THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 24 Februari 2016

TOKYO GHOUL - 3

hay! ne episod yang tanpa pertarungan ghoul si. klik gambar menuju yutubnya. btw, tu toka kasar banget ya ama kaneki. hm bisa berarti dia suka loh ama kaneki secara ga sadar. karena cewe yang luar biasa kasar ama cowo, tu pertanda suka tapi dia lampiaskan dengan cara yang berbeda. ya, salah satunya dengan cara memukul n aku termasuk tipe cewe kayak getu haha...


https://www.youtube.com/watch?v=gBRPNSO2Nf8&index=3&list=PLH7HPkIcGtYqPkA-aZzg9kXt6irbFKY7f



Di bawah bimbingan Pak Yoshi, aku pun bekerja di kafe itu membuat kopi. Kumenyesap kopi itu. Hm, rasanya tak seenak buatan beliau. Tapi beliau mau membimbingku dengan sabar, maklumlah ghoul baru yang mau beradaptasi. Hm, meski berat tapi di bawah bimbingannya akan terasa lebih ringan.
“Pak, kenapa Anda berani berbaur dengan orang banyak dengan membuka kafe rahasia ini? Anda malah melayani mereka,” ingin kupecahkan rasa penasaran ini—bagaimana ghoul bisa secara leluasanya berbaur.
Beliau memandang orang-orang di luar sana dari jendela sambil tersenyum hangat. “Karena aku tertarik pada manusia.” Setelah itu, beliau mengatakan sesuatu yang puitis mengenai manusia. Aku sendiri kurang bisa memahami apa makna di baliknya. Beliau kemudian menyuruhku keluar membantu si Toka.
Kuturun dari dapur, kemudian merenung. Hm, tertarik dalam artian apa ini? Mencurigakan!
Di kafe, kumelihat Toka sedang melayani Hide. Ng? kenapa dia kemari? Katanya sih untuk berterima kasih pada Toka karena mau menolongnya waktu kecelakaan waktu itu. Ia juga menceritakan Nishiki—si ghoul bedebah itu—masih dirawat di rumah sakit. Kirain dia dah mampus. Tapi… kecelakaan?
Auw! Toka menginjak kakiku sebagai kode agar tak buka mulut. Aha! Ini pasti siasat Toka agar kejadian pertarungan ghoul itu tak sampai ke telinganya. Hide kemudian pamit pulang.
“Eh, jangan sampai sahabatmu itu tahu tentang identitas barumu sebagai ghoul, ya! Kalau ia sampai tahu, akan kuhabisi dia!” ancam Toka mengerikan.
“Eh, jangan dong!” kukepanikan. Di bawah ancaman Toka, aku jadi bergeming. Tapi ia ada benarnya juga.
Hm ngomong-ngomong, gadis ini kalau di depan orang lain saja bersikap manis dan santun. Tapi jangan harap jika sedang berurusan denganku. Ia akan berubah 180 derajat! Gadis yang mengerikan. Ia takkan segan melukai atau menggemblengku jika sedikit saja kumelakukan kesalahan. Aku tak bisa melawannya karena itu bukan karakterku!
Tiba-tiba saja, ada pelanggan yang datang pagi-pagi begini. Rupanya seorang ibu dan putri kecilnya. Mereka mencari Pak Yoshi, sepertinya ada masalah. Toka tampak prihatin dan menyuruh mereka masuk. Tapi ng… begitu kuperhatikan gadis kecil di dekapannya baik-baik, kukemudian tersadar. Eh, anak itu kan…
Kuteringat saat sedang kelaparan kemarin, di jalan itu, saat kesadaranku mulai direbut, aku ingin sekali bisa memakan gadis kecil yang kutemui ini. Tapi mata polosnya kemudian menyadarkanku untuk menghilang sebelum terjadi sesuatu padanya. Tapi ternyata dia adalah—
Bocah itu memandangku juga setelah ingat pernah bertemu. Kutersenyum gelagapan padanya. Mereka pun masuk. Jadi ternyata mereka juga ghoul yang tak bisa berburu, makanya ditampung di sini! >.<
Kali ini, di dapur itu Pak Yoshi menyajikan roti sandwich untukku. Ragu kemudian kumemakannya. Entah mengapa beliau menyuruhku. Namun seperti biasa, aku merasa mual dan memuntahkannya. Rasanya seperti lumpur dan keju basi!
Tapi Pak Yoshi malah enteng-enteng saja memakannya seperti saat Nishi kemarin itu. Eh? Bagaimana caranya? Beliau kemudian menerangkan agar makanan itu jangan digigit dan langsung ditelan. “Kamu pura-pura saja mengunyahnya 10 kali. Dengan begini, kau bisa tenang kan makan bersama temanmu kalau lagi jalan-jalan? Setelah itu, muntahkan kalau kamu mual.”
Iya juga, ya? Jadi begitu triknya. Ternyata ada cara amannya. Aku dan Hide kan biasanya makan-makan. Fiuh! Dengan begini, aku bisa asik temenen dengannya meski dengan fisik berbeda. Tapi masih ada satu masalah—
“Oh, ya! Aku punya hadiah buat kamu!”
Asik! Apa itu? Beliau kemudian memberikanku setoples kecil gula padat kotak. Ng? Apa ini dan buat apa?
“Kalau kamu mau menahan lapar, celupkan gula itu ke kopimu. Dengan begitu, rasa laparmu bisa hilang sejenak,” dia menjelaskan.
“Tapi ini terbuat dari bahan apa?”
Ia tersenyum misterius. “Sebaiknya kau tak usah tahu. Oh ya, besok kamu pergi belanja ya bersama Yomo tuk persediaan makanan kita.”
Belanja? Belanja?! “Ma-maksudnya berburu? Bunuh orang gitu?” tanyaku panik. Oh, no! Buseeeet!
Kumenarik napas lega begitu beliau menggelengkan kepala. “Kau akan tahu nanti.”
Ia akan membawaku ke mana untuk persediaan bahan makanan ghoul itu malam-malam begini? Tapi si Yomo sangat pendiam meski daritadi aku gelisah di jok sebelahnya. Akhirnya tibalah kami di tepi jurang. Eh? Di sini? Dengan irit kata, ia menyuruhku keluar dari mobil. Kupandangi dasar jurang itu, tak terlihat apa-apa di sana selain kegelapan. Aku masih kebingungan, mau apa kita ke sini.
“Jangan pegang pagarnya,” tegur Yomo kalem dan tanpa ekspresi. Ng? kenapa? “Kau bisa jatuh nanti—“
Arrrrrrrrrrrrrrrrgghhhhh! Terlambat ia mengatakan hal itu karena tiba-tiba saja kukehilangan keseimbangan dan jatuh ke jurang sana! Namun tiba-tiba saja, kaguneku langsung nongol dan berpegangan pada sisi jurang agar aku tak terjatuh keras. Kagune yang melindungiku secara otomatis itu membuatku terbaring dengan selamat di dasar jurang tanpa cedera apa-apa. Fiuh! Untung aku punya kekuatan ghoul, kalau tidak aku bisa mati tadi. Canggih juga, ya. Tapi ini di mana?
Kulayangkan pandanganku ke bawah sana dan menjerit ketakutan begitu melihat seonggok tubuh tak bernyawa di sana yang tengah membusuk. Yomo turun menyusulku dengan tenangnya. “Di sini banyak orang tanpa identitas yang bunuh diri.” Ia kemudian mendoakan mayat itu dan memasukkannya ke tas besar. Hiiiii!
Jadi rupanya mereka lebih memilih untuk memakan korban bunuh diri, dengan begitu mereka tak perlu membunuh orang. Jadi ini yang namanya ‘belanja’ itu?
Ng, bagaimana dengan gadis kecil bernama Hinami itu ya? Kumengecek keadaannya, siapa tahu saja ada yang dibutuhkannya. Tapi—arggghhhh! Langsung kumenutup pintu dengan paniknya saking ketakutannya.
“Oh, maaf! Aku tak tahu kalau kau sedang makan! Silakan teruskan makannya!” pekikku. Kuteringat tadi ia makan seperti bocah biasa yang makan kue dengan manisnya, hanya saja mulutnya berlumuran darah dan kedua mata ghoulnya berbinar. Mengerikan sekali!
Sebagai permintaan maaf, kubawakan ia kopi. Kembali kumemasuki ruangannya dan ia sudah tampak seperti gadis kecil biasa lagi yang tengah mengusap mulutnya. Akhirnya aktivitas makan mengerikan itu selesai juga. Fiuh! Aku jadi merasa kurang enak padanya tadi.
“Kak,” ia mencegatku begitu aku mau keluar. “Kakak tampak berbeda. Aku bisa merasakan itu.”
Insting bocah ini benar-benar tajam. Kuteringat lagi waktu itu, ia langsung mendongak padaku seperti ada sesuatu padaku. Kuputuskan untuk menemaninya sebentar begitu melihat ia membaca buku yang kusuka. Kuajak dia mengobrol dan ia menanyakan setiap kosa kata padaku. Kujelaskan dengan detail padanya dengan senang hati. Asik juga bisa ada teman yang diajak bicara soal buku. Ia bahkan mencatat apa yang kuajarkan padanya tadi.
“Aku ini tak bisa sekolah, makanya aku belajar membaca huruf dari buku-buku,” ucapnya sedih.
Duh, kasihan! “Bagaimana kalau aku mengajarimu tiap kata?” kutawarkan bantuan untuk anak manis itu. Ia menyambutku dengan ceria dan semangat. “Eh? Gambar hewannya bagus ya. Lucu!” komentarku begitu melihat gambarnya. Ia tampaknya suka menggambar.
“Itu papaku,” ia menjawab dingin. Eh???? Dasar anak-anak…
Di kafe…
“Kau harus beli topeng karena wilayah ini sudah tak aman lagi. Ada merpati yang bergentayangan. Bahaya!” Pak Yoshi menyarankannya padaku sebagai ghoul baru. Aku tak begitu mengerti apa maksudnya karena ia membicarakan sandi di sini dengan kata ‘merpati’. Apa maksudnya?
“Toka, besok kau temani Kaneki beli topeng di tempat biasa,” pinta beliau.
“Ogah, ah! Pergi aja sendiri. Aku libur besok,” Toka tak mau kenyamanannya terganggu karenaku yang bahkan sampai sekarang masih belum mengerti, untuk apa topeng itu? Aku sih setuju-setuju saja akan saran Pak Yoshi.
“Jangan! Ntar dia nyasar. Bahaya kalau dia kedapatan para merpati itu.”
Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Akhirnya Toka sepakat juga. “Oke! Besok kita janjian. Tapi awas kalau kamu telat!” ancamnya dengan wajah mengerikan. Glek. Aku tak bisa berkutik, apalagi kalau ia mengancamku seperti itu. Hi, takut!
Esoknya… ng? mana dia? Seharusnya kan dia sudah datang. Bukankah aku sudah tepat waktu? Duak! Tiba-tiba saja, ada yang menendang punggungku. Siapa lagi kalau bukan dia? Uh, kasar sekali! Aku hanya bisa tunduk dan sabar-sabar saja kalau digemblengnya seperti itu. Huft! Aku harus terbiasa.
Kami kemudian memasuki sebuah toko topeng. Kumelihat-lihat topeng itu dan dilayani oleh pemuda nyentrik aneh yang juga tentunya ghoul. Matanya berbinar ala ghoul. N dia juga mempertanyakan kenapa aku memakai penutup mata ini dan pertanyaan selanjutnya, mengapa mata ghoulku hanya satu?
Ia mulai mencatat pesanan topeng sementara aku duduk manis dan kaku. Mulai dari riwayat alergi, dari bahan apa bahkan sampai mempertanyakan soal pacar segala!
“Eh? Apakah semua pertanyaan itu nyambung?” Mungkin agar bisa enak dipandang pacar ya meski pake topeng maksudnya. Huh, sepertinya ia sudah terlalu banyak bertanya!
“Bagaimana dengan Toka?” Ng? Apa maksudnya membahas gadis super judes yang tengah melihat-lihat topeng itu. “Kau tak tertarik dengannya? Ia itu berhati baja, loh. Pekerja keras!” kata Uta sambil mengukur lingkar keningku. “Eh, kau mau full mask atau setengahnya saja?”
Ah, terserahlah modelnya seperti apa! Aku tak begitu peduli seperti apa hasilnya nanti…
Di jalan kemudian kumerenungkannya. Toka pekerja keras? Iya juga sih, ia berani berbaur dengan banyak orang di sekolahnya. Itu artinya ia kuat menahan rasa laparnya di tengah banyak orang. Kurenungkan pula semua ghoul di sekitarku ini. Eh? Sepertinya hanya aku sendiri deh yang tak bisa ngapa-ngapain di Anteiku itu. Hiks!
“Toka, apa yang bisa kulakukan agar berguna di Anteiku?” Toka yang melangkah di depanku menatapku kebingungan. “Apakah aku bisa berguna setelah memesan topeng itu?”
“Jadi sampai sekarang kau tak tahu untuk apa topeng itu?!” serunya gerah akan semua kepolosanku. Tapi tak lama, ia melunak setelah pertanyaan utamaku tadi…
Di kafe (menunggu pesanan topeng jadi)…
Hinami menghampiriku saat kerja dengan ceria. “Kakak! Makasih banyak ya atas pelajarannya. Kakak baik banget, deh! Kita lanjut lagi besok, ya! Aku sayang Kakak!”
Jadi malu juga sih dipujinya. Tapi aku senang dia juga senang. Aku senang bisa berguna untuk bocah manis itu! Kutersenyum manis padanya.
Krek. Tiba-tiba saja, ada pengunjung datang—seorang pria aneh berambut ungu dan berbau ghoul pun masuk…



0 komentar: