku terluka dan sekarang ingin seenaknya menjajah rumahku dengan mengincar sudut gelap untuk sembunyi. Tak akan kubiarkan! Dengan geram, kusambar talenan di lantai, dan ketika lipan itu merayap sedikit ke tengah lantai ubin, kujatuhkan talenan kayu berat itu tepat ke atasnya.

Samar-samar terdengar suara derak lembut memuakkan saat tubuhnya remuk di bawah talenan itu. Aku mengangkat sisi talenan yang tebal dan mengangkatnya, menjatuhkannya lagi beberapa kali untuk memastikan. Ketika perlahan kubalik talenan itu, aku semakin jijik. Tubuh lipan itu gepeng dan remuk; darah berwarna gelap bercampur dengan serpihan-serpihan tubuhnya menempel di lantai maupun talenanku. Walaupun menjijikkan, entah kenapa aku tak bisa mengalihkan pandanganku. Mungkin karena ini pengalaman pertamaku membunuh lipan? Makhluk yang kematiannya bisa kulihat langsung dan memberi efek lebih besar padaku ketimbang sekedar menyemprot nyamuk dengan obat serangga? Entahlah. Yang jelas, rasa jijikku entah kenapa berubah menjadi kasihan. Bayangkan, lipan itu tadinya hanya merayap santai, namun tiba-tiba saja, tanpa peringatan, hidupnya berakhir di bawah talenan kayu berat. Mungkin saja ia salah satu hewan yang berusaha menghindari pembukaan hutan lembah untuk perumahan ini. Akan tetapi, melihat kepalanya yang sedikit bergerak membuat rasa kasihanku lenyap, diganti kejijikan. Kujatuhkan lagi talenan itu.

Suamiku sempat bertanya kenapa jariku luka (kubilang aku teriris pisau, memang benar), dan sempat agak heran ketika aku minta dibelikan talenan baru, padahal yang lama masih bagus ("tidak bagus memakai talenan kayu untuk makanan basah terlalu lama," alasanku). Tapi, sejauh itu, tidak ada yang aneh. Kami menikmati makan siang kami, dilanjutkan dengan menonton koleksi film klasik kami hingga petang hari, sambil sesekali mengecek putri kami yang tidur di kamar. Aku pun tak memikirkannnya lagi.

Hari Senin, ketika aku malas-malasan menyibak selimut, kulihat sesuatu berwarna gelap terlempar dari balik selimut ke kasur. Aku menoleh, dan langsung waspada sepenuhnya. Dan menjerit. "Lipan!"

Suamiku terperanjat ketika aku melompat bangun begitu mendadak, dan bertanya "ada apa?"

"Lipan! Ada lipan di selimut! Dia jatuh ke arahmu!"

Suamiku bangun dan segera mengecek semua bagian selimut dan kasur, sementara aku mengintip dari balik kamar mandi. "Tak ada apa-apa," ujarnya. "Kau masih setengah tidur, barangkali. Aku sudah mengecek lantai, juga tak ada apa-apa."

"Tidak! Aku benar-benar melihatnya! Tadi ada lipan di situ! Menjijikkan! Aku tak mau tidur di kasur itu."

Suamiku menenangkanku. Dia bilang, dia akan mengganti semua sprei dan selimut dan bahkan membalik kasur kalau aku mau. Aku merasa sedikit tenang, dan masuk ke kamar mandi untuk menggunakan toilet serta mencuci muka. Ketika aku membuka tutup kloset, aku menjerit. Ada seekor lipan besar di dalamnya, menggeliat-geliut setengah terendam seolah berusaha memanjat keluar. Aku menjerit dan cepat-cepat menggelontor kloset, merapat ke dinding sementara lipan itu terguyur. Menjijikkan! Menjijikkan! Aku segera berlari keluar sambil menangis, berkata pada suamiku bahwa aku tak enak badan gara-gara melihat lipan dua kali di pagi hari.

"Baiklah, baiklah, kau mau tiduran saja hari ini? Aku bisa belikan makan malam nanti sepulang kerja...."

"Aku tak mau tidur di kamar ini," kataku pendek.

Akan tetapi, masalah belum selesai bagiku. Aku mulai melihat lipan dimana-mana. Sore itu, aku menemukan seekor saat hendak mencuci tangan di wastafel dapur; kepalanya menonjol keluar dari lubang wastafel dan menggeliat-geliut menjijikkan. Aku segera mengguyurnya. Malamnya, saat mengambil cangkir dari lemari saat hendak membuat teh, kulihat seekor lipan kecil merayap di dalamnya, dan aku melemparnya sejauh mungkin hingga pecah, lalu menangis. Suamiku bertanya apakah aku tidak berlebihan, namun aku marah sekali dengan pertanyaan itu sehingga menolak bicara dengannya sepanjang malam. Hari-hari berikutnya jauh lebih buruk. Saat hendak memakai selop, kulihat kepala seekor lipan menonjol dari balik selop sebelah kiri. Saat hendak mandi, beberapa lipan kecil jatuh dari lubang-lubang pancuran bercampur air panas. Saat mau makan sereal, lipan jatuh bersama guyuran susu dari kotak. Saat mau mengambil barang dari tas, tanganku selalu menyentuh paling tidak satu lipan. Yang paling parah, kini saat hendak menyisir rambut, aku kerap menemukan lipan terselip di antara gigi sisir, dan bahkan sekali ada satu yang berhasil merayap di antara rambutku sebelum aku menyadarinya. Aku ingat menjerit-jerit parah dan membeli sisir baru setelahnya, tetapi hal yang sama selalu terjadi tak peduli berapa kalipun aku membeli sisir. Aku mulai sering mengelabang rambutku sehingga tak mudah kusut atau berantakan, dan aku tak perlu menyisirnya.

Suamiku mulai mengkhawatirkanku. Ia kini lebih sering menggantikanku mengurus bayi kami, karena aku begitu stres lantaran menemukan lipan dimana-mana. Anehnya, lipan-lipan itu selalu menghilang dengan cepat setiap kali aku berteriak meminta suamiku untuk melihatnya. Setelah 3 minggu mengalami hal tersebut, aku akhirnya minta pindah rumah, tapi suamiku (yang mulai sama stresnya denganku), membentak, "jangan ngawur. Aku tahu kau biasanya sensitif terhadap binatang kecil, tapi ini sudah tidak lucu lagi! Tidak segampang itu kita pindah dari rumah yang sudah kita beli bersama-sama ini! Menurutku, solusinya bukan pindah, kau yang harus menemui terapis!" Kami bertengkar hebat hari itu, dan suamiku menghabiskan waktu lama sekali di kantor.

Aku merasa kesepian, meringkuk di ruang tamu, di atas sofa yang bantal-bantalnya sudah kusingkirkan agar bisa mengurangi tempat sembunyi untuk lipan. Aku tidak memasak hari itu; setelah membuatkan bayiku susu, aku memesan pizza super tipis dan renyah (ya, aku takut ada lipan dalam adonan jika aku memesan pizza tebal), dan memotong-motongnya dengan pisau dapur serta memakannya tanpa semangat. Aku merasa bersalah sudah bertengkar dengan suamiku. Tapi ia tak memahamiku! Atau mungkinkah aku yang terlalu berlebihan? Mungkin aku hanya kelewat merasa bersalah karena membunuh seekor lipan, dan karena merasa jijik dan trauma, hal itu membekas di benakku sehingga menimbulkan halusinasi. Ya, pasti begitu. Mungkin suamiku benar. Mungkin aku harus menemui terapis. Ah, kurasa aku harus minta maaf padanya. Bagaimanapun, ia marah karena ia mengkhawatirkanku. Ketika suamiku pulang larut malam itu, aku menghambur ke arahnya dan memeluknya, bergumam minta maaf sambil berkata aku mencintainya dan ya, aku akan menemui terapis.

