hay! ne episod yang tanpa pertarungan ghoul si. klik gambar menuju yutubnya. btw, tu toka kasar banget ya ama kaneki. hm bisa berarti dia suka loh ama kaneki secara ga sadar. karena cewe yang luar biasa kasar ama cowo, tu pertanda suka tapi dia lampiaskan dengan cara yang berbeda. ya, salah satunya dengan cara memukul n aku termasuk tipe cewe kayak getu haha...
Di bawah bimbingan Pak Yoshi, aku
pun bekerja di kafe itu membuat kopi. Kumenyesap kopi itu. Hm, rasanya tak
seenak buatan beliau. Tapi beliau mau membimbingku dengan sabar, maklumlah
ghoul baru yang mau beradaptasi. Hm, meski berat tapi di bawah bimbingannya
akan terasa lebih ringan.
“Pak, kenapa Anda berani berbaur
dengan orang banyak dengan membuka kafe rahasia ini? Anda malah melayani
mereka,” ingin kupecahkan rasa penasaran ini—bagaimana ghoul bisa secara
leluasanya berbaur.
Beliau memandang orang-orang di
luar sana dari jendela sambil tersenyum hangat. “Karena aku tertarik pada
manusia.” Setelah itu, beliau mengatakan sesuatu yang puitis mengenai manusia.
Aku sendiri kurang bisa memahami apa makna di baliknya. Beliau kemudian
menyuruhku keluar membantu si Toka.
Kuturun dari dapur, kemudian
merenung. Hm, tertarik dalam artian apa ini? Mencurigakan!
Di kafe, kumelihat Toka sedang
melayani Hide. Ng? kenapa dia kemari? Katanya sih untuk berterima kasih pada
Toka karena mau menolongnya waktu kecelakaan waktu itu. Ia juga menceritakan
Nishiki—si ghoul bedebah itu—masih dirawat di rumah sakit. Kirain dia dah
mampus. Tapi… kecelakaan?
Auw! Toka menginjak kakiku
sebagai kode agar tak buka mulut. Aha! Ini pasti siasat Toka agar kejadian
pertarungan ghoul itu tak sampai ke telinganya. Hide kemudian pamit pulang.
“Eh, jangan sampai sahabatmu itu
tahu tentang identitas barumu sebagai ghoul, ya! Kalau ia sampai tahu, akan
kuhabisi dia!” ancam Toka mengerikan.
“Eh, jangan dong!” kukepanikan.
Di bawah ancaman Toka, aku jadi bergeming. Tapi ia ada benarnya juga.
Hm ngomong-ngomong, gadis ini
kalau di depan orang lain saja bersikap manis dan santun. Tapi jangan harap
jika sedang berurusan denganku. Ia akan berubah 180 derajat! Gadis yang
mengerikan. Ia takkan segan melukai atau menggemblengku jika sedikit saja
kumelakukan kesalahan. Aku tak bisa melawannya karena itu bukan karakterku!
Tiba-tiba saja, ada pelanggan
yang datang pagi-pagi begini. Rupanya seorang ibu dan putri kecilnya. Mereka
mencari Pak Yoshi, sepertinya ada masalah. Toka tampak prihatin dan menyuruh
mereka masuk. Tapi ng… begitu kuperhatikan gadis kecil di dekapannya baik-baik,
kukemudian tersadar. Eh, anak itu kan…
Kuteringat saat sedang kelaparan
kemarin, di jalan itu, saat kesadaranku mulai direbut, aku ingin sekali bisa
memakan gadis kecil yang kutemui ini. Tapi mata polosnya kemudian menyadarkanku
untuk menghilang sebelum terjadi sesuatu padanya. Tapi ternyata dia adalah—
Bocah itu memandangku juga
setelah ingat pernah bertemu. Kutersenyum gelagapan padanya. Mereka pun masuk.
Jadi ternyata mereka juga ghoul yang tak bisa berburu, makanya ditampung di
sini! >.<
Kali ini, di dapur itu Pak Yoshi
menyajikan roti sandwich untukku. Ragu kemudian kumemakannya. Entah mengapa
beliau menyuruhku. Namun seperti biasa, aku merasa mual dan memuntahkannya.
Rasanya seperti lumpur dan keju basi!
Tapi Pak Yoshi malah
enteng-enteng saja memakannya seperti saat Nishi kemarin itu. Eh? Bagaimana
caranya? Beliau kemudian menerangkan agar makanan itu jangan digigit dan
langsung ditelan. “Kamu pura-pura saja mengunyahnya 10 kali. Dengan begini, kau
bisa tenang kan makan bersama temanmu kalau lagi jalan-jalan? Setelah itu,
muntahkan kalau kamu mual.”
Iya juga, ya? Jadi begitu
triknya. Ternyata ada cara amannya. Aku dan Hide kan biasanya makan-makan.
Fiuh! Dengan begini, aku bisa asik temenen dengannya meski dengan fisik
berbeda. Tapi masih ada satu masalah—
“Oh, ya! Aku punya hadiah buat
kamu!”
Asik! Apa itu? Beliau kemudian
memberikanku setoples kecil gula padat kotak. Ng? Apa ini dan buat apa?
“Kalau kamu mau menahan lapar,
celupkan gula itu ke kopimu. Dengan begitu, rasa laparmu bisa hilang sejenak,”
dia menjelaskan.
“Tapi ini terbuat dari bahan apa?”
Ia tersenyum misterius.
“Sebaiknya kau tak usah tahu. Oh ya, besok kamu pergi belanja ya bersama Yomo
tuk persediaan makanan kita.”
Belanja? Belanja?! “Ma-maksudnya
berburu? Bunuh orang gitu?” tanyaku panik. Oh, no! Buseeeet!
Kumenarik napas lega begitu
beliau menggelengkan kepala. “Kau akan tahu nanti.”
Ia akan membawaku ke mana untuk
persediaan bahan makanan ghoul itu malam-malam begini? Tapi si Yomo sangat
pendiam meski daritadi aku gelisah di jok sebelahnya. Akhirnya tibalah kami di
tepi jurang. Eh? Di sini? Dengan irit kata, ia menyuruhku keluar dari mobil.
Kupandangi dasar jurang itu, tak terlihat apa-apa di sana selain kegelapan. Aku
masih kebingungan, mau apa kita ke sini.
“Jangan pegang pagarnya,” tegur
Yomo kalem dan tanpa ekspresi. Ng? kenapa? “Kau bisa jatuh nanti—“
Arrrrrrrrrrrrrrrrgghhhhh!
Terlambat ia mengatakan hal itu karena tiba-tiba saja kukehilangan keseimbangan
dan jatuh ke jurang sana! Namun tiba-tiba saja, kaguneku langsung nongol dan
berpegangan pada sisi jurang agar aku tak terjatuh keras. Kagune yang
melindungiku secara otomatis itu membuatku terbaring dengan selamat di dasar
jurang tanpa cedera apa-apa. Fiuh! Untung aku punya kekuatan ghoul, kalau tidak
aku bisa mati tadi. Canggih juga, ya. Tapi ini di mana?
Kulayangkan pandanganku ke bawah
sana dan menjerit ketakutan begitu melihat seonggok tubuh tak bernyawa di sana
yang tengah membusuk. Yomo turun menyusulku dengan tenangnya. “Di sini banyak
orang tanpa identitas yang bunuh diri.” Ia kemudian mendoakan mayat itu dan
memasukkannya ke tas besar. Hiiiii!
Jadi rupanya mereka lebih memilih
untuk memakan korban bunuh diri, dengan begitu mereka tak perlu membunuh orang.
Jadi ini yang namanya ‘belanja’ itu?
Ng, bagaimana dengan gadis kecil
bernama Hinami itu ya? Kumengecek keadaannya, siapa tahu saja ada yang
dibutuhkannya. Tapi—arggghhhh! Langsung kumenutup pintu dengan paniknya saking
ketakutannya.
“Oh, maaf! Aku tak tahu kalau kau
sedang makan! Silakan teruskan makannya!” pekikku. Kuteringat tadi ia makan
seperti bocah biasa yang makan kue dengan manisnya, hanya saja mulutnya
berlumuran darah dan kedua mata ghoulnya berbinar. Mengerikan sekali!
Sebagai permintaan maaf,
kubawakan ia kopi. Kembali kumemasuki ruangannya dan ia sudah tampak seperti
gadis kecil biasa lagi yang tengah mengusap mulutnya. Akhirnya aktivitas makan
mengerikan itu selesai juga. Fiuh! Aku jadi merasa kurang enak padanya tadi.
“Kak,” ia mencegatku begitu aku
mau keluar. “Kakak tampak berbeda. Aku bisa merasakan itu.”
Insting bocah ini benar-benar
tajam. Kuteringat lagi waktu itu, ia langsung mendongak padaku seperti ada
sesuatu padaku. Kuputuskan untuk menemaninya sebentar begitu melihat ia membaca
buku yang kusuka. Kuajak dia mengobrol dan ia menanyakan setiap kosa kata
padaku. Kujelaskan dengan detail padanya dengan senang hati. Asik juga bisa ada
teman yang diajak bicara soal buku. Ia bahkan mencatat apa yang kuajarkan
padanya tadi.
“Aku ini tak bisa sekolah,
makanya aku belajar membaca huruf dari buku-buku,” ucapnya sedih.
Duh, kasihan! “Bagaimana kalau
aku mengajarimu tiap kata?” kutawarkan bantuan untuk anak manis itu. Ia
menyambutku dengan ceria dan semangat. “Eh? Gambar hewannya bagus ya. Lucu!”
komentarku begitu melihat gambarnya. Ia tampaknya suka menggambar.
“Itu papaku,” ia menjawab dingin.
Eh???? Dasar anak-anak…
Di kafe…
“Kau harus beli topeng karena
wilayah ini sudah tak aman lagi. Ada merpati yang bergentayangan. Bahaya!” Pak
Yoshi menyarankannya padaku sebagai ghoul baru. Aku tak begitu mengerti apa
maksudnya karena ia membicarakan sandi di sini dengan kata ‘merpati’. Apa maksudnya?
“Toka, besok kau temani Kaneki
beli topeng di tempat biasa,” pinta beliau.
“Ogah, ah! Pergi aja sendiri. Aku
libur besok,” Toka tak mau kenyamanannya terganggu karenaku yang bahkan sampai
sekarang masih belum mengerti, untuk apa topeng itu? Aku sih setuju-setuju saja
akan saran Pak Yoshi.
“Jangan! Ntar dia nyasar. Bahaya
kalau dia kedapatan para merpati itu.”
Aku tak mengerti apa yang mereka
bicarakan. Akhirnya Toka sepakat juga. “Oke! Besok kita janjian. Tapi awas
kalau kamu telat!” ancamnya dengan wajah mengerikan. Glek. Aku tak bisa
berkutik, apalagi kalau ia mengancamku seperti itu. Hi, takut!
Esoknya… ng? mana dia? Seharusnya
kan dia sudah datang. Bukankah aku sudah tepat waktu? Duak! Tiba-tiba saja, ada
yang menendang punggungku. Siapa lagi kalau bukan dia? Uh, kasar sekali! Aku
hanya bisa tunduk dan sabar-sabar saja kalau digemblengnya seperti itu. Huft!
Aku harus terbiasa.
Kami kemudian memasuki sebuah
toko topeng. Kumelihat-lihat topeng itu dan dilayani oleh pemuda nyentrik aneh
yang juga tentunya ghoul. Matanya berbinar ala ghoul. N dia juga mempertanyakan
kenapa aku memakai penutup mata ini dan pertanyaan selanjutnya, mengapa mata
ghoulku hanya satu?
Ia mulai mencatat pesanan topeng
sementara aku duduk manis dan kaku. Mulai dari riwayat alergi, dari bahan apa
bahkan sampai mempertanyakan soal pacar segala!
“Eh? Apakah semua pertanyaan itu
nyambung?” Mungkin agar bisa enak dipandang pacar ya meski pake topeng
maksudnya. Huh, sepertinya ia sudah terlalu banyak bertanya!
“Bagaimana dengan Toka?” Ng? Apa
maksudnya membahas gadis super judes yang tengah melihat-lihat topeng itu. “Kau
tak tertarik dengannya? Ia itu berhati baja, loh. Pekerja keras!” kata Uta
sambil mengukur lingkar keningku. “Eh, kau mau full mask atau setengahnya
saja?”
Ah, terserahlah modelnya seperti
apa! Aku tak begitu peduli seperti apa hasilnya nanti…
Di jalan kemudian
kumerenungkannya. Toka pekerja keras? Iya juga sih, ia berani berbaur dengan
banyak orang di sekolahnya. Itu artinya ia kuat menahan rasa laparnya di tengah
banyak orang. Kurenungkan pula semua ghoul di sekitarku ini. Eh? Sepertinya
hanya aku sendiri deh yang tak bisa ngapa-ngapain di Anteiku itu. Hiks!
“Toka, apa yang bisa kulakukan
agar berguna di Anteiku?” Toka yang melangkah di depanku menatapku kebingungan.
“Apakah aku bisa berguna setelah memesan topeng itu?”
“Jadi sampai sekarang kau tak
tahu untuk apa topeng itu?!” serunya gerah akan semua kepolosanku. Tapi tak
lama, ia melunak setelah pertanyaan utamaku tadi…
Di kafe (menunggu pesanan topeng
jadi)…
Hinami menghampiriku saat kerja
dengan ceria. “Kakak! Makasih banyak ya atas pelajarannya. Kakak baik banget,
deh! Kita lanjut lagi besok, ya! Aku sayang Kakak!”
Jadi malu juga sih dipujinya.
Tapi aku senang dia juga senang. Aku senang bisa berguna untuk bocah manis itu!
Kutersenyum manis padanya.
Krek. Tiba-tiba saja, ada
pengunjung datang—seorang pria aneh berambut ungu dan berbau ghoul pun masuk…
0 komentar:
Posting Komentar