hay, jumpa lagi nih! dah lama gak posting cp ya. link copasnya klik gambar aja biar bisa baca koment2 serunya. menurutku sih cp yang satu ini greget banget. baca aja dari awal ampe akhir tu dijamin penasaran banget tuk diterusin. lagipula ide ceritanya juga gila banget. apa ada yang kepikiran untuk melakukan ini? seperti apa yang rasanya kepenggal itu? penasaran? hm, hanya orang gila aja yang mau tiru, haha. langsung aja de ga mau lama2 lagi, cek it ot...
Four Minutes
Author : Gregslap [ reddit.com ]
( Dengan sedikit perubahan )
( Dengan sedikit perubahan )
Ricky punya obsesi yang benar benar ganjil. Obsesi terbarunya benar
benar gila, aku bahkan tak bisa menyingkirkan pikiran itu dari benakku.
Efek aneh pasca kepala terpotong dari tubuh: setelah terpisah, kepala
bisa mendengar, melihat, membuat mimik muka dan berkomunikasi.
Ya, kau membacanya dengan benar. Orang orang yang kepalanya dipenggal
bisa melihat dan mendengarkanmu. Ricky menjadi terlalu maniak akan hal
itu, ia melakukan penelitian, kebanyakan meneliti tentang tikus, dimana
saat kepala tikus itu terpisah dari tubuhnya, binatang menjijikan itu
masih sadar selama 4 menit atau kurang.
Ricky anak baru
diinstitut sekolah kami, dan dia dibully karena ia terlihat aneh.
Penyebabnya adalah mata julingnya, dan kulit, rambut dan matanya juga
mempunyai bercak kuning. Dalam fisik seperti itu, tentu saja ia dibully.
Ricky tidak sibuk memikirkan mereka. Cara balas dendamnya sungguh unik
dan 'wow'. Ia tak mengatai ngatai, atau adu tinju dengan mereka. Apa
yang ia lakukan hanya melukis sebuah gambar sadis yang seram. Mahakarya
seni yang meramalkan hari terakhir para pembullynya, atau rahasia
tergelap mereka yang tak seorangpun tahu.
Yang sebenarnya tidak
perlu aku tulis, sampai sekarang, kalau saja Ricky belum meninggal.
Kematian yang paling menyedihkan dan mendebarkan dalam 4 menit jalan
hidupku.
Segalanya bermula pada tempo aku menghampiri rumah Ricky
yang mirip peternakan. Tak pernah setitikpun terpikirkan olehku ini
adalah hari terakhir dalam hidupnya, ataupun hari terakhir kami bersama.
Saat ia membawaku ke garasi dan menunjukkan alat pisau guillotine yang
ia buat sendiri--yang benar benar bagus, aku tahu, ia akan melakukannya.
"Kau takkan melakukannya, ok?" Ia melanjutkan,"Pisaunya akan jatuh dan
membelah saat ku tarik tuasnya," Ia lalu menariknya, dan pisau diagonal
besar yang berat itu jatuh kebawah dan menciptakan hempasan angin, hawa
dingin yang tidak enak naik ke sekujur kakiku, membuatku bergidik ngeri.
"Bung, yang kau harus lakukan hanya duduk dan menontonku."
"Sialan, aku takkan melakukannya." Aku berbalik untuk pergi dari
kegilaan ini. Ketika aku sudah meraih gagang pintu ke dapur, ia
mengatakan sesuatu dalam intonasi yang putus asa, yang membuatku
mematung.
"Aku tak mau mati sendiri. Kau satu satunya orang yang
kupunya." Tapi ia benar. Ayah dan ibunya meninggal saat ia kuliah, ia
tak punya saudara. Dan anjing kesayangannya, Rukus, mati bulan lalu,
yang berarti, hanya akulah teman satu satunya.
"Kau boleh duduk
di sebelah sana dan tunggu sebentar... jadi aku tidak sendiri, lalu kau
boleh pergi, maka tak seorangpun akan tahu." Aku berbalik kemudian duduk
dan menatap kedalam matanya, mata yang menyimpan terlalu banyak
kepahitan."Lalu apa, Rick?"
"Caranya gampang, satu kedipan
berarti ya, dua kedipan berarti tidak. Dan kalau aku membuka mulutku
berarti rasanya mengagumkan. Kalau rasanya buruk, aku takkan
memberitahumu, cukup aku saja yang tahu."
Aku benar benar
kehabisan kata kata, dan aku dipenuhi pikiran bahwa aku akan segera
kehilangan sobatku hari ini. Tubuhku berguncang dengan hebat, yang
bahkan belum pernah kurasakan sebelumnya. Kemudian aku menatap Ricky dan
melihatnya sedang mengembangkan senyum, ia bahagia.
"Tanyakan
aku pertanyaan 'ya atau tidak', bicaralah padaku, tanyakan apa saja. Ini
kesempatan yang benar benar jarang. Ini sesuatu yang harus kuketahui.
Dalam semua eksperimen yang telah kulakukan, paling tidak aku punya
waktu 4 menit setelah kepalaku terpisah, jadi tanyakan padaku apakah
terasa sakit, atau apakah aku melihat cahaya putih, atau malaikat atau
apa aku tahu rahasia kehidupan dan semesta."
"Oh Ricky,
pemenggalan? Bung, ini benar benar sudah terlalu jauh." Ricky menunduk
dan mengangguk, kemudian ia menengadah kepadaku, kali ini ada sungai
bening yang berlabuh di mata kuningnya yang aneh dan aku tahu, aku tak
sanggup menolak permintaannya, tak peduli betapa tak warasnya itu.
"Aku ingin melakukannya sebelum penyakitku kambuh lagi. Penyakit sialan
itu, akan membuatku kesakitan dan menderita. Aku benar benar ingin
memenangkan penyakit ini, dengan mencurangi kematian."
Kami duduk
beberapa jangka waktu di garasi yang aneh itu sebelum Ricky akan pergi
selamanya. Ia telah merencanakan dan mempersiapkan segalanya, kepalanya
akan mendarat di tempat tidur Rukus--anjingnya yang merupakan teman lain
yang ia miliki selain aku.
Ricky melemaskan kepalanya di atas
pisau guillotine, menghadap ke kiri, seperti berbaring ke kiri di kasur.
Aku duduk menghadapnya dilantai dan kita akan melakukan percobaan ini.
"Kau tidak tahu, kau membuat hidupku yang hancur lebih berwarna. Aku
tak pernah memberitahumu. Itu menggangguku dan aku tak jago dalam hal
emosi dan perasaan, tapi bertemu denganmu di perguruan tinggi membuat
semua masalah ku lebih ringan."
Mataku benar benar penuh oleh
bendungan air bening dan rasanya langit hampir saja akan runtuh, aku tak
bisa menjawab Rick. Semua yang kutahu hanyalah aku menyayanginya tetapi
aku tak pernah bisa memberitahunya.
Kemudian Ricky berlutut
didepan pisau berat itu, berbaring dan membalikkan kepalanya. Ia
melayangkan kepalanya dengan lembut di atas alat buatannya sendiri.
Kemudian, sebelum aku mengerjapkan mataku, pisau sialan itu luruh
kebawah saat Ricky berkata,"Terima k--"
Tapi pernafasan Ricky
terpotong dan kalimat terakhirnya terinterupsi. Dalam sepersekian detik
yang ganjil, kepala temanku mendarat di tempat tidur Rukus dan matanya
menatap tajam kearahku. Bukan tatapan orang mati, belum. Ya, tatapan
mata kuningnya yang masih hidup.
Kucoba mengabaikan lehernya,
tapi aku menyaksikan darah merah dari potongan lehernya meluncur deras,
dan juga bagian putih dari tulang belakangnya. Tanganku bergetar tak
terkendali saat kupaksakan diriku menatap kedalam matanya.
"Ricky, kau bisa mendengarku?" Satu kedipan yang cepat, artinya ya.
Oh Tuhan, ini tak mungkin nyata.
"Apa rasanya menyakitkan, apa kau merasakan sakit?" Seruku. Ia mengerjap dua kali untuk tidak.
"Bisakah kau melihatku?"
Satu kedipan.
"Apa kau melihat malaikat? Atau sejenisnya?"
Dua kedipan.
"Apa rasanya aneh?" Lagi lagi ia mengerjap dua kali yang berarti tidak.
Ia kemudian tertegun dan kemudian membuka mulutnya, memamerkan barisan
giginya, meskipun ekspresinya lebih menyerupai pantomim yang meringis
kesakitan, aku tahu itu berarti terasa keren dan mengagumkan, bukan
sesuatu yang seharusnya ditakuti.
"Jadi, kau tidak takut?" Dua kerjapan mata, dan kemudian ia membuka mulutnya. Aku merasa lebih lega.
Tiba tiba, aku merasa kehabisan pertanyaan, walau kami masih
berkomunikasi. Ricky mengunci tatapannya dalam mataku, dan aku merasa
nyaman dan tenang--meskipun aku tahu itu tidak masuk logika. Kemudian ia
memejamkan mata, tiba tiba aku panik, bahwa inilah waktunya, dan ia
telah ditepuk oleh Sang Pencipta. Aku perlu menanyakan sesuatu, jadi aku
menukas,"Ricky, apa sekarang kau tahu rahasia alam semesta, atau
rahasia kehidupan dan semacamnya?"
Matanya membuka lebih lamban
kali ini, lalu ia berkedip satu kali. Dan aku bersumpah mulutnya
bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi itu membuatku
panik karena berbicara hampir tidak mungkin tanpa kerja paru paru, jadi
aku meluncurkan pertanyaanku lagi, "Apa rasanya buruk? Apa mati itu
buruk?"
Lagi lagi matanya membuka lebih lambat dan ia berkedip dua kali untuk tidak.
"Apa ada orang lain didekatmu? Apa mereka orang baik?
Ia mengerjap sekali untuk ya, tapi aku tak tahu cara menanyakan
siapakah orang orang itu, kalaupun ia tahu orang orang tersebut.
Aku tak punya pertanyaan lagi, karena pada titik ini, tidak ada pertanyaan yang penting lagi.
Setelah itu, aku dan Ricky mengunci mata dan waktu terasa membeku.
Kemudian matanya membesar dan ia melihat kebelakangku, dan aku
melihatnya ketakutan. Aku belum pernah melihatnya setakut itu seumur
hidupku. Mukanya benar benar menunjukkan kehorroran yang tak bisa
dilukiskan, seolah ia telah bertemu dengan sesuatu yang mengerikan dan
tak pernah dilihatnya. Ada sesuatu dibelakangku, sesuatu yang ia lihat
tetapi tidak bisa kulihat, dan aku tahu, itu bukan sesuatu yang bagus.
Dan kemudian Ricky melakukan sesuatu diluar rencana.
Mulutnya bergerak gerak dengan cepat dan berulang ulang, ia melebarkan matanya dan menatapku.
"Ada apa Ricky? Apa yang kau lihat?!" Aku tak mendapat respon darinya
karena ia masih berusaha berbicara. Raut mukanya tidak tenang seperti
tadi, dan telah berubah menjadi tegang dan shock. Sialnya aku tak tahu
apa yang ingin disampaikannya padaku.
Dengan ketakutan dan bulu
kudukku yang meroma tiba tiba, aku mendekatkan kepalaku padanya. Ia
berusaha mengeja beberapa kata, walau tak ada suara yang keluar, aku
bisa menerka dari gerakan mulutnya yang mudah ditebak.
'BERJANJILAH PADAKU'
"Ya, aku janji." Mataku kembali penuh dengan air mata. Hatiku benar benar hancur.
'JANGAN MATI'
Kemudian Ricky menutup mata selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar