cerita iblis sih dah mainstream, tapi bukan cp namanya kalo mainstream hehe. cp yang satu ini seperti biasalah endingnya bikin gubrak guling2 ga nyangka hehe, ga bakal aku ungkap spoilernya di sini :p sumber kopas klik gambar ya, baca koment2 menariknya hehe. tapi menurutku sih meskipun kisah iblis, tapi cp ini ga serem kok, malah lucu aja endingnya. panjang si tapi menarik kok alurnya. idenya juga menarik. pokoke aplaus de ama cp yang satu ini. langsung aja deh, aku yakin kalian ga akan nyesel baca ampe ending. siapkan matras kalo dah ampe ending gubraknya :p
THE ****FOOT WOMAN
Dengar, aku tahu kalian semua berpikir
bahwa Iblis adalah pria merah dengan sepasang tanduk mencuat dari
dahinya, serta memiliki ekor lancip dan bersenjatakan sebuah garu besi.
Namun, orang Alabama berbeda pendapat. Mereka bilang Iblis itu hanyalah
makhluk tua penipu, sejenis dengan Kelinci Brer. Dan kau tahu bagaimana
Kelinci Brer berkeliaran menipu orang, terutama Rubah Brer dan Beruang
Brer. Nah pada suatu hari, si Iblis tua sedang berpetualang ke sepenjuru
Alabama mengakali para penduduknya. Dan yang paling ia senangi adalah
menyulut pertengkaran antara sepasang kekasih yang saling mencintai. Ia
menyebabkan percekcokan para suami, para istri dan para sejoli dimanapun
ia berada. Kalau Ia sudah berulah, maka akan ada seseorang yang salah
bicara, atau lupa akan tanggal ulang tahun pernikahan, atau malah
berselingkuh hingga menyebabkan ketidak-harmonisan. Sampai akhirnya,
ketika pasangan kekasih tersebut berpisah, Si Iblis akan tertawa girang
penuh kemenangan kemudian lanjut mencari korban lainnya!
Begitulah, Si Iblis sungguh lihai dalam melakukan pekerjaannya sampai
suatu saat ia menemui sepasang pengantin baru yang tinggal di kaki
bukit. Pasangan ini sedang begitu kasmaran, sehingga Iblis pun tak mampu
memisahkan mereka, tak peduli sekuat apa ia berusaha. Setelah beberapa
hari, Iblis mulai frustasi dan akhirnya menyerah pada kedua sejoli itu.
Ketia ia tengah menyusuri jalan pulang dalam kekalahannya, Iblis bertemu
dengan seorang wanita yang kakinya telanjang setelanjang musang tua.
Wanita itu memandang si Iblis dan berkata, "Ada apa denganmu Tuan Iblis?
Kau sakit atau kenapa?"
"Nggak," jawab Iblis, "Aku hanya baru saja dari rumah di kaki bukit sana, mencoba memisahkan pasangan baru itu. Tapi mereka sedang mabuk-mabuknya oleh cinta, sehingga sulit dipisahkan."
"Oh, cuma itu?" Kata si wanita telanjang kaki. "Dengar, ayo kita buat perjanjian. Aku tak pernah punya sepasang sepatu, jika kau mau membelikanku sepatu merah yang bagus, aku akan memisahkan sejoli itu untukmu."
"Oke, pisahkan mereka dan kau kan dapatkan sepatu termahal di kota," seru Iblis. "Tapi kau harus berhasil melakukan tugasmu dulu."
“Beres deh," tukas wanita berkaki telanjang. "Temui aku besok malam di persimpangan jalan sambil membawa sepatuku."
"Nggak," jawab Iblis, "Aku hanya baru saja dari rumah di kaki bukit sana, mencoba memisahkan pasangan baru itu. Tapi mereka sedang mabuk-mabuknya oleh cinta, sehingga sulit dipisahkan."
"Oh, cuma itu?" Kata si wanita telanjang kaki. "Dengar, ayo kita buat perjanjian. Aku tak pernah punya sepasang sepatu, jika kau mau membelikanku sepatu merah yang bagus, aku akan memisahkan sejoli itu untukmu."
"Oke, pisahkan mereka dan kau kan dapatkan sepatu termahal di kota," seru Iblis. "Tapi kau harus berhasil melakukan tugasmu dulu."
“Beres deh," tukas wanita berkaki telanjang. "Temui aku besok malam di persimpangan jalan sambil membawa sepatuku."
Keesokan harinya, si wanita berkaki telanjang memanggang seloyang pie
apel yang sangat harum lalu ia segera bergegas menuju rumah pengantin
baru di kaki bukit itu. Sang suami tengah berada di ladang memanen
kapas, bajunya basah oleh keringat. Si wanita berkaki telanjang itu
kemudian bertanya apakah ia boleh menemui sang istri, karena ingin
bertegur sapa sebagai tetangga baru, dan ingin berkenalan lebih jauh.
Sang suami tersenyum lalu menunjuk ke arah rumahnya. Sang istri
mempersilahkan wanita telanjang kaki itu masuk dan mereka pun mulai
saling berceloteh ria. Si wanita berkaki telanjang itu menempati tempat
duduknya dan mulai memuji seluruh perabotan di dalam rumah sebagai
"benda tercantik yang pernah ia lihat" - dapurnya, alat-alat makannya,
furniturnya, bahkan ayam jago tua di depan rumah ia sanjung setinggi
langit! Sang istri pun berterimakasih atas semua kata-kata menyenangkan
yang wanita berkaki telanjang itu ucapkan dan menghadiahinya sekeranjang
penuh beri hitam segar.
“Sungguh, semua benda di rumah ini
benar-benar cantik," ungkap si wanita berkaki telanjang. "Namun tahukah
anda, hal yang paling cantik dari semuanya? Itu adalah anda nyonya."
Wajah sang istri pun bersemu merah, ia berkata, "Ah tidak, bukan saya
yang paling indah. Suami saya lebih mempesona dari saya."
"Ya, tentu, dia memang tampan," ucap si wanita berkaki telanjang. "Namun ia akan lebih tampan lagi jika tahi lalat hitam besar berambut di belakang lehernya itu tidak ada."
Senyuman di wajah sang istri perlahan memudar, dan ia berkata, "Ya, saya tahu. Suami saya pun malu dengan tahi lalatnya. Namun sekarang saya sendiri sudah terbiasa."
"Anda tak harus begitu," tukas si wanita berkaki telanjang. "Kenapa tak dipotong saja tahi lalatnya?"
Seketika mulut sang istri menganga lebar. "Saya tak bisa melakukan itu!" sergahnya. "Suami saya bisa mati kehabisan darah!"
"Tidak, jangan kuatir," kata si wanita berkaki telanjang. "Ini yang harus anda lakukan: bawalah sebilah silet saat anda hendak tidur nanti. Saat suami anda sudah terlelap, segera potong tahi lalatnya. Lalu balut luka di lehernya dengan perban untuk mencegah pendarahan. Suami anda bahkan takkan menyadarinya sampai pagi tiba. Dan saya yakin sekali ia akan sangat berterimakasih atas apa yang sudah anda lakukan!"
Akhirnya sang istri pun setuju untuk melakukannya, berterimakasih lagi dan lagi pada si wanita telanjang kaki. Setelah berpamitan dengan sang istri, si wanita berkaki telanjang menghampiri sang suami yang masih bekerja di ladang. "Ya ampun, anda ini memang seorang pekerja keras ya," ujar wanita berkaki telanjang itu. "Benar nyonya," jawab sang suami. "Namun saya tak keberatan sama sekali, karena semakin rajin saya bekerja, semakin banyak yang bisa saya nafkahkan untuk istri saya. Ia sangat berharga untuk saya."
"Ya, tentu, dia memang tampan," ucap si wanita berkaki telanjang. "Namun ia akan lebih tampan lagi jika tahi lalat hitam besar berambut di belakang lehernya itu tidak ada."
Senyuman di wajah sang istri perlahan memudar, dan ia berkata, "Ya, saya tahu. Suami saya pun malu dengan tahi lalatnya. Namun sekarang saya sendiri sudah terbiasa."
"Anda tak harus begitu," tukas si wanita berkaki telanjang. "Kenapa tak dipotong saja tahi lalatnya?"
Seketika mulut sang istri menganga lebar. "Saya tak bisa melakukan itu!" sergahnya. "Suami saya bisa mati kehabisan darah!"
"Tidak, jangan kuatir," kata si wanita berkaki telanjang. "Ini yang harus anda lakukan: bawalah sebilah silet saat anda hendak tidur nanti. Saat suami anda sudah terlelap, segera potong tahi lalatnya. Lalu balut luka di lehernya dengan perban untuk mencegah pendarahan. Suami anda bahkan takkan menyadarinya sampai pagi tiba. Dan saya yakin sekali ia akan sangat berterimakasih atas apa yang sudah anda lakukan!"
Akhirnya sang istri pun setuju untuk melakukannya, berterimakasih lagi dan lagi pada si wanita telanjang kaki. Setelah berpamitan dengan sang istri, si wanita berkaki telanjang menghampiri sang suami yang masih bekerja di ladang. "Ya ampun, anda ini memang seorang pekerja keras ya," ujar wanita berkaki telanjang itu. "Benar nyonya," jawab sang suami. "Namun saya tak keberatan sama sekali, karena semakin rajin saya bekerja, semakin banyak yang bisa saya nafkahkan untuk istri saya. Ia sangat berharga untuk saya."
Si wanita berkaki telanjang itu
terkekeh dan berkata, "Yeah, tentu saja. Tapi yang saya dengar, istri
anda punya pria idaman lain lho."
Sang suami segera menghentikan pekerjaannya, lalu menatap tajam pada si wanita berkaki telanjang. "Apa maksud anda berkata seperti itu?" Tanyanya.
"Yah dari yang saya dengar, istri anda sedang menjalin hubungan dengan pria lain di kota. Dan jika malam ini anda tidak waspada, mungkin saja istri anda akan mengahabisi anda."
Sang suami dengan geram mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Pergi kau dari sini wanita jahat! Tak seorangpun boleh membicarakan istriku seperti itu!"
Maka si wanita berkaki telanjang mengangkat bahunya dan memalingkan badan, "Aku hanya ingin anda berhati-hati," ucapnya sembari melangkah pergi.
Sang suami segera menghentikan pekerjaannya, lalu menatap tajam pada si wanita berkaki telanjang. "Apa maksud anda berkata seperti itu?" Tanyanya.
"Yah dari yang saya dengar, istri anda sedang menjalin hubungan dengan pria lain di kota. Dan jika malam ini anda tidak waspada, mungkin saja istri anda akan mengahabisi anda."
Sang suami dengan geram mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Pergi kau dari sini wanita jahat! Tak seorangpun boleh membicarakan istriku seperti itu!"
Maka si wanita berkaki telanjang mengangkat bahunya dan memalingkan badan, "Aku hanya ingin anda berhati-hati," ucapnya sembari melangkah pergi.
Kemudian pada
malam harinya, si wanita telanjang kaki diam-diam mendatangi rumah
sejoli itu dan bersembunyi di semak-semak, mengintip dari balik jendela,
sementara sepasang suami istri tersebut hendak bersiap tidur. Meski
sangat mencintai istrinya, sang suami tak dapat mengenyahkan kata-kata
si wanita berkaki telanjang itu dari pikirannya. Ia bahkan hampir tak
berbicara sedikitpun pada sang istri, dan berpura-pura sudah tidur. Di
sisi lain, melihat sang suami telah terlelap, sang istri mulai mendekat.
Ia meraih ke bawah ranjang dan mengambil siletnya. Perlahan ia
memposisikan diri setenang mungkin di samping suaminya dan mengarahkan
silet ke tahi lalat besar di leher sang suami, siap untuk segera
memotong habis tahi lalat itu. Namun tiba-tiba, mata sang suami terbuka
lebar dan dengan sigap ia menggenggam kuat tangan sang istri. "Ternyata
benar!" Sembur sang suami. "Wanita tua berkaki telanjang itu bilang kau
akan mencoba membunuhku demi bisa bersama pria selingkuhanmu!"
"Tapi..." sang istri berusaha memprotes.
"Aku tak mau dengar alasanmu!" bentak sang suami. "Pergi! Keluar dari rumahku! Dan jangan pernah kembali lagi!" Sang istri menangis terisak, menata barang-barangnya dan akhirnya ia pun pergi dengan hati yang hancur lebur. Mereka berdua tak pernah mau bertemu lagi.
"Tapi..." sang istri berusaha memprotes.
"Aku tak mau dengar alasanmu!" bentak sang suami. "Pergi! Keluar dari rumahku! Dan jangan pernah kembali lagi!" Sang istri menangis terisak, menata barang-barangnya dan akhirnya ia pun pergi dengan hati yang hancur lebur. Mereka berdua tak pernah mau bertemu lagi.
Kemudian
pada esok malamnya, si wanita telanjang kaki bergegas menuju
persimpangan jalan untuk menemui sang Iblis, seperti yang sudah mereka
sepakati. Sesampainya di sana, ia dapati sang Iblis tengah memegang
sebatang tongkat yang ujungnya tergantung sepasang sepatu.
"Apa-apaan sih?" tanya si wanita berkaki telanjang. "Mengapa kau menenteng sepatuku seperti itu? Aku kan sudah melakukan apa yang kau pinta."
"Ya, kau benar," jawab sang Iblis. "Tapi aku tak mau bersentuhan dengan wanita sejahat dirimu, nih ambil sepatunya."
Si wanita telanjang kaki lalu tersenyum dan berujar. "Kenapa Tuan Iblis? Apakah kau tak tahu siapa aku?" Tiba-tiba kulit si wanita berkaki telanjang mulai berasap seolah tengah terbakar dan perlahan meleleh. Hingga setelah semuanya terkelupas, berdirilah di bawah temaram sinar rembulan sesosok wanita yang ternyata adalah istri Sang Iblis sendiri yaitu Nyonya Iblis!
"Nyonya Iblis!" Teriak Tuan Iblis. "Mengapa kau menipuku begini?"
"Tuan Iblis, sudah bertahun-tahun aku memintamu untuk membelikanku sepatu mahal, tapi kau terlalu pelit!"
Tuan Iblis kemudian menunduk dan menggelengkan kepalanya sambil mendengus kesal.
"Duh suamiku ini," celetuk Nyonya Iblis, "makanya jangan pernah meremehkan tekad seorang wanita, terutama istrimu sendiri!"
"Apa-apaan sih?" tanya si wanita berkaki telanjang. "Mengapa kau menenteng sepatuku seperti itu? Aku kan sudah melakukan apa yang kau pinta."
"Ya, kau benar," jawab sang Iblis. "Tapi aku tak mau bersentuhan dengan wanita sejahat dirimu, nih ambil sepatunya."
Si wanita telanjang kaki lalu tersenyum dan berujar. "Kenapa Tuan Iblis? Apakah kau tak tahu siapa aku?" Tiba-tiba kulit si wanita berkaki telanjang mulai berasap seolah tengah terbakar dan perlahan meleleh. Hingga setelah semuanya terkelupas, berdirilah di bawah temaram sinar rembulan sesosok wanita yang ternyata adalah istri Sang Iblis sendiri yaitu Nyonya Iblis!
"Nyonya Iblis!" Teriak Tuan Iblis. "Mengapa kau menipuku begini?"
"Tuan Iblis, sudah bertahun-tahun aku memintamu untuk membelikanku sepatu mahal, tapi kau terlalu pelit!"
Tuan Iblis kemudian menunduk dan menggelengkan kepalanya sambil mendengus kesal.
"Duh suamiku ini," celetuk Nyonya Iblis, "makanya jangan pernah meremehkan tekad seorang wanita, terutama istrimu sendiri!"
Dan begitulah kisah dari si wanita berkaki telanjang.
The End
Source : The Moonlit Road
ⓜⓐⓝⓞⓝ
tulisanmu masih berantakan banget? kami bisa membantu mengeditkannya. klik teks ini ya!
Source : The Moonlit Road
ⓜⓐⓝⓞⓝ
tulisanmu masih berantakan banget? kami bisa membantu mengeditkannya. klik teks ini ya!
0 komentar:
Posting Komentar