Suamiku nampak lega sekali, dan ia balas memelukku, lantas mengangkat daguku dengan jarinya dan menciumku. Rasanya sudah lama sekali kami tidak berciuman seperti ini. Suamiku mungkin juga merindukanku, karena ia mendadak mendorongku ke arah sofa, dan menjatuhkan tubuh kami berdua di atasnya. Kami berciuman lama sekali, dan kurasakan suamiku menjulurkan lidahnya masuk ke mulutku...

...dan kurasakan sesuatu merayapi permukaan lidahku, serta sesuatu yang agak runcing bergerak-gerak menyentuh langit-langit mulutku. Samar-samar aku keheranan, namun kemudian, aku sadar...ini bukan lidah. Ini lipan. Lipan besar menyaru sebagai lidah suamiku.

Aku menjerit dan berontak, mendorong suamiku sampai terjatuh dari sofa. Suamiku terkejut dan berteriak, "ada apa!?" Tapi aku tak mendengarnya, dan sibuk meludah-ludah. Lipan-lipan itu akhirnya menguasainya! Aku melihat kepala lipan itu sekarang, menyembul dari mulut suamiku; besar, tebal, dengan warna coklat gelap dan kaki-kaki kuning, lidah paling menjijikkan sedunia. Dan mereka mau masuk ke tubuhku! 

"Ada apa denganmu!?" Teriak suamiku, nampak cemas, dan berusaha menghampiriku.

Aku tak percaya kekhawatiran palsunya. Dia bukan lagi suamiku! Dengan campuran rasa marah dan jijik, kuambil pisau yang tadi kupakai memotong pizza, dan kuarahkan ke makhluk yang kini bersarang di lidah suamiku sekuat tenaga. Kurasakan kepuasan ketika ujung pisau mengenai lipan itu, membuat darahnya muncrat dan mengeluarkan suara tercekik. Aku terus menikam dan menikam hingga makhluk itu remuk berlumuran darah. Beres sudah!

Aku menyeka keningku yang berkeringat dan sedikit lengket oleh darah, lalu terpandang olehku tubuh suamiku, dengan mulut yang sudah berubah menjadi gumpalan merah dan mata mendelik. Aku menatapnya, lantas menangis. Maafkan aku, suamiku! Aku ingin memebaskanmu dari makhluk menjijikkan yang sudah menguasai lidahmu itu! Aku lebih suka kau mati sebagai manusia, daripada hidup dengan lipan sebagai lidahmu! Aku menangis selama beberapa saat, sebelum berdiri. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan tubuh suamiku, tapi aku ingin melihat putriku dulu sebelum memikirkannya. Aku butuh ketenangan.

Aku berjalan menuju kamar bayi, dan melihat putriku tertidur dengan wajah damai. Putriku yang cantik, yang manis dan lucu; hanya dengan menggendong dan menatapnya saat tidur saja sudah memberiku ketenangan tersendiri. Aku mengangkat tubuhnya perlahan, lalu mendekatkannya ke dadaku dan mengayunkannya pelan sambil bersenandung. Akan tetapi, sesuatu menghentikan senandungku. Samar-samar, aku mendengarnya; suara 'klik-klik' kaki-kaki lipan yang merayap. Lipan yang besar, kurasa.

Aku menoleh kanan-kiri dan memeriksa lantai untuk melihat dari mana asal suara itu. Akan tetapi, aku tak melihat lipan dimana-mana, walau suara 'klik-klik' itu sangat jelas terdengar. Ketika mendekap tubuh putriku makin erat, aku tersadar dan membeku di tempat. Lantas, kudekatkan telingaku ke tubuhnya.

Suara itu keluar dari dalam dada putriku.
 
http://animanga-oushiza.blogspot.co.id/2015/10/penyakit-kutukan-di-balik-angka.html

- Beruthiel

0 komentar: