ini cerita fave ku hehe n jadi inspirasi novel hororku si. sumber kopas klik gambar ya agar bisa baca koment2nya. sebenarnya si ceritanya klasik aja si soal kanibal hanya aja endingnya tu ngetwist n cara penyampaiannya yang tersirat. hm respek de ama ne cp, silakan cek langsung bagaimana pemikiran seorang yang sangat serius pada kalimat kiasan atau lebih tepatnya bisa dibilang salah paham, haha. dijamin yang ini beda tastenya. apa kau salah satu orang yang seperti itu? kalo aku bilang hapus aku, apa kau akan unfriend aku padahal itu hanya kiasan semata? cobalah!
TOO LITERALLY
Credited to : potbellypenny
Translate : Manon
Credited to : potbellypenny
Translate : Manon
Aku menganggap semua hal terlalu serius.
Seumur hidupku, aku selalu serius. Orang kadang mengatakan suatu hal
sebagai guyonan atau semacam istilah untuk mengarahkan laju pembicaraan
mereka, namun aku akan menanggapinya secara serius.
Aku tinggal
di sebuah kota kecil di Inggris, kau tahu. Kota kecil dimana semua orang
sudah saling mengenal dan kejahatan terheboh pada tahun itu hanyalah
tentang pencurian tanaman bunga pettunia milik Ny. Lancaster. Meski kota
tempat tinggalku kecil, semua orang disana memanggilku dengan julukan
yang sama; Penny Potbelly (Penny si perutgentong). Julukan yang bodoh,
tapi begitulah mereka memandangku, dan aku tak menyalahkan mereka.
Karena aku memang seorang gadis ber-perut buncit, ber-pinggang lebar,
dan berwajah tembem yang mana selalu dibilang manis oleh ibuku, yah
terserah deh. Intinya adalah aku kegemukan. Aku tak suka dengan keaadan
ini, tapi aku terlalu malas untuk berubah. Selayaknya remaja gemuk
lainnya, aku juga mengalami kejatuhan mental setiap kali kulihat diriku
di cermin, namun aku kira semua gadis pun melalui proses yang sama dalam
rangka menuju tingkat kedewasaan. Aku memiliki seorang sahabat, dan ia
sungguh berbanding terbalik denganku; dia kurus, cantik serta anggun.
Setiap cowok bahkan semua orang di kota terpesona olehnya. Mereka
sungguh penasaran, bagaimana ia bisa berteman baik denganku, jujur aku
sendiri juga tak tahu, mungkin karena kami sudah bersama sejak masih
memakai popok, dan aku senang karena kami tak terpisahkan. Sahabatku ini
bernama May.
May dan aku tengah makan siang bersama di sebuah
cafe kecil, yang mana sudah menjadi kebiasaan rutin kami. Seorang
pelayan cowok bernama Steve datang menghampiri meja kami, dulu saat aku
masih berusia 9 tahun, aku sering memperhatikannya di sekolah.
“Mau pesan apa Nona-nona?” tanya Steve, tanpa melihatku, tapi menatap lapar pada May seolah May adalah sepotong daging.
“Aku pesan cheesecake blueberry dengan sedikit kudapan kentang goreng
saja, terimakasih." Jawab May, sembari menoleh padaku, dan
mengisyaratkanku untuk gantian memesan.
Begini, meskipun aku
sangat gemuk dan akan melakukan apapun untuk merubahnya, aku tak pernah
bisa mengontrol kebiasaan makanku. Jika ingin makan, maka demi Tuhan aku
akan makan.
“Double patty beef burger, kentang goreng ukuran
besar, satu porsi steak, red velvet cupcake, dan segelas besar cola,
terimakasih. " pesanku, malu-malu, sadar sesadar-sadarnya bahwa si
pelayan pasti tengah memcemoohku dalam hatinya.
“Apa semua menu ini untuk dibagi berdua?" "Ah, iya." Jawab May kikuk, tahu bahwa aku akan malu jika ia menjawab sebaliknya.
"Kau ingin steak-mu di masak matang atau setengah matang?" Tanya Steve, memandang ke arahku.
"Matang, terimakasih."
"Baiklah, pesanan kalian akan segera tiba." Kata Steve sembari melenggang pergi.
Setelah si pelayan pergi, May menatapku dengan raut kecewa di wajahnya.
"Kenapa?" Celotehku, sambil menunduk ke bawah, bersiap mendengar sesuatu yang sudah tak asing lagi di telinga.
"Kenapa?" Celotehku, sambil menunduk ke bawah, bersiap mendengar sesuatu yang sudah tak asing lagi di telinga.
“Penny, kau tahu kan kalau kau itu cantik bagiku, tapi kau harus
berusaha mengontrol kebiasaan makanmu! Terlalu banyak makan itu tidak
sehat."
“Aku tidak takut gemuk kok." Jawabku berbohong, sembari May memandangku penuh simpati.
“Aku tidak takut gemuk kok." Jawabku berbohong, sembari May memandangku penuh simpati.
“Benarkah? Terus kenapa dua minggu yang lalu kau tiba-tiba mendobrak pintu rumahku saat aku tengah ganti baju?"
Aku masih membisu ketika pelayan datang membawa pesanan kami. Ia
meletakan makanan-makanan itu diatas meja, dan aku langsung menyambar
burgerku, lalu mulai menyantapnya dengan lahap, tak sabar untuk segera
mengisi perutku yang keroncongan. May hanya mendesah sambil
menggelengkan kepala.
“Dirimu adalah apa yang kau makan." Celetuk May, sambil menggigit sepotong kentang goreng.
Itu adalah percakapan terakhirku dengan May untuk beberapa waktu
sesudahnya. Setelah hari itu, aku jarang berbicara dengan May dan kami
bahkan tak lagi bertegur sapa, seolah ada aura ketegangan yang tiba-tiba
muncul diantara kami. Dia pikir dia itu siapa? Menghina makananku,
padahal dia sendiri juga memakan makanan yang sama buruknya! Menurutku
itu aneh.
Namun aku segera merasa sangat bersalah ketika mengetahui bahwa May menghilang dua minggu kemudian.
Aku termenung, merasakan penyesalan karena tidak menghabiskan waktu
lebih banyak dengannya. Hilangnya May menjadi buah bibir masyarakat kota
selama berbulan-bulan, namun setelah sekian lama dilakukan pencarian
dan karena kurangnya tenaga polisi yang memadai di kota kami, akhirnya
kasus May di tutup dengan kesimpulan bahwa May telah kabur dari rumah
atas dasar kenakalan remaja. Para polisi sudah berulang kali mendatangi
rumahku untuk mengajukan beberapa pertanyaan, semacam, 'Kapan terakhir
kali kau bertemu May? Apakah May pernah berniat untuk kabur? Apakah May
sedang berhubungan dengan seseorang?' Aku rasa aku telah mengecewakan
mereka ketika aku berkata bahwa aku sudah tak pernah melihat May lagi
sejak beberapa minggu sebelum ia menghilang.
Dengan hilangnya
gadis tercantik di kota, akhirnya aku memutuskan bahwa inilah saatnya
untukku ambil peran. Aku akan menjadi 'Gadis Idaman' baru. Aku mulai
melakukan hal-hal gila untuk mendapatkan bentuk tubuh yang langsing,
namun tampaknya sia-sia. Setelah berminggu-minggu mencoba dan masih tak
ada perbedaan, aku memutuskan untuk menyerah jika percobaan terakhirku
gagal, dan menerima julukanku yang tak terelakkan sebagai potbelly Penny
dalam masyarakat. Aku masuk ke dalam apartemenku lalu membuka pintu
kulkas, mengeluarkan kotak tupperware plastik terakhir. Kotak plastik
yang bertuliskan, "siku".
May selalu tampak sangat cantik.
Ia selalu terlihat anggun.
Tapi dia salah.
Dirimu bukanlah apa yang kau makan.
—
0 komentar:
Posting Komentar