sebenarnya tuh kalo aku lagi posting2, pasti aku tengah mempelajari sesuatu. termasuk ngeposting serial ini cus aku mo pelajari kisah epik kolosal getuh kan aku juga suka nulis epik kolosal macam genean dan suka ceritanya, terutama kalo ada abg labil di dalamnya jadi tokohnya hehe. jadi semacam referensi novel epik kolosalku kelak, hm seting tempatnya sih belum ada meski dah punya banyak draft novel macam serial ini. kira2 bagusnya setingnya kerajaan indonesia ato india kuno? ^0^
Sinopsis Ashoka Samrat episode 3.
Achari Chanakya bernarasi, "sudah 14 tahun aku jauh dari Magadha tapi
aku tetap berdoa untuknya. Aku meragu, bagaimana jika waktu menghapus
budaya yang telah aku dan Chandragupta Maurya
tetapkan..." Selama 14 tahun Chanakya menghabiskan waktunya dengan
menulis buku, menanti dan mengamati Magadha dari kejauhan. Seringkali
dia berdiri di atas puncak batu tertinggi sambil menatap hamparan tanah
Magadha.
Chanakya
sedang berdiri di depan padepokannya ketika muridnya, Radhagupta datang
memberitahu kalau Raja Ujjain, Chatiraj telah menyerang kota mereka.
Pasukan
Magadha di bawah pimpinan Bindusara, Justin dan Khorasan tiba di sebuah
tanah lapang yang luas. Bindusara menatap sekeliling tanah lapang itu,
tidak ada kelebatan manusia
selain dirinya dan pasukan. Khorasan berkata, "Chatiraj pasto
bersembunyi di sini." Justin menyahut, "kita membawa pasukan besar,
dia pasti tahu kedatangan kita, mungkin dia telah melarikan diri."
Khorasan menyarankan agar mereka bersiap untuk berperang. Tapi Bindu
tidak setuju, "tidak! Justin benar. Kita harus terus kedepan dan melihat
kebenarannya."
Achari Chanakya berkata kalau Chatiraj sebenarnya adalah raja yang baik. Tapi dia menentang Magdaha, karena itu dia akan mendapat masalah besar. Radhagupta bertanya, "bagaimana kalau seluruh
India terbakar dalam perang ini?" Chanakya dengan tatapan menerawang
berkata kalau dia mulai meragukan masa depan magadha, "kita butuh Samrat
yang lebih tangguh daripaa Samrat Bindusara."
Di
medan perang yang sepi itu, Bindusara memerintahkan beberapa perwiranya
yang tangguh untuk maju kedepan bersama dirinya, sedangkan yang lain
tinggal di belakang. Belum jauh Bindusara dan pasukan pilihannya
melangkah, sebuah panah api menluncur dan membakar tanah di belang
Samrat dan di depan pasukannya. Sehingga antara Bindusara dan pasukannya
di pisahkan oleh lautan api. Saat Bindusara dan pasukan pilihan
sedang terkaget-kaget, tentara Chatiraj muncul dari dalam tanah dan
langsung menyerang mereka. Pertarungan sengitpun terjadi. Bindusara,
Justin dan Khorasan berjuang keras merobohkan pasukan musuh yang
mengepungnya. Tapi musuh seperti aliran air,
satu tumbang, yang lain datang menyerbu. Sementara itu dari atas bukit
Chatiraj memperhatikan pertarungan yang tak seimbang itu dengan seksama.
Melihat anak buahnya di bantai, sambil mengangkat pedang, chatiraj
turun dari kudanya dan maju ke medan pertempuran langsung berhadapan
dengan justin. Keduanya pun bertarung dengan sengit. Satu kesempatan
Justin berhasil menjatuhkan Chatiraj, kesempatan lain Chatiraj berhasil
menjatuhkan Justin. Bahkan di satu kesempatan Chatiraj hampir saja
membunuh Justin untuk Bindusara berhasil menahan laju pedang. Justin
terpana tak percaya melihat aksi Bindusara. Pertarungan antara Chatiraj
dan bindusara pun berkangsung dengan hebat. Masing-masing mempunyai
kekuatan dan strategi yang hebat. Sampai di suatu saat, Bindusara
berkali-kali berhasil melukai Chatiraj. Di satu titik yang menentukan,
saat Bindusara lengah, Chatiraj berhasil menusukan pedang ke perutnya.
Merasakan perutnya terluka, untuk terakhir kalinya, Bindusara menebaskan
pedangnya kearah Chatiraj yang langsung tewas seketika. Justin yang
melihat itu dari jauh tertegun tak percaya melihat Bindusara jatuh
bersimpuh di tanah dengan pedang menacap di perut. Secepat kilat Justin
berlari, membuang pedangnya dan membantu Bindusara...
Dalam
keadaan pingsan, Bindusara di bawah ke istana. Tabib segera datang
memeriksa. Noor Sambil menangis menghampiri Bindusara, dengan sedih dia
berkata, "Samrat, kau adalah hidupku. Aku tak akan membiarkan apapun
terjadi padamu." Mendengar kata0kata Noor untuk sesaat Bindusara membuka
matanya. Noor menatap ayahnya meminta dukungan. Khorasan mengangguk
menenangkan. Dengan penuh kasih
Noor menatap Samrat. Dalam keadaan setengah sadar, memanggil nama
Dharma. Bindusara terbayang saat dia melamar Dharma, kembali dia
berguman, "Dharma." Noor tesentak, hatinya terluka. Begitu pula
Khorasan. Kedua ayah dan anak itu saling berpandangan. Sekali lagi
Bindusara menyebut nama Dharma. Dengan marah Noor berlari meninggalkan
tempat itu di iringin tatapan prihatin Khorasan.
Achari Chanakya mendapat
kabar dari muridnya kalau Bindusara terluka dan Magadha terbakar dalam
kerusuhan. Pewaris tahta, pengeran Sushim dan pangeran Siamak tidak
mampu bertindak karena terlalu muda, tapi mereka bersaing merebut tahta.
Kalau terus sepertiini, Magadha akan hancur. Achary Chanakya berkata,
"bukan para pangeran, tapi ibu mereka yang sedang bersaing. Satu sisi ada Charumitra yang memiliki darah hitam di nadinya.."
~Charumitra
sedang mengadakan ritual ilmu hitam dengan mengorbankan nyawa manusia.
Di hadapan Sushim dan korbannya dia merapal mantra, "malam ini adalah
malam gerhana. AKu mengorbankan 3 nyawa agar anakku Su shim menjadi
Raja. Tuhan, terimalah persembahanku ini." Bersamaan itu, di hadapan
mereka 3 orang di ikat dan di bakar hidup-hidup. Melihat itu Charumitra
tertawa. Pada Sushim dia berkata kalau Bindusara sedang sekarat,
"bersiap-siaplah untuk menjadi raja baru."~
Achary
Chanakya juga berkata, "di sisi lain, putri Khorasan, ratu Noor juga
berjuang untuk membuat anaknya pengeran Siamak menjadi raja menggantikan
Bindusara."
~Noor dan Khorasan sedang
memperhatikan Siamak berlatih pedang. Noor terlihat bangga. Pada
Khorasan Noor berkata, "bagaimanaku caranya, anakku harus menjadi
Samrat. Itu janjiku!" Khorasan mengangguk setuju.~
Achary
Chanakya berkata, "para pangeran yang di asuh oleh ibu yang tamak,
bagaimana bisa menjadi masadepan Magadha? Negeriini ingin Samrat seperti
Chandragupta. yang bisa mengambil keputusan. Magadha menginginkan darah
Maurya, seorang ksatria yang bisa menentukan, memberi kesejahteraan, sangat kuat..." Seorang murid menyela, "tapi..dinasti Maurya
tidak punya pangeran yang seperti ini." Pertanyaan pendeta muda itu di
jawab oleh auman seekor singa yang hanya Chanakya saja yang bisa
melihatnya. Chanakya menoleh kearah singa itu, sang singa melengos lalu
membalikan badan. Chanakya tersenyum.
Di istana Magadha, kondisi Bindusara belum ada perubahan.
Tabib masih mencoba mengobatinya secara lebih intensif. Di
padepokannya, Chanakya bersiap-siap untuk menemukan Samrat baru dengan
bantuan singa jelmaan Chandragupta Maurya. Demi mencapai tujuannya,
Chanakya di dampingi murid setianya Radhagupta menerobos hutan mengikuti
jejak singa. hingga sampailah merek di sebuah tempat, ketika tiba-tiba
singa menghilang. Sesaat Chanakya terlihat kebingungan. Seorang anak
kecil meloncat dari atas pohon menghadangnya. Dengan gagah anak itu
berkata, "kalau anda ingin lewat anda harus membayar pajak." Chanakya
dengan kalem bertanya, "siapa kau, meminta pajak?" Sianak menjawab kalau
dia tangan kanan Samrat, masa depan Magadha, "aku Shatrujeet. Semua
orang harus membayar pajak." Dengan kalemnya Chanakya kembali bertanya,
"siapa samratmu?" Jeet menjawab, "dia yang memecahkan masalah
orang-orang. Lekas berikan pajaknya." Sambil tersenyum Chanakya memberi
Shatrujeet beberapa keping koin untuk membayar pajak, "bolehkan aku
bertemu samratmu?" Shatru dengan bangga menjawab, "kenapa tidak? Dia
bisa menyelesaikan berbagai masalah."
Seorang anak dengan topeng singa berdiri dengan gagah. Dia adalah Ashoka.
Anak-anak lain memberitahukan pada khalayak siapa dia. Dia adalah
samrat baru Magadha, yang sangat kuat dan pemaaf. Anak-anak
mengelu-elukan dia. Semua orang desa berkumpul untuk menonton. Seorang
pria berkomentar, "anak itu akan menjadi Samrat? Melihat pakaiannya aku
tidak yakin kalau dia bisa mengatur makanannya." Ashoka mengeram marah.
Dengan bersalto dia menghampiri si pria yang mencelanya. Dia berdiri
dihadapan pria dewasa itu tanpa gentar, "Samrat tidak di tentukan dari
pakaiannya, tidak dari kekayaannya tapi dari perbuatannya. Tilakku akan
di buat dari tanah negeriku." Ank-anak pendukungnya segera membuat
formasi layaknya sebuah tahta. Ashoka duduk diatas punggung kawannya. Kawan yang lain meraup debu dari tanah. Dengan gestur yang gagah, Ashoka
membuka topengnya. Temannya lalu memasangkan tilak di keningnya.
Setelah itu terdengar anak-anak mengelu-elukan gelarnya. Chanakya dan
Radhagupta melihat semua adegan itu dengan rasa ingin tahu. Saat
melihat wajah Ashoka, Chanakya tersenyum tipis.
Penduduk
yang lain yang hadir di tempat itu berkata, "Samrat Bindusara mungkin
sakit, tapi masih hidup. Jika dia tahu semua ini, maka kita semua pasti
di hukum mati." Ashok menyahut, "kalau hidup saja sepeerti mati, kenapa
peduli dengan hukuman mati? Samrat sering mabuk. Dia tidak dekat dengan
rakyat. Dia memiliki banyak wanita di sekelilingnya tapi rakyatnya
sekarat. Samrat menghitung istrinya dan orang-orang ram-ram Satye."
Anak-anak segera membopong Ashoka sambil bersorak, "ram-ram Satye."
Radhagupt tertawa mendengarnya. Saat Chanakya menatap kearahnya, tawa
Radhagup langsung terhenti. Seorang penduduk menegur Ashok yang
memperolok samrat, "samrat sedang kritis dan kau malah mengolok-olok
dia." Dengan salto yang membuat Chanakya an orang-orang terpesona, Ashok
mendarat tepat di hadapan orang itu, "aku tidak sopan dan samrat
ignoran (tidak perdulian). Orang yang ingin tahta adalah musuh nyata
samrat," Chanakya terkesan. Ashok melanjutkan, "semua orang ingin tahta,
baik itu bangsa Yunani, ataupun Khorasani. Kita tidak punya jalur
perdangangan ataupun makanan. Dan Samrat tidak menegakkan keadilan.
Tidak ada harapan. Hanya aku harapan kalian. Datanglah padaku dengan
rasa sakit dan kalian akan kusembuhkan." Dengan gagah, Ashok duduk
kembali di "tahta"nya. Anak-anak kembali mengelu-elukan Ashok. Sedang
asyiknya berteriak-teriak memuja Ashok, tiba-tiba muncul beberapa orang
prajurit Magadha bersenjata lengkap. Anak-anak segera berlari
menyelamatkan diri. Tinggal ashok yang terjatuh di tanah tak berdaya.
Para prajurit mengelilinginya dengan pedang terhunus, "mengapa kau
mengolok-olok Samrat kami? Tangkap dia!" Prajurit hendak menangkap Ashok
yang terbaring di tanah. Tapi dengan gerakan salto yang cantik, Ashok
berhasil meloncati para prajurit dan membebaskan diri dari kepungan.
Ketika para prajurit terpana, dengan cepat Ashok mengambil langkah
seribu untuk menyelamatkan diri. Chanakya mengamati insiden itu dengan
rasa ingin tahu.
Dengan kecerdasan dan
kesigapannya, Ashok membuat sibuk prajurit yang mengejarnya, meski itu
artinya membuat porak-poranda dagangan orang dan menganggu sarang tawon.
Meski akhirnya dia tertagkap juga. Pada prajurit yang menangkapnya
ashok berkata, "kalau aku jadi samrat, aku akan menghukummu." Prajurit
menjawab, "setelah apa yang kau lakukan, kau bisa di bunuh." Ashok
menepis tangan prajurit yang memeganginya, "aku tahu, aku harus membayar
suap membebaskan diri. ~Ashok mengeluarkan cincin emas bermata kepala
singa pemberian Bindusara pada Dharma~ Ini ambil..!" Ashok menunjukan
cincin itu di hadapan prajurit. Prajurit tergiur. Tapi sebuah tangan
lebih dulu mengambil cincin itu dari tangan Ashok, tangan Achari
Chanaknya. Dengan rasa ingin tahu, Chanaknya bertanya,"dari siapa kau
mendapatkan cincin ini? Siapa kamu? Siapa namamu?" Ashok menjawab, "aku
Ashok, Samrat Ashok!" Chanaknya ingat bagaimana Chandragupra dulu juga
punya kelakuan yang sama ketika masih anak-anak dan menawari Acharaya
menjadi gurunya. Chanakya tersenyum dan berkata paa Ashok, "samrat,
mencuri adalah sebuah kejahatan. bagaimana kau mendapatkan cincin ini?
Katakan paaku!" Untuk sesaat Ashok terlihat tegang. Tapi sudut matanya
melihat kuda Acharaya, timbul ide cerdik di benaknya. Tiba-tiba dia
terduduk di depan kaki Acharaya, menyembah dan berkata, "saya pikir
hidup asaya akan berubah setelah berntemu denganmu. Terimakasih telah
datang." Lalu dengan perlahan dia bangkit, tatapannya terkunci pada
cincin. Chanakya tidak menyadari itu. Setelah tubuhnya hampir tegak,
dengan sekuat tenaga dia merebut cincin di tangan Chanakya lalu berlari
ke arah kuda dan menaikinya dengan sigap. Sebelum melaju, Ashok sembat
menoleh kearaf Acharaya Chanakya sambil tersenyum penuh kemenangan.
Prajurit berniat mengejarnya tapi Chanakya melarang. Chanakya terpesona
oleh gayanya dan kecerdasannya. Begitu Ashok lenyap, Singa yang sama
muncul di atap gazebo dan menatap kearah mana Ashok menghilang. Chanakya
memahami isyarat itu dan tersenyum bijak. Pada radhagupta Achari
Chanakya berkata, "Radhagupta, cari tahu siapa anak itu dan di mana dia
tinggal. Kita sudah menemukannya."
Shatrujeet dan
anak-anak yang lain bersantai di bawah pohon sambil membicarakan
Ashoka. Jeet berkata, "Samrat kita tertangkap bahkan sebelum menjadi
Samrat." yang lain bertanya, "apakah kira-kira kita juga akan di
tangkap?" Belum selesai mereka membahas masalah itu, terdengar derap
kaki kuda dan ashok duduk diatasnya. Anaka-anak tertawa gembira dan
segera menyambutnya. Ashok turun dari kuda dan menegur teman-temannya,
"kalian ingin menjadi orang kepercayaan ku tapi meninggalkan aku begitu
saja? Kalian pengecut!" Ashok menendang salah punggung salah satu anak
yang ada di dekatnya. Anak itu terjengkang ke tanah dan kawan-kawannya
menahan tawa. Jeet bertanya bagaimana Ashok dapat lolos dari prajurit?
Dengan sombong Ashok menjawab, "mereka tidak bisa menangkap Samrat.
Berapa banyak pajak yang kalian kumpulkan hari ini?" Seorang anak segera
menggelar kain putih di atas tanah dan menjatuhkan koin ke atasnya.
Tindakannya itu di ikuti oleh anak-anak lain. Mereka semua mengeluarkan
koin dan menjatuhkannya di kain putih. Ashok jongkok mengambilin koin
itu sambil berkata, "ini bukan pajak, tapi kepercayaan orang pada Samrat
baru. Ayo bersoraklah untukku." Anak-anak hendaka mengangkat tangan dan
mengelu-elukan Ashok ketika tiba-tiba mereka semua menggurungkan
niatnya dan tertunduk bungkam. Ashok dengan menghardik menyuruh mereka
memuji Samrat baru. Tapi tak seorang pun yang berani membuka mulut. Lalu
terdengar suara Dharma, "panjang umur Samrat! Panjang umur Samrat!"
Dengan tegang Ashok berbalik dan menatap Dharma dengan rasa bersalah.
Saking tegangnya, sampai koin yang tertampung di tanganya terjatuh.
Melihat itu Dharma bertanya, "darimana kau dapatkan koin-koin itu?"
Ashok tidak menjawab. Dharma menatap anak-anak. Satu persatu mereka
menjawab pertanayaan Dharma mewakili Ashok. Ada yang bilang Ashok
membantu orang dan di beri hadiah. Ada yang bilang Ashok menyelamatkan
anak yang jatuh ke danau. Ada juga yang bilang Ashok berdoa pada dewa
dan dewa bahagia lalau memberinya koin sebanyak itu. Dharma tentu saja
tidak percaya begitu saja. Dengan sikap keibuanya, dia mendekati Ashok,
memegang bahunya dan berkata, "tatap mataku dan katakan yang
sebenarnya!" Ashok mengumpulkan koin-koin yang barjatuhan sambil
berkata, "orang-orang memberiku koin karena mereka percaya padaku.
Mereka memberikannya agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Aku
akan menggunakan koin ini untuk pasukanku kelak." Dharma dengan lembut
tapi tegas berkata, "kau harus mengembalikan koin-koin dan juga akan
mendapat hukuman." Mendengar kata-kata Dharma, secepat kilat teman-teman
Ashok melarikan diri. Ketika Ashok menoleh untuk meminta dukungan
mereka semua sudah lenyap. Ashok tersenyum masam, dengan wajah memelas
dia memohon, "biarkan aku kelaparan tapi jangan beri aku hukuman yang
itu, ma." dharma tidak bergeming, "kau seharusnya berpikir sebelum
melakukan hal ini. " Ashok merajuk.
Dharma
membuat ramuan herbal pahit sebagai hukuman untuk Ashoka. Ashok merayu,
"maafkan aku, ma. Aku tidak mau minum obat itu sebagai hukuman." Dharma
tidak memgubrisnya. Dia menyerahkan cangkir berisi herbal pahit pada
Ashok, "minumlah!" Dibawah tatapan tajam Dharma, Ashok meneguk obat itu,
tapi hanya satu tegukan, dia sudah merasa kepahitan. Sambil nyengir
Ashok berkata, "sangat enak, tapi aku tidak bisa minum lagi." Dharma
menjelaskan, "obat herbal itu sangat bagus untuk ingatanmu. Agar kau
tidak pernah lupa kalau kau bukan Samrat, tapi rakyat biasa. Minumlah!"
Ashok pura-pura akan meminum ramuan itu, tapi ketika Dharma lengah,
Ashok segera meletakkan gelas dan cepat-cepat kabur. Dharma mengejarnya
sambil memanggil-manggil Ashok. Ashok terus saja berlari, pura-pura tak
mendengar. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul Chanakya, Ashok segera
menghentikan langkahnya. Melihat Chanakya, Ashok langsung ngomel, "kalau
anda datang untuk mengeluh tentang saya, biar saya katakan, aku telah
mengatakan yang sebenar padanya.." Ashok melirik Dharma. Dharma memberi
hormat pada Chanakya dan bertanya, "anda siapa?" Ashok yang menjawab,
"dia Achary Chanakya, guru besar Samrat Maurya." Mendengar itu Dharma
teringat pernikahannya dengana Bindusara, begaimana dia menunggu bindu
kembali, bagaimana ayahnya terbunuh, bagaimana Khorasan mengatakan
kalau Bindusara memerintahkan dirinya untuk menghabisi Dharma. Mengingat
itu semua, Dharma tertegun.... Sinopsis Ashoka Samrat episode 4
0 komentar:
Posting Komentar