THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 08 Februari 2016

Pembantai Pembuli

hm, aku suka nih meski bukan cp si tapi ada adegan yang kusuka n baru terlintas di pikiranku, haha! apa aja itu? cek it ot aja de langsung ke tkp. sumber kopas klik gambarnya ya...


https://www.facebook.com/CreepypastaIndonesia/photos/a.516337445115031.1073741828.516111181804324/925638967518208/?type=3


Good Boy
Part 1
OS by : Raven

Finno tak pernah mengeluh. Anak baik. Bahkan saat umurnya hanya 9 tahun.
Ayah dan ibunya tak menyayangi anak polos itu. Finno hanya menyukai Gamewatch Mario Brosnya. Finno benci hampir semua hal. Termasuk ayahnya. Ayahnya yang tinggi berkumis tipis selalu menyuruhnya datang, kemudian beberapa menit kemudian ia menghajar Finno hingga anak itu terkapar kesakitan. Muka berlumur darah, seisi badannya perih. Tapi ia tak menangis, setitik kristal pun tidak. Ia hanya akan pergi ke ibunya,
"Mom, minta obat." Datar dan hambar.
Wanita itu akan meletakkan lintingan rokok ditangannya dan menoleh penuh amarah padanya, "Diam kau anak bajingan!"
Ia hanya akan membisu, berjalan pincang menghadap kamar. Berbaring dan mengusap lukanya dengan obat anjing. Ia mencintai ibunya. Ia bahkan pernah mencoba membuat kue ulang tahun untuk ibunya, yang mustahil untuk umurnya. Namun sayangnya, kalian lihat sendiri. Didalam batin bocah 9 tahun itu juga tahu, kedua orangtuanya yang pecandu narkoba tidak mencintai Finno.
Tak ada yang mencintai anak itu. Disekolah pun tak ada yang mau menjadi temannya. Ia seperti buangan. Namun anak berambut coklat itu tak peduli.
Saat ia mulai naik tingkat SMP, sekelompok anak gemuk dan berandal mulai membullynya. Pertama tama mereka menyembunyikan tasnya. Finno hanya menatap mereka tanpa emosi, lalu berjalan kearah mereka,
"Kembalikan."
Anak anak itu tertawa. Salah seorangnya, Jerry yang jangkung mendorong Finno. Ia tak bergeming.
"Enak saja! Kalau kau mau dapat tasmu kembali, berikan kami 20 dollar, tiap orang! Hahaha dasar miskin!"
Finno dengan dingin akan melangkah kembali ke tempat duduknya. Mereka tertawa geli, mereka mengira anak itu pengecut tapi sok keren. Saat guru kesenian datang, Mr Doverhood yang selalu membuat anak anak takut, ia guru tergalak dalam sekolah ini. Ia menatap Finno yang terdiam tak melakukan apa apa.
"Apa yang kau lakukan! Cepat kerjakan tugasmu Finno!" Bentaknya.
Anak itu menunjuk kearah geng Jerry. Ke tas yang mereka pegang. Tapi kawanan itu memang biadab, mereka mengibar ngibarkan tas itu depan Mr Doverhood. Semua orang tau, Jerry anak wakil walikota, mereka memilih tutup mata atas kelakuan membullynya yang terkenal kejam. Termasuk Mr Doverhood.
"Apa yang kau maksud! Jelas jelas kau lupa bawa tas! Anak bodoh, keluar kau dari kelas ini!"
Finno menatap guru itu sejenak, lalu melangkah menuju luar kelas tanpa ekspresi amarah sedikit pun. Geng itu tertawa penuh kemenangan.
Hari hari selanjutnya, penyiksaan itu kian parah. Semua orang menatapnya iba, atau sinis. Uang pemberian orang tuanya dipalak. Kemudian mereka semakin geram, penasaran karena Finno tak menunjukkan mimik muka sedikitpun. Geng Jerry benar benar ingin memancing amarah Finno.
Mereka menghancurkan buku dan isi lokernya. Tapi Finno hanya berjalan dan meraih buku itu, tanpa umpatan, lalu mengambil selotip untuk memperbaikinya. Kemudian dengan datar menyimpan lagi bukunya kedalam loker. Hal itu membuat komplotan Jerry merasa gatal dan terhina.
Mereka memukulinya ramai ramai dan menelanjanginya di kamar mandi, kemudian memfotonya dan mengupload ke situs situs. Mereka menggunting baju seragamnya, menjadi semacam baju tak berlengan kasual. Lagi lagi--anak itu hanya diam. Finno akan merapikan rambut coklatnya, kemudian beranjak pergi sambil memakai seragam robek itu. Hal terjauh yang pernah ia tunjukkan hanya menatap panjang para pembullynya.
Ia akan datang ke kepala sekolah untuk minta baju seragam baru.
"Ini nak, tapi kenapa bajumu bisa begitu?"
"Jerry." Ujarnya dingin kemudian melangkah gontai.
Ibu berkacamata itu segera mengerti, Finno dibully. Kepala sekolah mengasihaninya, tapi juga tak dapat berbuat apa apa.
Pembullyan itu berlangsung 3 tahun. Saat hari terakhir kelulusan, Jerry memutuskan untuk melakukannya--upaya terakhir. Jerry, Grey dan Hansen mengepungnya dan membawanya ke gang buntu yang penuh graffiti. Hansen dan Grey mencekal kedua tangannya. Jerry yang ceking tersenyum picik sembari memutar mutar gunting di jari telunjuknya.
"You know, Finno. Aku tak pernah bertemu orang sebandel dirimu. Semua korbanku, semuanya pindah sekolah setelah dibully olehku. Tapi bajingan ini ternyata tidak. Aku benar benar terkesima atas kemampuanmu, anak babi."
Finno terus memandangnya, bibirnya membeku.
"Sekarang, ucapkan selamat tinggal dengan jari jari jelekmu, HAHAHAHAHA!"
Jerry menggerakkan gunting itu menuju jari kelingkingnya kanannya, tanpa ragu ia menekan besi itu masuk kedalam daging anak malang tersebut. Semakin dalam dan dalam. Ketiganya berteriak kesetanan. Tapi Finno--ia meringis menahan sakit, giginya gemeratak menciptakan suara, "tak, tak, tak".
Rasa sakitnya berdenyut menusuk sampai saraf saraf terdalamnya, ia berusaha berontak tapi kedua anak gemuk itu mencengkram tangannya tanpa henti.
Kemudian ia merasakannya, jari kelingkingnya, hilang. Jari berbalut merah itu jatuh ketanah. Segera dihentak hentakkan oleh Jerry. Ia menginjaknya sekuat tenaga. Jarinya remuk bagai terlindas truk beton. Sementara darah mengucuri pergelangan tangannya, tangannya bergetar dengan bengis. Kesakitan yang tak terperi.
Ketiga pembully itu tertawa sinting, sampai liur menjijikan mereka meluncur. Jerry mengelap tangannya yang tercucur darah dimuka Finno.
"Ahahahah!"
"Yaampun goblok sekali!"
Namun, akhirnya mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Sebuah ekspresi.
Pertama kali dalam hidupnya, akhirnya Finno menaikkan bibirnya. Finno tersenyum pada pembullynya.
Ralat, menyeringai.
Mereka terhenyak, terlalu aneh mellihat Finno tersenyum dengan lebar, setelah sekian lama selalu berwajah datar. Darah di wajahnya membuat hawa dan sorotnya Finno terasa jauh beda. Entah mengapa, mereka merasa bulu kuduk mereka menegang. Jerry menjatuhkan guntingnya dan menjauh dari anak itu.
Finno seharusnya tak tersenyum.
Auranya terasa beda. Seolah olah itu bukan orang yang sama lagi. Tatapan dengan senyum mengerikan, yang mengeluarkan hawa menyeramkan dan intimidasi. Matanya penuh dengan kegelapan. Penuh ekspresi, seharusnya geng itu senang, tapi tidak. Mereka tak pernah setakut itu terhadap korbannya sendiri.
Ia memegang bahu Jerry. Tangannya berubah seperti es antartika.
Itulah hari terakhir mereka.
Finno membunuh mereka semua dengan tetap tersenyum. Ia mencabik cabik punggung Jerry dengan membabi buta, hingga layaknya sebuah permukaan kayu yang berkerut jelek, kemudian menusuk lehernya hingga darahnya meluncur seperti air mancur darah, bahkan mengotori mata Finno tapi ia segera mengusapnya.
Kemudian ia menangkap kaki Hansen yang sempat ingin melarikan diri, ia robek kulit tangannya dengan cepat, menindihnya, lalu tersenyum lebar sebelum menancapkan gunting itu di kedua matanya. Kemudian ia menggali dada Hansen yang menggelepar, ia robek dadanya, didalamnya terdapat alat pernafasan yang berdenyut denyut seperti daging merah muda hidup. Ah, jantung. Pikirnya.
Ia menekan benda licin itu, Hansen sebentar lagi akan pergi ke nereka. Kemudian Grey menyerangnya dari belakang, ia menghantam kepala Finno kedinding, menghentak hentakkannya berulang kali sampai dinding kotor itu retak bercetak darah, berbau amis campur got.
Grey berteriak dan menjambak rambut coklat Finno, mengarahkannya ketanah. Tapi kemudian Finno berguling dan menendang kaki kirinya, Grey kehilangan keseimbangan, mereka berguling sambil meninju satu sama lain, tapi Finno berhasil menangkis pukulannya, kemudian menggigiti kulit muka Grey, robek seketika, memamerkan saraf ungu yang berdenyut denyut dan daging merah hangat, Grey melolong histeris memegangi mukanya. Darahnya merangkak dan menetes di baju Finno. Finno kembali bangkit, dicabutnya gunting penuh darah yang tadi menancap dileher Jerry kemudian ia tusuk ke kepala Grey yang cepak, berkali kali. Sampai Grey berhenti meronta ronta, tulang kepalanya remuk redam, sesaat kemudian cairan merah kental menggenang dari kepala Grey. Gang itu lebih mirip tempat pembantaian sekarang.
Finno berdiri tersandar di tembok yang penuh darah. Jantunganya melompat dengan liar. Ia bisa merasakan darah hangat berjalan ditubuhnya. Ia menyadari ada sensasi aneh saat melakukannya. Finno tersengal sengal, ia tetap kesakitan terlebih di bekas guntingan tadi. Tapi ia tetap pulang dengan pakaian berbalut cairan merah hangat. Untungnya karena rumahnya dekat jadi tak ada yang menangkap basah ia berjalan dengan penuh darah.
Pembunuhan anak wakil walikota itu masuk berita. Semuanya heboh. Kemudian terungkap, dalangnya adalah Finno. Tapi anak itu, seperti biasa masa bodoh. Ia mematikan TV dan memilih bermain Gamewatch.
Wakil walikota itu menghukum mati kedua orang tuanya. Ia menculik mereka. Karena Finno masih dibawah umur. 15 tahun.
Finno menyaksikan eksekusi itu berlangsung di TV. Orang orang mengerubungi tempat itu. Ia tak perduli soal ayahnya. Anak itu biasa saja saat ayahnya yang telah tak bernyawa diturunkan dari gantungan. Ia memang membencinya. Ia hanya khawatir tentang ibunya. Saat ibunya digantung di tali, urat Finno menegang. Ibunya menangis. Kemudian dari tayangan itu, ibunya melakukan hal tak terduga sebelum menelusupkan tali itu dilehernya. Ia berucap.
"Finno, maaf ibu tak pernah menjadi ibu yang sesungguhnya bagimu. Ibu terlalu mementingkan narkoba. Selamanya ibu akan tetap mencintaimu. Maafkan ibu."
Mata Finno melotot menatap satu satunya orang yang dicintainya sekarat didepannya. Rahangnya mengeras dan darahnya menggelegak. Detik detik itu terasa cepat.
Ibunya mati.
Finno membeku. Ia tak punya hal untuk dicintai lagi.
Ia memegang dadanya yang terbalut perban yang sudah menghitam. Berdenyut denyut. Ia termenung menatap ibunya tengah diturunkan dari tiang gantungan itu. Matanya yang telah terpejam selamanya.
Cinta itu tak ada. Tak ada lagi cinta untuknya.
Ia melangkah ke lemarinya, berusaha menggapai bajunya yang berantakan. Ia mengenakan kostum halloweennya yang setahun lalu ibunya belikan untuknya. Kostum badut yang menyeramkan. Kemudian ia menyambar pisau didapur.
Finno menatap sekujur bayangannya di cermin, ia benar benar terlihat pas. Kostum itu membuatnya beda. Kemudian ia mengukir dengan tangannya yang diberi darah dicermin. Sebuah emo.
;(
Ia melangkah pergi dari rumahnya. Menghilang dari bayang bayang hari. Mencari mangsa pembully lain.
-
[ To be continued ]

0 komentar: